Tidak lama tibalah TransJakarta 6K. Petugas "berteriak" menginformasikan tujuan bus agar penumpang tidak salah naik. Karena ini halte transit, jadi saya tidak perlu bayar lagi. Nanti pas turun, baru saya tap out e-money, dan saldo saya pun akan berkurang Rp3.500.
TransJakarta 6C termasuk jenis non BRT atau non Bus Rapid Transit atau bus yang hanya berhenti di halte-halte di luar koridor. Layanan yang melayani penumpangnya di jalur umum. Jadi, tidak bisa transit di jalur umum. Kalau pun mau transit harus bayar lagi Rp3.500.
Bus pun meninggalkan halte Departemen Kesehatan, lalu ke luar jalur untuk berbelok ke arah Jalan Prof. DR. Satrio. Saya perhatikan rutenya tidak berbeda jauh dengan rute-rute sebelumnya. Sama saja.
Setelah berhenti di halte Sampoerna Strategic, saya pun bersiap turun di halte Jalan Karet Pasar Baru Barat VII, dekat Menara Batavia. Tinggal jalan kaki deh. Tidak sampai 50 meter dari halte.
Oh iya, TransJakarta 6K ini jenis bus non BRT. Jadi, tidak bisa transit. Saya perhatikan tidak ada halte transit juga. Bus TransJakarta tidak ada yang lain selain 6K ini.
Kalau mau transit bisa saja sih di sekitar jalan Sudirman, tapi ya harus jalan kaki dulu dan bayar lagi Rp3.500. Satu-satunya cara transit tanpa harus bayar lagi, ya ikut sampai ke halte Departemen Kesehatan.
Jadi, ketika sampai di halte terakhir yang dekat Menara Batavia, jangan lantas turun, tetap saja di dalam bus dan ikut sampai ke halte Departemen Kesehatan. Anggap saja jalan-jalan. Dari sini, terserah deh mau ke mana.Â
Pokoknya irit ongkos deh, tidak sampai membuat dompet jebol. Saya saja di hari itu untuk sampai ke Menara Batavia hanya mengeluarkan total ongkos Rp7.500 saja.Â
Rinciannya, tarif naik Commuterline dari Stasiun Citayam ke Stasiun Tebet Rp4.000 ditambah TransJakarta dari Stasiun Tebet ke Karet Rp3.500. Total Rp7.500. Bayangkan tidak sampai Rp10.000! Benar-benar irit.
Demikian pengalaman saya. Semoga bermanfaat.