Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Indonesia Darurat Perokok Anak, PP 109/2012 Didesak untuk Direvisi

16 Agustus 2022   14:44 Diperbarui: 17 Agustus 2022   14:32 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: kompas.com

Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan didesak untuk segera direvisi. PP tersebut dinilai belum cukup efektif menurunkan perokok anak.

Selain tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, PP 109/2012 juga belum mengatur mengenai bentuk-bentuk rokok lain seperti rokok elektrik. Tidak heran, anak-anak semakin mudah menjamah rokok. 

Perubahan PP 109/2012 perlu diatur di antaranya mencakup ukuran pesan bergambar pada kemasan rokok diperbesar, penggunaan rokok elektrik diatur, iklan, promosi, sponsorship diperketat, penjualan rokok batangan dilarang, dan pengawasan ditingkatkan.

Demikian persoalan yang mengemuka dalam webinar "Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak Sesuai Mandat RPJMN 2020-2024" yang diadakan Lentera Anak, Kamis 28 Juli 2022. Webinar diadakan dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional 2022.

Jumlah perokok anak di negeri ini memang cukup mencengangkan. Bisa dibilang mengkhawatirkan. Indonesia darurat perokok anak.

Kementerian Kesehatan tidak memungkirinya. Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kesehatan prevalensi perokok anak terus naik setiap tahunnya.

Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) menyebutkan pada 2013 prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun mencapai 7,20%. Pada 2016 naik menjadi 8,80%. 

Pada 2018 naik lagi menjadi 9,10% atau sekitar 3,2 juta. lalu kembali naik menjadi 10,70% pada 2019. Jika tidak dikendalikan, prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16% di tahun 2030.

Padahal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menargetkan perokok anak harus turun menjadi 5,4% pada 2019.

Hal ini menunjukkan pemerintah gagal mengendalikan konsumsi rokok, sementara industri rokok berhasil merekrut perokok baru, yaitu anak-anak, setiap tahunnya.

Berdasarkan estimasi dari Bappenas, peningkatan prevalensi perokok pemula khususnya anak-anak dan usia remaja akan terus mengalami kenaikan jika tidak ada kebijakan komprehensif untuk menekan angka prevalensi.

Tanpa kebijakan pengendalian tembakau yang kuat dan tegas dipastikan target penurunan prevalensi perokok anak  tidak akan tercapai. Sisa waktu yang kurang dua tahun lagi bagi Pemerintah bisa untuk mengoptimalkan realisasi pencapaian target tersebut.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Segera Revisi PP 109/2012

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, drg. Agus Suprapto, M.Kes, dalam webinar itu merasa prihatin atas hasil survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa (Global Adult Tobacco Survey -- GATS) 2021.

Hasil survey menemukan peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa dalam waktu 10 tahun terakhir ini, yaitu dari 60,3 juta (2011) menjadi 69,1 juta perokok (2021).

"Sudah ada 70 juta perokok bagaimana komitmen kita? Apakah kita akan menjadikan jumlahnya menjadi 100 juta? Jangan sampai ini menjadi bom waktu bagi anak-anak kita. Harus ada komitmen untuk menekan jumlah perokok jika tidak ingin bom waktu meledak," tegas Agus.

Prevalensi konsumsi rokok elektrik yang naik 10 kali lipat juga amat mengkhawatirkannya. Dari 0,3% pada 2011 menjadi 30% pada 2021.  Karena itu, pihaknya sangat berharap revisi PP 109/2012 juga akan mengatur tentang rokok elektronik.

Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi, Kemenkes RI, dr Benget Saragih, M. Epid, menegaskan revisi PP 109/2012 adalah target RPJMN 2020-2024. 

RPJMN mengamanatkan, target penurunan perokok usia anak dan remaja menjadi target nasional. Menurutnya, upaya mencegah anak dan remaja menjadi perokok pemula harus menjadi prioritas semua pihak. 

Karena itu, pihaknya sangat konsisten untuk mempercepat proses revisi PP 109/2012 agar anak terlindungi dari paparan rokok, apapun itu jenisnya. Dengan revisi ini diharapakan daat menurunkan prevalensi perokok anak sesuai mandat RPJMN.

"Kami sangat berharap revisi PP 109/2012 segera disahkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Jadi kami sangat berharap kepada Bapak Presiden agar tidak usah lama-lama mengesahkan revisi PP 109/2012," tandasnya. 

Ia menambahkan, jika revisi PP 109/2012 sudah dilakukan, akan semakin kuat upaya menurunkan prevalensi perokok anak. Sehingga tujuan melindungi anak-anak dapat terwujud.

Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika, Kominfo RI, Drs. Anthonius Malau, M.Si, juga sependapat  pentingnya pelarangan total iklan rokok di internet juga dimasukkan dalam revisi PP 109/2012. Pihaknya sangat berharap adanya pelarangan total iklan rokok di internet.

Menurut Anthonius, kondisi perokok anak sudah sangat mengkhawatirkan. Anak-anak terpapar iklan rokok yang luar biasa di internet. Ini karena masifnya pelaku usaha menggunakan berbagai sarana di internet untuk mempromosikan dan menjual produk rokok. Belum lagi mudahnya penjualan rokok elekrik secara daring.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Mudahnya anak membeli rokok

Begitu mudahnya anak di bawah umur membeli rokok elektrik dibenarkan oleh Ulfa. Terlebih ketika sekolah masih diadakan secara online. Setidaknya, begitu yang terjadi pada adiknya. Seorang bocah laki-laki yang masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar.

"Adik saya itu belinya secara online di marketplace. Heran juga kok bisa rokok elektrik dibeli oleh anak-anak," cerita Ulfa yang dihadirkan dalam webinar "Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak Sesuai Mandat RPJMN 2020-2024" itu.

Seketika Ulfa cemas dengan kenyataan sang adik sudah merokok. Larangan orang tua tidak diindahkan oleh adiknya. Terlebih adiknya juga belum lepas dari rokok konvensional. Awalnya, sang adik tidak mengakui jika dia membeli rokok elektrik. Saat itu, ia mengaku milik kawannya.

Ulfa yang juga aktif dalam Departemen Penelitian dan Pengembangan Indonesia Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) -- Koalisi kaum muda dalam upaya pengendalian tembakau dan zat adiktif di Indonesia yang inklusif dan bermakna, lantas menggali kejujuran si adik. 

Terlebih  banyak juga anak-anak SD di lingkungan rumah yang menggunakan rokok elektrik secara terang-terangan. Rata-rata anak SD ini membeli rokok elektrik dengan menyisihkan uang sisa jajan mereka.

Ulfa mengungkapkan, biasanya mereka melihat iklan rokok elektrik di Tiktok, Instagram, Youtube. Ketika membeli, memakai akun email kakak-kakaknya. Saat dicek di bagian history, hasilnya cukup memcengangkan.

"Yang dicari itu tentang vape, seperti apa kapas dan per, liquidnya seperti apa, cara menggunakannya, semua informasinya mudah sekali didapatkan di internet. Rata-rata rokok yang dibeli melalui toko online ini perlengkapannya dikirim secara terpisah," ungkapnya. 

Seperangkat rokok elektrik lengkap dengan liquid dan asesorisnya dijual dengan harga Rp500.000. Uang lebaran yang terkumpul akhir berubah wujud menjadi rokok elektrik. Ulfa jelas sangat menyayangkan hal ini terjadi pada adiknya.

Melihat begitu mudahnya anak-anak membeli rokok elektrik, jelas sangat mengkhawatirkannya. Penggunaan handphone bagai buah simalakama. Satu sisi dipakai untuk belajar, namun di sisi lain anak-anak bisa mengakses informasi dengan mudah. 

Kemudahan membeli rokok juga dibenarkan oleh M (sebut saja begitu, nama dan suara disamarkan). Pelajar berusia 17 tahun di Jawa Tengah, ini adalah seorang perokok aktif. Ia membeli rokok secara ketengan, yang Rp5000 bisa dapat 3 batang rokok. Ia membelinya di toko kelontong dekat rumahnya.

Ia tidak menampik merokok itu berbahaya bagi kesehatan. Namun, karena ia sudah mulai mengenal rokok sejak SMP, dan lanjut ke SMA, ia mengaku tidak bisa melepas rokok begitu saja. Alasannya, karena tuntutan pergaulan. Sebagian besar kawan-kawannya juga perokok.

Rin, juga bukan nama sebenarnya, seorang mahasiswa di Jawa Timur. Sebenarnya April 2022 dia sudah berhenti merokok konvensional namun kini beralih ke rokok elektronik. Itu karena kawan-kawannya juga banyak yang menggunakan rokok elektrik.

Menurutnya, rokok elektrik memiliki kandungan kimia yang tidak berbahaya seperti rokok konvensional. Indikatornya, kadar nikotin dalam rokok elektrik yang jauh lebih kecil dari nikotin dalam rokok konvensional. Jadi, bisa menjadi alternatif bagi para pecandu rokok yang ingin menurunkan "dosis" merokok.

Sebagai perokok elektrik, Rin menyarankan untuk rokok elektrik sebaiknya tidak digunakan oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun. Ia sangat sepakat jika rokok elektrik juga diatur oleh pemerintah mengingat rokok elektrik begitu mudah didapatkan di anak-anak di bawah umur.

Oktavian Denta dari IYCTC menjelaskan rokok elektrik bentuk bisnis baru dari industri tembakau. Dia memastikan kandungan zat-zat dalam rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok konvensional. 

Hasil investigasi IYCTC juga menemukan betapa mudahnya anak mengakses rokok elektrik melalui toko online yant disertai narasi menyesatkan yang sudah memengaruhi anak muda bahwa merokok elektrik lebih terlihat keren dan gaul.

Dari sejumlah kasus dan temuan ini IYCTC menilai pemerintah seharusnya segera mengatur rokok elektronik. Pihaknya mendorong pemerintah segera merevisi PP 109/2012 dan segera memperkuat aturan iklan, promosi, sponsor, rokok elektronik utamanya di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun