Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mengejar Matahari

2 Januari 2023   20:29 Diperbarui: 2 Januari 2023   20:30 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adzan Subuh baru saja berkumandang dari mushola di area Pantai Indah Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Jakarta Utara. Suaranya terdengar jelas. Tidak sayup-sayup. 

Wajar, jarak mushola tidak begitu jauh dari tenda yang menjadi tempat saya beserta suami dan anak-anak menginap mengisi liburan akhir tahun 2022. Kemeriahan pesta kembang api menyambut tahun 2023 tinggal menyisakan kenangan.

Minggu 1 Januari 2023, menjadi hari pertama pergantian tahun baru. Hujan dari semalam belum juga berhenti. Udara dingin cukup menusuk kulit. Saya keluar dari peraduan dan menuju ke mushola dengan memakai payung.

Pukul 6 pagi, hujan mereda. Saya perhatikan tidak ada semburat sinar mentari. Awan begitu gelap. Bersama dua anak saya, kami mencoba mengejar matahari. Barangkali bisa melihat sunrise yang biasanya sudah tampak di jam sepagi ini.

Di dekat tenda tidak terlihat. Berlari ke sana, berlari ke sini, sambil olahraga. Hari itu, sepertinya mentari begitu malas untuk terbit dan menebarkan kehangatan kepada para makhluk di bumi bagian Ancol ini. Entah, apakah ia begitu juga di tempat lain? Apakah ia pilih kasih?

Dua anak saya mengajak ke tanggul pemecah gelombang (breakwater), yang jaraknya mungkin hampir 1 kilometer. Tanggul ini mirip jembatan penyeberangan yang berfungsi untuk menahan gelombang ombak tinggi sehingga menjadi pecah dan tidak sampai ke permukaan pantai. Kalaupun ombaknya sampai ke bibir pantai tapi dalam keadaan tenang dan bersahabat.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Mata saya mengitari sekitar, mencoba mencari mentari di balik pepohonan, yang ternyata tidak ada. Apakah ia sedang bersembunyi di balik awan hitam yang menggantung di langit? Apa yang ia takutkan hingga harus bersembunyi? Apakah ia takut dibully oleh petir yang kerap berteriak kencang?

Sambil berjalan, yang kami lihat hanyalah kesenduan. Semua kelabu. Langit gelap. Awan gelap. Air laut pun terlihat gelap. Hingga sampailah kami di tanggul. Tetap tidak terlihat matahari. 

Di perahu yang bersandar di tanggul pun, tidak saya temukan. Ia juga seperti merasakan kesunyian. Mungkin juga kegetiran. Hangatnya mentari barangkali bisa mengubah warna kelabu menjadi cerah. Ke mana senyumnya yang hangat itu? Saya berjalan sambil berlari sampai ke ujung tanggul, tetap tidak saya temukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun