Natal tahun ini bisa jadi Natal tersedih buat Mbak Lina, asisten rumah tangga saya yang sudah bekerja selama 6 bulan ini.Â
Seharusnya malam Natal dilaluinya dengan senyuman kebahagiaan, tapi yang ada tangisan kesedihan dan kepiluan. Ada senyuman tapi tidak bisa menutupi kedukaan.Â
Ya, si Mbak sedang berduka hati. Anak keduanya meninggal dunia setelah 9 hari berjuang melawan sakitnya. Bukan sakit karena penyakit menahun atau penyakit mematikan, tetapi sakit karena luka dalam akibat kecelakaan.Â
Anak si Mbak mengalami kecelakaan saat pulang dari sekolah. Tidak begitu jauh dari gang rumahnya.Â
Berdasarkan cerita dia berusaha menyalip angkot, tetapi ternyata dari arah berlawanan melaju mobil pick up. Terjadilah tabrakan yang membuat korban tidak sadarkan diri.
Kisah bermula pada sembilan hari lalu itu, si Mbak menelepon suami saya dalam tidur siangnya. Tidak begitu lama setela ia pulang dari rumah saya. Mbak memang tidak menginap.
Terdengar suara tangisan seorang perempuan, mengabarkan jika anaknya kecelakaan dan berada di rumah sakit sekitaran Citayam.
Saya mendengar jelas percakapan itu. Karena suami kalau menerima telepon volume suaranya selalu kencang. Jadi, meski tanpa loud speaker pun, percakapan itu terdengar oleh saya. Dari siapapun.Â
Tadinya saya curiga jangan-jangan modus penipuan. Terlebih suami baru bangun tidur. Kan banyak kejadian tuh yang memakan korban. Tapi suami memastikan itu si Mbak karena namanya memang tertera di layar hp.
Ternyata di rumah sakit itu tidak memiliki peralatan medis yang memadai. Sementara pasien harus segera ditangani di rumah sakit yang memiliki peralatan lengkap. Terutama untuk menangani pendarahan pembuluh darah di otak.