Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"If You're Not The One" (01)

21 Januari 2019   06:48 Diperbarui: 21 Januari 2019   06:53 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : picbon.com

Semua bermula sekitar 10 tahun yang lalu. 24 Juni 1996, aku baru saja menyelesaikan ujian skripsi. Bulan September, aku ikut wisuda sarjana dan akhirnya aku resmi menjadi sarjana hukum. 

Aku bekerja paruh waktu sejak tahun ketiga kuliah karenanya lulus pada usia 23 atau 25 tidak ada bedanya bagiku, toh aku sudah dalam keadaan bekerja.

Pengalamanku bekerja dimulai di suatu perusahaan minyak Amerika sebagai tenaga paruh waktu di bagian personalia. Aku sempat menjalani kontrak kerja di sana selama hampir dua setengah tahun sebelum akhirnya diterima sebagai paralegal di salah satu firma hukum terkenal di Jakarta. 

Waktu itu usiaku belum genap 24 tahun. Meskipun pekerjaan cuma seorang paralegal, aku menganggap suatu hal yang hebat. Bagaimana tidak hebat, aku bekerja sebagai paralegal di firma hukum internasional yang konon gaji para konsultan hukum yang bekerja disana paling kecil adalah US$ 2,000, walaupun gajiku sendiri saat itu tidak lebih dari US$ 500 per bulan, tapi dengan status magang sebagai mahasiswa membuat jumlah sedemikian menjadi sangat besar dan berarti bagiku.

Orang tuaku bukanlah berasal dari keluarga kaya raya, semua diperoleh ayah melalui kerja keras sebagai pedagang tekstil di Tanah Abang. Semua keluargaku terlibat di bidang usaha dagang, nenekku dari Ibuku dulu berdagang kelontong di daerah Ulujami, kakekku dari pihak ayah juga berdagang tekstil di Tanah Abang, ayah tinggal mewarisi usaha yang sudah dirintis kakek sejak 20 tahun yang lalu. 

Adrian, kakakku yang tertua mulai merintis berdagang mainan anak-anak, juga di Tanah Abang. Aku punya dua kakak laki-laki dan tiga kakak perempuan, semua sudah menikah dan semuanya tinggal di Jakarta. 

Ririn kakakku yang nomor dua sebelumnya sempat bekerja di Bank setelah menamatkan kuliahnya dari fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Dasar darah Minang yang mengalir di dalam dirinya membuat naluri dagangnya mengalahkan ambisinya untuk membangun karir di kantor akuntan publik internasional yang telah digelutinya selama lima tahun.

Sekarang, kelima orang kakakku semuanya berdagang, ada yang berjualan baju bayi, seprei bahkan usaha konveksi baju muslim. Tinggalah aku sendirian, mengambil langkah yang berbeda. Aku ingin menjadi seorang pengacara hebat. 

Pilihanku untuk menjadi seorang sarjana hukum cukup mengundang kontroversi, sebagian kakakku mengganggap aku membuang waktu untuk suatu ilmu yang kurang jelas masa depannya. Maklum bagi mereka masa depan yang jelas adalah berdagang. 

Jadi ilmu selain ilmu ekonomi kurang mendapat tempat yang terhormat di hati mereka, Sebagian lainnya menyesalkan kenapa aku tidak memilih bidang teknik oleh karena menurut mereka semestinya aku mampu mengingat nilaiku waktu SMA lumayan baik. Apapun alasannya, sangat jelas tidak ada satu orang pun dalam keluargaku yang menaruh kepercayaan bahwa pilihanku pantas untuk dibanggakan. 

Memang tidak bisa juga menyalahkan cara mereka berpikir dan memandang profesi sarjana hukum, pengacara di mata keluargaku adalah profesi rendah yang tidak punya martabat dan harga diri karena banyak berita seputar lolosnya para koruptor berkat bantuan para pengacara yang dimuat di surat kabar yang marak saat itu turut mempengaruhi cara pandang mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun