Selasa 19 Juli 2022, saya menemani kawan saya ke Pengadilan Agama Kota Depok. Ia mau mengambil akta cerai dan salinan keputusan sidang.Â
Sebelum memasuki ruangan, kami harus memakai kartu identitas dengan tali berbeda. Jika berwarna kuning itu untuk pengacara, berwarna biru untuk pihak yang beperkara, berwarna hijau untuk para saksi, dan berwarna merah untuk tamu.Â
Di ruangan sudah dipenuhi orang-orang yang akan mengajukan perkara perceraian, ada juga yang berkonsultasi terlebih dulu, ada juga yang akan mengambil akta nikah seperti kawan saya. Kalau saya perhatikan usianya masih muda-muda.Â
Akta cerai adalah akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan atau permohonan dikabulkan oleh majelis hakim. Perkara tersebut juga telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Â
Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).
Setelah menunggu dan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Akta Cerai Rp25.000, kawan saya pun mendapatkan akta cerai. Senyumnya mengembang. Entah, apakah bahagia atau sedih.
Saya sendiri baru kali ini berurusan dengan Pengadilan Agama. Sebelumnya belum pernah datang ke Pengadilan Agama manapun. Menjejakkan kaki di Pengadilan Agama Depok menjadi pengalaman pertama saya yang tidak terlupakan.
Meski di sini saya mendapatkan "pencerahan" jika mengalami hal serupa dengan kawan saya, saya sih berharap rumah tangga saya baik-baik saja. Mampu mempertahankan hingga ajal memisahkan.Â
Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan kepada siapa saja yang sudah menyandang status suami isteri.Â