Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mbak Penjual Donat dan Filosofi Hidupnya

14 November 2020   17:23 Diperbarui: 14 November 2020   17:25 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pun mengajaknya mengobrol di depan pagar. Saya ajak masuk, ia tidak mau. Ini sih obrolan antara penjual dan pembeli, antara konsumen dan produsen.

Setiap hari anak pertama dari dua bersaudara ini menjajakan dagangannya. Dua tangannya menenteng kantong plastik besar yang masing-masing berisi 20 kardus. Yang berarti ada 40 kardus donat.

"Nggak berat itu mbak?" tanya saya. Ia menjawab tidak karena lama-lama juga beratnya kian berkurang setiap ada yang beli. Bahkan sampai tak bersisa sama sekali. Kalau sudah begini rasa letih berubah menjadi senyuman. Dan, itu membahagiakannya.

Perempuan yang masih kuliah di Universitas Budi Luhur Ciledug ini menjajakan dagangannya dengan berjalan kaki, bukan memakai sepeda atau motor. Ia memilih berjalan kaki karena tidak ingin donat jualannya rusak terkena goncangan.

"Soalnya toppingnya basah, khawatir aja rusak terkena goncangan," tuturnya. Bisa saja sih dia bikin topping kering tapi ia belum memiliki alatnya, dan itu berarti harus butuh modal untuk membelinya.

Jadi, untuk sementara ini ia masih mempertahankan donat dengan topping basah. Menjajakan dagangannya sambil mengumpulkan uang untuk mengembangkan usahanya.

Menurut pengakuannya, ia setiap hari bangun jam 2 untuk memulai aktifitas membuat donat. Donat yang dijual di sekitaran rumahnya dikhususnya untuk yang sudah pesan, sementara di perumahan tempat tinggal saya sebagai "pasarnya".

Jarak rumahnya ke perumahaan tempat saya tinggal tidak terlalu jauh, menurut hitungan saya. Mungkin sekitar 3 km. Jadi, ke sini dia naik angkot, baru berjalan kaki mengitari kompleks. Padahal, kompleks ini cukup luas. Dia menganggapnya itu bentul lain dari olahraga.

Awalnya ia sempat ragu berkeliling kompleks mengingat banyak kompleks perumahan yang membatasi pergerakan orang-orang di luar kompleks. Setelah petugas satpam membolehkannya berjualan, ia pun menjajakanya di kompleks ini.

Sebelumnya, ia sempat berjualan di dekat halte busway di sekitaran Sudirman dan di stasiun kereta. Cuma karena Covid-19 masih melanda, maka barang bawaan di dalam kereta dibatasi. Ia pun memutuskan berkeliling kompleks.

Ia berjualan donat karena bingung bagaimana mencari uang. Karena Covid-19 dia pun dirumahkan dari pekerjaannya di satu bank swasta tanpa digaji. Maklum saja, ia kan bukan pegawai tetap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun