Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak saat ini masih meningkat setiap tahunnya. Baik di lingkungan kerja, keluarga atau masyarakat.
Setidaknya terlihat dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang mencatat kasus kekerasan sepanjang tahun 2022 ini.
Berdasarkan data Simfoni, menunjukkan dari 22.578 kasus kekerasan sebanyak 20.539 korban kekerasaan dialami oleh perempuan dan anak perempuan.Â
Dari angka ini  kasus kekerasan terjadi di banyak tempat. Sebanyak 58% korban perempuan ditemukan dari kekerasan dalam rumah tangga, sejumlah 11,5% dari fasilitas umum, dan tercatat 1,4% dari tempat kerja.Â
Selain itu, data Simfoni juga mencatat korban kekerasan terhadap anak (KtA) sebanyak 2.436 orang. Mirisnya, sebanyak 53,8% dari korban KtA adalah korban kekerasan seksual. Dunia seolah tidak memberikan rasa aman dan nyaman.
Kemen PPPA pada 2021 juga melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR). Berdasarkan SPHPN 2021, tercatat bahwa 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual.Â
Sedangkan hasil SNPHAR 2021 menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya, baik itu kekerasan fisik, seksual ataupun kekerasan emosional.Â
Data tersebut menggambarkan permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi tantangan bersama. Karena itu, diperlukan sinergi, kolaborasi, dan kerjasama multipihak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Utamanya melalui aksi-aksi pencegahan yang massif.Â
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menegaskan, perempuan dan anak masih menjadi kelompok yang rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya.
Ia pun mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama melawan dan menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.