Mohon tunggu...
Ahmad Sastra
Ahmad Sastra Mohon Tunggu... Dosen - penulis

Ahmad Sastra adalah seorang penulis buku, baik fiksi maupun non fiksi sekaligus berprofesi sebagai dosen filsafat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menyoal Relasi Penguasa dan Rakyat di KUHP

10 Desember 2022   22:14 Diperbarui: 10 Desember 2022   22:22 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pandangan Islam, penguasa dan rakyat harusnya saling menguatkan. Ibnu Qutaibah (w. 276H) mengutip perkataan Kaab al-Akhbar rahimahumalLah: "Perumpamaan antara Islam, kekuasaan dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam. Tiangnya adalah kekuasaan. Tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya.

Rasulullah bersabda : Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Makna ar-r'i adalah al-hfidz al-mu'taman8 (penjaga, pemelihara, wali, pelindung, pengawal, pengurus, pengasuh yang diberi amanah). Penguasa/pemimpin wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya.

Khalifah 'Umar bin al-Khaththab ra. pernah melihat orang tua yang mengemis. Ia ternyata beragama Yahudi. Beliau bertanya, "Apa yang memaksa engkau mengemis?" Dia menjawab, "Untuk membayar jizyah (sejenis pajak), kebutuhan hidup dan karena aku sudah tua (tidak sanggup bekerja)." Lalu Khalifah Umar ra. mengutus dia kepada penjaga Baitul Mal dan berkata kepada penjaganya, "Lihatlah orang ini dan yang seperti dia! Demi Allah, kita tidak adil kepada dia jika kita mengambil jizyah pada masa mudanya, kemudian kita menistakannya ketika telah tua." Setelah itu beliau membebaskan orang tua tersebut dari membayar jizyah. Bahkan beliau memberi dia subsidi dari Baitul Mal.

Dalam perumpamaan sebelumnya, fungsi tali dan pasak adalah untuk menjaga tiang agar tidak miring atau roboh. Demikianlah rakyat. Selain wajib taat kepada penguasa dalam perkara yang merupakan wewenang mereka dan bukan kemaksiatan, rakyat juga wajib menjaga agar penguasa tetap tegak di atas hukum syariah.

Semisal dari sekitar 627 pasal yang dikutip detik.com,  lesbian, biseksual, gay, dan transgender (LGBT) tidak dimasukkan sebagai delik pidana.Padahal sudah lama disuarakan agar disorientasi seksual itu dimasukkan sebagai pelanggaran hukum. Tentu saja telah jelas, bahwa praktek LGBT bertentangan dengan agama sebagai living law negeri ini, termasuk bertentangan dengan Pancasila. Namun apa daya rakyat tak mampu mengatur undang-undang negeri ini, bisanya hanya memberikan masukan dan rasa benci dalam hati sebagai bentuk lemahnya iman karena dibatasi oleh kewenangan.

Jika rakyat tidak memiliki kemampuan mengubah kemungkaran penguasanya. Hal paling minim yang harus mereka lakukan adalah dengan membenci dan menampakkan sikap tidak rela terhadap kemungkaran tersebut. Ketika menjelaskan hadis Ummu Salamah r.a terkait kemungkaran penguasa, Imam an-Nawawi menyatakan : Siapa saja yang mengetahui kemungkaran dan tidak meragukan kemungkarannya, maka itu telah menjadi jalan bagi dia menuju kebebasan dari dosa dan hukuman dengan cara dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya atau lisannya. Jika dia tidak mampu, hendaklah dia membenci kemungkaran itu dengan hatinya.


(AhmadSastra,KotaHujan,07/12/22 : 14.56 WIB)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun