Mohon tunggu...
Komediana .com
Komediana .com Mohon Tunggu... -

Mengintip dunia dari celah humor.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Surat Telanjang untuk Faisal Basri

23 Juli 2011   07:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:26 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pak Faisal Basri,

Berkenaan dengan pencalonan Anda sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta, perlu kami sampaikan bahwa kami telah menayangkan sebuah siaran pers yang berasal dari Anda pada Jumat, 22 Juli 2011, pukul 11:06 WIB, atau empat menit sebelum penyakit mencret kami kambuh.

Tulisan tersebut dipublikasikan oleh seorang mahasiswa D3 perguruan tinggi salah satu kementerian. Entah dia berasal dari kementerian uang kertas entah dari kementerian uang logam, yang jelas kami sangat merindukan adanya hujan uang. Karena itulah kami menjadikan siaran pers yang dipublikasikannya sebagai headline.

Berkaitan dengan hal tersebut, kami ingin menyampaikan hal-hal sebagai berikut:


  • Ada kesalahan penulisan pada judul tulisan tersebut. Si mahasiswa menulis “Pers Release”, padahal yang benar adalah “Press Release”.

Kesalahan kecil ini cukup mengganggu buat pembaca yang teliti, tapi tidak bakal terlihat oleh pembaca yang membaca sambil melirik-lirik sales kartu kredit berpakaian mini.

Sebagaimana diketahui, sesungguhnya kami menerapkan moderasi secara terbatas. Yang kami utak-atik biasanya judul. Misalnya judul yang hurufnya KAPITAL semua, tentu akan kami ubah. Bagaimanapun juga, kami tak mau dicap sebagai media KAPITALIS.

Terhadap tulisan berisi siaran pers tersebut, kami memang agak lalai dalam memoderasi. Bukan berarti konsentrasi kami sedang tertuju ke sales kartu kredit berpakaian mini. Kami hanya sedang sibuk dengan urusan kami sendiri. Mohon dimaklumi, sudah beberapa tahun bekerja di sini, kami belum bisa juga naik haji.


  • Dengan meloloskan tulisan berisi siaran pers tersebut, apalagi menjadikannya sebagai headline, sesungguhnya kami telah melanggar aturan kami sendiri. Ya, kalau para pejabat negara boleh mengangkangi peraturan, mengapa kami tidak boleh? Kita duduk sama tinggi, berdiri sama rendah. Sepakat, kan?

Sebagai media sosial nomer wahid (tanpa Abdurrahman lho!) di Indonesia, kami memiliki Tata Tertib. Di Tata Tertib itu terdapat Syarat dan Ketentuan. Pada butir ke-8 poin d, kami membuat aturan anggota kami dilarang:

Menyalin, menayangkan-ulang atau meneruskan sebagian atau seluruh Tulisan, Komentar dan atau Berita milik orang atau pihak lain tanpa maksud membuat Tulisan atau Berita baru yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat disebut sebagai Konten miliknya.

Kami pastikan bahwa siaran pers yang kami jadikan headline itu tidak mengalami proses mutilasi sama sekali. Organ-organ tulisan itu kami biarkan utuh. Bagian vitalnya, yakni judul, bahkan tak kami pegang sama sekali, karena kami kuatir akan melanggar asas kesusilaan.

Nyata sekali, tindakan kami sebetulnya keliru. Si mahasiswa dari kementerian uang kertas/logam itu sejatinya tidak membuat tulisan atau berita baru yang dapat disebut sebagai konten miliknya. Seharusnya kami tidak boleh meloloskan tulisannya. Tapi, apa boleh buat, kami sudah kadung merindukan hujan duit. Hanya dengan itulah penyakit mencret kami akibat keseringan makan di McD bisa sembuh.


  • Selain melanggar aturan yang kami buat sendiri, dengan menayangkan siaran pers tersebut, sebetulnya kami juga telah bertindak diskriminatif.

Sebagai pihak yang menjelang pikun, untunglah kami masih ingat suatu hari seorang anggota kami mengeluhkan tulisannya yang kami hapus karena tulisan itu hanya berisi siaran pers. Saat itu kami berdalih bahwa tulisan tersebut sekadar copy-paste atau terjemahan bebasnya: kopi tubruk. Di mana-mana, kecuali ditubruk wanita cantik, tubruk-menubruk itu menyakitkan. Sepakat, kan?

Apalagi, anggota kami yang satu ini rada kurang ajar pada Pak Faisal Basri. Suatu ketika dia membuat tulisan berjudul “Faisal Basri Lebih Ahli, Saya Lebih Jeli!” Sikap jumawa inilah yang membuat kami ingin mengutuknya jadi kecoak, lalu kepalanya kami injak-injak, dan akhirnya kami umpankan ke mulut-mulut cicak.

Dengan demikian, sikap diskriminatif ini sengaja kami pilih, agar seluruh dunia mendengar bahwa demi turunnya hujan uang, sikap diskriminatif harus dibudidayakan, bersama ikan lele, ikan gabus dan ikan fauzi.

Demikianlah isi surat telanjang yang tanpa amplop tanpa ‘helm’. Mohon maaf kalau rasanya kurang asem.

Rawamangun, 23 Juli 2011

Hormat kami,

Jin Komediana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun