Mohon tunggu...
Neil Semuel Rupidara
Neil Semuel Rupidara Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti

Neil adalah dosen di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia dan Kajian Organisasi di Universitas Kristen Satya Wacana. Saat ini menjabat sebagai Rektor UKSW.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pandemi Covid-19 dan "New Normal" dalam Pedagogi Pendidikan Tinggi

7 Juli 2020   23:07 Diperbarui: 7 Juli 2020   23:07 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak transmisi antar orang mulai terjadi dalam penyebaran virus corona baru (SARS-CoV2) yang mengakibatkan wabah penyakit Covid-19, wajah sosio-kultural dunia tampak berubah drastis. 

Untuk menggambarkan dampak  massif Covid-19 diambil kasus Itali sebagai salah satu pusat penyebaran awal dan berskala massif dari pandemi Covid-19 di dunia dan khususnya di Eropa.

Jika dilakukan penelusuran kembali (Reuters, 21 Februari 2020; Wikipedia), Itali menerima kasus-kasus pertamanya di akhir Januari dan awal Februari dari 2 warga China yang datang berlibur di Roma serta dari seorang warga Itali yang kembali dari Wuhan. 

Namun, penyebaran lokal di Itali tampaknya terjadi dari jalur seorang lelaki Itali berusia 38 tahun di Lombardy yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial budaya terlibat dalam interaksi sosial dengan banyak orang lain yang berujung infeksi Covid-19. Ia selanjutnya menginfeksi orang lain dalam rantai penyebaran turunan. 

Penyebaran ini kemudian menjadi massif dan mematikan berbagai aktivitas sosio kultural di Itali yang merupakan salah satu pusat kebudayaan dunia, termasuk pusat agama Katolik. 

Salah satu dampak hebat dari Covid-19 di ruang sosio-kultural adalah di sektor keagamaan yang sarat dengan tradisi yang melembaga ratusan tahun. Misalnya, untuk pertama kalinya dalam sejarah gereja Roma Katolik, Paus Fransiskus memimpin ibadah Paskah tanpa umat (Kompas.com, 12 April 2020). 

Ini bisa menjadi salah satu simbolisasi dampak massif dari pandemi Covid-19 pada tatanan kehidupan dunia. Tradisi-tradisi kultural seperti cium tangan, cipika-cipiki, atau cium hidung yang normal dijumpai dan merupakan etika pergaulan dalam kehidupan masyarakat seolah ditelan (sementara) oleh Covid-19.

Sektor pendidikan tinggi dunia pun tidak luput dampak pembongkaran tradisi-tradisinya oleh pandemi Covid-19. Sekalipun penyelenggaraan pendidikan di banyak negara, terutama di negara-negara maju, telah diwarnai oleh kemajuan teknologi, namun tradisi bersekolah atau berkuliah yang berusia ribuan tahun bagaimanapun tetap saja masih mendominasi wajah pendidikan dunia. Namun tradisi itupun seolah luluh lantak dihantam pandemi ini. Sekolah-sekolah dan kampus-kampus harus ditutup. Lebih dari satu miliar anak dan pemuda dipaksa harus belajar dari/di rumah (Li dan Lalani, 2020, World Economic Forum). Kegiatan pembelajaran berbasis relasi interaksional secara fisik dalam atau luar kelas secara mendadak dan drastis harus dialihkan masuk ke ruang interaksi pembelajaran yang difasilitasi oleh teknologi pembelajaran dalam jejaring (daring). Penyelenggaraan pendidikan sejagad tiba-tiba berubah sifatnya menjadi berjarak, elektronis, dalam jaringan internet. Kita seolah melompat memasuki era pedagogi daring sekalipun ini sifatnya masih emergensi.

Secara faktual di Indonesia, sejumlah pemerintah daerah tadinya berinisiatif meliburkan kegiatan sekolah-sekolah selama 14 hari sejak 16 Maret 2020 (bbc.com 17 Maret 2020) tetapi lalu berubah kebijakannya menjadi belajar dari rumah. Perguruan-perguruan tinggi kemudian ikut beralih ke kegiatan perkuliahan daring. Melalui Surat Edaran No. 4 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahkan menetapkan kebijakan lebih lanjut, termasuk menghapuskan Ujian Nasional 2020. Penghapusan UN itu pernah diwacanakan beberapa kali tetapi gagal dilaksanakan karena hambatan-hambatan kelembagaan, termasuk belitan kepentingan-kepentingan di dalam penyelenggaraan UN. Namun, sekali datang pandemi Covid-19, UN langsung dihapuskan. Virus corona dan penyakit yang dibawanya ini seolah kini merupakan agen pendobrak tatanan yang jauh lebih kuat bahkan dari sebuah pemerintahan.

Melihat dampak-dampak kelembagaan luar biasa yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 itu, termasuk membongkar secara sementara tatanan-tatanan kelembagaan yang berusia sangat panjang, maka sangat wajar untuk memertimbangkan pertanyaan serius akan kemampuan pandemi Covid-19 untuk memunculkan model kehidupan sosial baru pasca pandemi ini. Wacana munculnya kebiasaan-kebiasaan baru atau yang kini lazim disebut new normal karenanya tidak terhindarkan, bahkan ikut mewabah. Tulisan ini hendak menyoal-jawab potensi pandemi mengubah tatanan-tatanan kelembagaan. Sekalipun ada banyak domain kelembagaan yang terdampak dari pandemi Covid-19, namun sektor pendidikan, dan khususnya pendidikan tinggi adalah ranah spesifik yang hendak dianalisis kekuatan pembentukan new normal oleh pandemi Covid-19. Pertanyaan yang diajukan adalah, "Akankah Pandemi Covid-19 Membentuk New Normal dalam Dunia Pendidikan?" Fokus analisis diberikan kepada aspek pedagogi.

Pedagogi dipahami awam sebagai segala pemahaman tentang dan praktik pengajaran (art and science of teaching). Dalam pemahaman ini, pengajaran seolah dipahami sebagai cara bagaimana pengajar memindahkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan kepada peserta belajar. Ini dapat lebih sempit lagi dipahami sebagai kegiatan pengajar berceramah dalam proses transmisi pengetahuan satu arah itu. Cara pandang ini menempatkan pengajar sebagai aktor sentral dalam kegiatan pengajaran. Namun, pedagogi harus dipahami lebih luas dan fundamental dari itu. Pedagogi secara fundamental lebih harus dimengerti sebagai bentuk pendampingan pengajar kepada para pembelajar agar mereka terstimulasi untuk aktif dan efektif dalam belajar. Pembelajar dan pembelajaran mereka lebih berposisi sentral daripada pengajar dan pengajarannya. Belajar dalam hal ini harus dipahami sebagai bagian dari kultivasi dan mekanisme menjaga keberlangsungan kehidupan. Oleh karena itu, bukan sekedar memindahkan isi pengetahuan tetapi lebih kepada pemupukan kemampuan untuk terus belajar sepanjang hayat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun