Mohon tunggu...
Neneng Maulyanti
Neneng Maulyanti Mohon Tunggu... Dosen - perempuan

pensiunan PNS dan dosen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pewarisan Nilai Budaya Jepang (Bagian Ketiga)

24 Oktober 2021   19:39 Diperbarui: 24 Oktober 2021   19:44 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

6.      Menyelenggarakan program menginap di rumah penduduk di pegunungan (home stay program) agar anak-anak belajar mencintai alam.

7.      Melibatkan anak-anak dalam berbagai kegiatan sukarela, seperti dalam pekan olah raga, aktivitas kultural, dan sebagainya, sehingga mendorong anak-anak menyukai sport dan budaya. untuk membiasakan remaja dalam menata dan menjalankan program hingga merayakan keberhasilannya.

8.      Menganjurkan kepada berbagai pihak, seperti: swalayan, organisasi pemuda, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan agar bersedia menerima para siswa SMA untuk magang selama tenggang waktu tertentu. Hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih memahami apa yang sudah dipelajari di sekolah.

9.      Menganjurkan para produser TV untuk menata 'waktu tayang'. Artinya, semua stasiun TV tidak menyiarkan acara yang merupakan konsumsi orang dewasa di bawah pukul 10 malam.

10.    Melarang toko yang menjual atau menyewakan video, dan penjual buku atau majalah untuk menerima konsumen di bawah 21 tahun.

11.  Menetapkan aturan bagi penyelenggara kendaraan umum, seperti kereta listrik (densha) dan bus, untuk memberi surat keterangan bagi siswa atau pekerja, apabila terjadi keterlambatan kereta atau bus. Dengan demikian pihak sekolah atau perusahaan mengetahui bahwa keterlambatan bukan disebabkan oleh kelalaian orang yang bersangkutan.

Dari kegiatan observasi sehari dan dari informasi-informasi yang terkumpul, dapat dikatakan bahwa pendidikan formal, informal dan nonformal di Jepang sudah membentuk konfigurasi harmonis, yang memungkinkan terselenggaranya suatu bentuk pendidikan yang berkesinambungan. 

Dengan kata lain, baik pemerintah, sekolah, masyarakat dan keluarga, secara bersama menjalankan visi dan misi yang sama dalam rangka membina karakter anak-anak untuk menjadi manusia dengan pribadi tangguh. 

Oleh karena itu, bukanlah hal yang aneh bila nilai budaya/moral leluhur, antara lain 7 kode etik samurai,  bisa larut di dalam diri bangsa Jepang dan mewarnai karakter mereka.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah, rasa malu yang mewarnai karakter bangsa Jepang mempermudah nilai budaya dan moral terserap. Ruth Bennedict di dalam bukunya  The Chrysanthemum and the Sword (1946), mengatakan bahwa orang Jepang menganut paham budaya malu (shame culture), berbeda dengan orang Barat yang menganut paham budaya dosa (sin culture). Yang dimaksud dengan budaya dosa, adalah bahwa sebelum melakukan suatu tindakan, seseorang akan mempertimbangkan pahala dan dosa yang tentunya sangat erat kaitannya dengan ke-Tuhanan. 

Hal seperti ini, tidak berlaku di dalam kamus bangsa Jepang. Hal yang menjadi pertimbangkan mereka sebelum melakukan suatu tindakan adalah 'apakah perbuatan mereka menyebabkan dirinya malu atau tidak'. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun