Mohon tunggu...
Negara Baru
Negara Baru Mohon Tunggu... Freelancer - Tentang Saya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi Sudut Pandang Baru Negara Kita

Selanjutnya

Tutup

Politik

China Provokasi Turunkan Jokowi?

26 Juni 2020   13:39 Diperbarui: 27 Juni 2020   19:07 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
demo. netralnews.com

Tak hanya terkait hubungannya yang erat dengan Indonesia, pemerintah China juga turut melontarkan agenda politik global yang makin memanaskan kelompok Islam, terutama bagi Blok Islam 212. Tepatnya pada Jumat pekan lalu, pemerintah China merilis film berjudul "Tianshan: Still Standing -- Memories of Fighting Terrorism in Xinjiang". Film dokumenter berbahasa Inggris ini menjadi propaganda China dalam upayanya menangani konflik Muslim Uyghur. Padahal bagi Blok Islam 212, Pemerintah China justru menindas Muslim Uyghur.

Sumber : Kontan [China rilis film dokumenter yang menggambarkan sifat brutal serangan teroris Xinjiang]

Secara kasat mata, berbagai wacana yang didorong oleh Pemerintah China terlihat seperti wacana politik biasa. Namun agenda yang dilancarkan saat memanasnya sentimen anti pemerintahan China terutama di tubuh Blok Islam 212, mahasiswa Sultra, dan oposisi justru menyulitkan Pemerintahan Jokowi. Hal inilah yang menyebabkan penulis bertanya-tanya akan motif dari Pemerintah China.

Apakah ini merupakan imbas dari kebijakan politik Indonesia yang mulai menjauhi Pemerintahan Negeri Tirai Bambu?

Sikap jaga jarak Indonesia dapat kita lihat di polemik Laut Natuna Utara awal 2020 lalu. Saat itu kapal nelayan China memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia tanpa izin. Uniknya, kapal nelayan tersebut dikawal coast guard China. Aksi itu memantik reaksi keras dari pemerintah Indonesia. Menlu Retno Marsudi menegaskan bahwa Pemerintah China harus mematuhi UNCLOS 1982 yang didalamnya mengatur ZEE suatu negara termasuk Indonesia. Sementara China lebih memilih berpatokan pada Nine Dash Line yang mencaplok sebagian Perairan Natuna.

Dasar yang kuat itu pula menyebabkan Presiden Jokowi menegaskan tidak ada tawar menawar terhadap kedaulatan Indonesia atas wilayahnya, termasuk Natuna yang diganggu Pemerintah China.

Sumber : CNN Indonesia [Jokowi Tegaskan Natuna adalah Wilayah NKRI]

Penegasan kedaulatan itu pula yang menyebabkan RI melalui TNI AL dengan gencar melancarkan patroli di wilayah Perairan Laut Natuna Utara pada 18 Juni 2020 lalu. Diketahui tensi di Laut China Selatan tengah memanas antar negara-negara yang berkepentingan di dalamnya. Operasi militer tersebut tentu bisa saja bergeser ke selatan memasuki Perairan Natuna Utara. Apalagi China berpotensi melanggarnya karena klaim atas wilayah Nine Dash Line Laut China Selatan.

Sumber : Merdeka [Situasi Laut China Selatan Memanas, TNI AL Kerahkan 4 KRI Siaga di Laut Natuna]

Bukti lainnya bahwa Indonesia mulai menjauh dari China adalah dalam penanganan pandemi Covid-19. Pada awal pandemi sekitar bulan April 2020, Indonesia mencatat impor barang penanganan pandemi corona sebesar Rp 777,59 miliar. Impor terbanyak berasal dari negeri tirai bambu. Impor tersebut berupa test kit, APD, obat-obatan, peralatan rumah sakit, masker, dan lain-lain.

Namun kini Indonesia tengah gencar memproduksi sendiri barang-barang yang awalnya diimpor. Mulai dari alat tes cepat, ventilator, hingga PCR test kit. Indonesia berusaha mandiri sehingga tidak perlu lagi mengimpor produk-produk kesehatan penaganan Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun