KEPEMIMPINAN DALAM PERUMUSAN OMNIBUS LAW DI INDONESIA (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA)
NENCY
Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi - Manajemen Perpajakan - Institut STIAMI
Email : nency.bc201120035@gmail.com
ABSTRAK
Untuk mendukung Visi Indonesia Maju 2045 sebagai 5 (Lima) besar kekuatan Ekonomi Dunia pada tahun 2045, Kebijakan Kepemimpinan Publik merupakan kunci penting dalam kesuksesan Pemerintahan. Dalam mendorong proses pembangunan dan mendorong pendanaan investasi ditengah kondisi perlambatan Ekonomi dunia, terdapat urgensi Pemerintah Indonesia dalam Reformasi Regulasi dan Birokrasi pada Undang-Undang Sektoral yang sudah tidak harmonis. Dengan tujuan memperkuat perekonomian inilah, Undang-Undang Cipta Kerja / Omnibus Law kemudian disahkan pada 2 November 2020. Namun dalam proses perumusan Undang-Undang sampai dengan pengesahan, muncul banyak skandal yang tidak baik, seperti pembuatan Undang-Undang terlalu tergesa-gesa dan melanggar prosedur baku penyusunan UU sehingga dinilai dapat merusak Tatanan Hukum dan berpotensi hancurnya kepercayaan Publik pada Hukum. Untuk itu, Bagaimana sikap dan tindakan seorang Kepemimpinan Publik yang sebaiknya diterapkan dalam menjalankan fungsi pemerintahan seperti perumusan Undang-Undang disamping menciptakan keadilan dan menjaga kepentingan seluruh rakyat? Lebih rincinya, Peneliti akan uraikan dalam artikel dengan judul “Kepemimpinan dalam Perumusan Omnibus Law di Indonesia (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja)”.
Kata Kunci : Kepemimpinan, Omnibus Law Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
PENDAHULUAN
Kepemimpinan dalam sektor publik, yakni pemerintah mempunyai 3 (Tiga) fungsi utama, antara lain adalah stabilisasi, alokasi dan distribusi. Fungsi stabilisasi adalah fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum serta pertahanan dan keamanan. Fungsi alokasi adalah fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat. Dan fungsi distribusi adalah fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik, seperti pembangunan Infrastruktur jalan raya, jembatan, penyedia fasilitas penerangan, dan lain sebagainya.
Seperti yang dikemukakan Monstesquieu dalam teori yang dikenal dengan sebutan Trias Politica, pemisahan kekuasaan Negara terbagi atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan Undang-undang, Legislatif adalah lembaga untuk membuat Undang-udang, sedangkan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan Negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-udang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar Undang-undang.