PENDAHULUAN
Teori Akuntansi dengan pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey memberikan cara pandang baru terhadap hakikat akuntansi sebagai ilmu yang tidak hanya berfokus pada angka, data, dan prosedur teknis, tetapi juga pada pemahaman makna dan nilai kemanusiaan di balik praktik ekonomi. Wilhelm Dilthey (1833-1911), seorang filsuf Jerman, dikenal sebagai tokoh yang membedakan secara tegas antara ilmu alam (Naturwissenschaften) dan ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften). Menurutnya, ilmu alam menjelaskan fenomena dengan hukum sebab-akibat yang objektif, sedangkan ilmu kemanusiaan berupaya memahami kehidupan manusia dari dalam melalui pengalaman, makna, dan nilai moral. Ketika pandangan ini diterapkan dalam akuntansi, Dilthey mengajak untuk melihat bahwa angka-angka dalam laporan keuangan bukan sekadar hasil perhitungan matematis, melainkan simbol kehidupan ekonomi manusia yang mencerminkan tanggung jawab, niat, dan nilai sosial.
Pendekatan hermeneutik dalam akuntansi berangkat dari gagasan bahwa memahami lebih penting daripada sekadar menjelaskan. Akuntansi tidak dapat direduksi menjadi alat pengukuran objektif yang netral, karena di balik setiap transaksi dan laporan terdapat keputusan moral, pengalaman emosional, serta konteks sosial yang memengaruhi maknanya. Laba, misalnya, bukan hanya hasil perhitungan keuangan, tetapi juga bisa dimaknai sebagai keseimbangan antara usaha dan nilai moral, atau bahkan sebagai wujud rasa syukur dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, akuntansi menjadi bagian dari ekspresi kehidupan manusia (das Leben), di mana setiap simbol dan angka mencerminkan makna yang hidup dan dinamis.
Dalam perspektif Dilthey, penelitian dan praktik akuntansi seharusnya tidak hanya menjelaskan data ekonomi secara empiris, tetapi juga menafsirkan makna dan nilai di baliknya melalui proses pemahaman (Verstehen). Pendekatan hermeneutik memungkinkan akuntansi menjadi ilmu yang lebih manusiawi, karena memperhatikan dimensi etika, empati, dan moralitas yang melekat dalam kehidupan ekonomi. Peneliti dan akuntan tidak lagi dipandang sebagai pengamat netral, melainkan sebagai penafsir kehidupan sosial yang berusaha memahami konteks dan nilai-nilai yang melatarbelakangi setiap angka. Dengan demikian, teori akuntansi hermeneutik Wilhelm Dilthey menghadirkan akuntansi sebagai ilmu yang utuh bukan sekadar alat teknis untuk mencatat realitas ekonomi, tetapi juga cermin kehidupan manusia yang menulis kisah, nilai, dan makna kemanusiaan melalui simbol-simbol angka.
Apa yang dimaksud Dilthey ketika menyebut akuntansi sebagai ilmu kemanusiaan yang menafsirkan makna di balik angka?
Wilhelm Dilthey memandang akuntansi bukan hanya sebagai sistem teknis yang berfungsi mencatat transaksi keuangan, tetapi sebagai ilmu kemanusiaan yang menafsirkan makna di balik angka. Pandangan ini muncul dari pemikirannya tentang dua jenis ilmu, yaitu ilmu alam (Naturwissenschaften) dan ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften). Ilmu alam menjelaskan fenomena objektif berdasarkan hukum sebab-akibat, sedangkan ilmu kemanusiaan berupaya memahami pengalaman, makna, dan nilai kehidupan manusia. Dalam konteks ini, Dilthey menegaskan bahwa akuntansi tidak cukup dijelaskan melalui pendekatan ilmiah yang hanya menekankan angka dan data, karena di balik angka-angka tersebut terdapat kehidupan manusia yang penuh makna, nilai moral, dan ekspresi sosial.
Selama ini, akuntansi sering dianggap sebagai "ilmu sosial yang meniru ilmu eksakta." Pendekatan positivistik memandang laporan keuangan sebagai objek yang bisa diukur secara empiris dan diuji dengan rumus atau korelasi statistik. Namun, menurut Dilthey, pendekatan tersebut hanya melihat permukaan dari realitas ekonomi. Ia mengibaratkan cara pandang positivistik seperti dokter yang mengamati pasien dari luar tanpa memahami perasaan dan pengalaman batinnya. Sebaliknya, dalam pendekatan hermeneutik yang dikembangkan Dilthey, akuntansi harus dilihat dari dalam, melalui pemahaman terhadap pengalaman hidup para pelaku ekonomi. Laporan keuangan bukan lagi sekadar kumpulan data, tetapi teks kehidupan yang menyimpan kisah manusia, keputusan moral, dan tanggung jawab sosial.