Mohon tunggu...
Vanaya Kirana
Vanaya Kirana Mohon Tunggu... Mahasiswi

law student

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dari Sekolah ke Meja Hijau : Menagih Keadilan Bagi Korban Anak di SMP Negeri 3 Depok

3 Juli 2025   11:54 Diperbarui: 3 Juli 2025   11:54 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Sekolah SMPN 3 Depok, Ety Kuswandarini.

Kronologi Kasus

Kepala SMPN 3 Depok Ety Kuswandarini merespon adanya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru berinisial IR terhadap siswanya. SMPN 3 Depok telah melakukan pemeriksaan dan didapati seorang siswa mendapatkan pelecehan verbal dari oknum guru tersebut.

Ety mengatakan, pelecehan verbal terjadi pada 13 Maret 2025, usai wali murid VII-7 mendapatkan info dari wali murid. Adapun informasi yang didapat bahwa terdapat video berisi percakapan siswi dengan oknum guru IR. Video tersebut juga sempat viral di media sosial.

“Kami terima video itu, ternyata video tersebut adalah hasil percakapan rekaman voice note WA yang dijadikan video dengan subtitle isi percakapan,” ujar Ety saat ditemui di sekolah, Kamis (22/5/2025).

Ety menjelaskan, pelecehan yang dilakukan IR kepada siswa bukan berupa tindakan fisik. Menurut dia, pelecehan yang dilakukan merupakan pelecehan verbal yang berisi percakapan yang tidak seharusnya.

“Ini kembali mencuat setelah ada postingan IG berisi tentang adanya pelecehan seksual terhadap siswa kemudian menjadi viral dan menggiring opini, tentang pelecehan seksual fisik yang berakibat menghancurkan masa depan anak-anak, seolah telah terjadi hubungan seksual,” kata Ety.

     

Ety menegaskan, tidak ada pelecehan berupa fisik, namun faktanya pelecehan dilakukan secara verbal. SMPN 3 Depok telah menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan antara oknum guru dengan korban dan keluarganya.

“Setelah kami lakukan klarifikasi, saya membuat surat peringatan pertama kepada yang bersangkutan per 10 April,” tegas Ety.

Tidak hanya itu, Ety telah meminta IR menjalani pemeriksaan kejiwaan. Namun, kini kasus tersebut kembali mencuat terkait video percakapan antara IR dengan korban. Pihak sekolah pun telah memberikan surat peringatan kedua kepada IR pada 21 Mei 2025.

“Kemarin, saya membuatkan surat permintaan kesehatan jiwa ke psikiater, untuk yang kedua kalinya terkait adanya kejadian viral tersebut,” ucap Ety.

Foto Pak Irwandi selaku Tersangka Pelecehan Seksual. Sumber : X
Foto Pak Irwandi selaku Tersangka Pelecehan Seksual. Sumber : X

Sebelumnya diberitakan, seorang guru SMPN di Depok diduga melakukan pelecehan seksual terhadap siswanya. Dugaan pelecehan seksual dialami tujuh siswa yang terjadi pada 2019, 2024, dan beberapa bulan lalu di 2025.

Pembimbing Ekstrakulikuler berinisial SP mengatakan, dugaan pelecehan seksual saat beberapa korban menceritakan kejadian tersebut kepada dirinya. Korban berani menceritakan kepadanya melalui personal chat media sosial.

"Korban yang menghubungi itu ada empat, langsung personal chat, menceritakan kejadian, dan lain-lain, dan itu beda-beda untuk timeline waktunya, ada dari 2024, terus ada juga yang 2025, dan memang yang makin ramai itu adalah saat puasa 2025," ujar SP saat ditemui awak media, Kamis (22/5/2025).

SP menjelaskan, dugaan pelecehan seksual oknum guru SMP ini ramai menjadi perbincangan dikarenakan korban memiliki bukti rekaman. Salah satu korban kerap mendapatkan obrolan yang mengarah pembicaraan dewasa yang bukan seharusnya dibicarakan untuk siswa SMP.

Namun, dugaan sementara mengarah pada sedikitnya tujuh siswi yang menjadi korban.

“Menurut pengakuan korban, kemungkinan ada tujuh siswi lain yang mengalami perlakuan serupa. Kami imbau para korban untuk segera membuat laporan ke PPA,” katanya.

"Kemudian korban pertama ini berusaha melapor bersama orang tuanya ke sekolah, sekolah merasa diselesaikan secara internal dan lain-lain, dianggap sudah selesai," jelas SP.

Ety mengamini dari pengakuan IR telah terjadi pelecehan verbal. Namun, perbuatan IR terjadi karena terpancing oleh siswi tersebut.

“Tidak melakukan tindakan, itu hanya tindakan verbal. Kata-kata yang itu pun dipancing oleh anak. Jadi karena dipancing oleh anak, bapak ini terbawa pengakuannya,” terang Ety.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD)  Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Depok Icuk Pramana Putra yang memberikan pendampingan kepada para siswi. Ia mendesak Wali Kota Depok Supian Suri mengambil langkah tegas terhadap guru berinisial IR ini.

"Peristiwa yang menjadi sorotan publik ini harus ditangani secara tuntas, sang guru diproses secara administratif dan hukum," katanya.

Menurut Icuk, IR  harus diberhentikan dari tugas mengajar dan dipecat  sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Tak hanya IR, Kepala SMPN 3 Kota Depok dan Kadisdik Kota Depok juga harus ditindak. Langkah ini lantaran sudah seringnya terjadi kasus serupa menimpa siswi oleh oknum guru di sekolah-sekolah.

"Kadisdik dan Kepala Sekolah harus ada tindakan, jika ternyata tidak ada tindakan, tindakannya tidak dibuat. Ini akan menjadi kekhawatiran publik," tegas Icuk.

Kepala SMPN 3 Kota Depok Ety Kuswandarini berusaha menghindar saat dikonfirmasi. Dengan suara terbata-bata, Ety mengatakan akan pernyataan resmi terkait peristiwa memalukan tersebut.

"Press rilis akan saya bikin," katanya.

Fakta Kasus

Fakta KasusTerduga pelaku berinisial IW/SP, merupakan guru yang cukup dekat dengan siswa karena terlibat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Bentuk pelecehan yang dilaporkan antara lain meraba bagian tubuh korban saat "membetulkan dasi" dan memberikan komentar seksual. Meskipun beberapa siswi telah mengadu sejak lama, pihak sekolah hanya memberikan peringatan internal tanpa melibatkan penegak hukum. Sehingga belum ada Keadilan tetap bagi para Korban

Faktor apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi?

Kasus pelecehan seksual ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Ada banyak faktor penyebab yang saling terkait dan membentuk lingkungan yang memungkinkan kekerasan tersebut terjadi. Pertama, kelalaian institusi sekolah menjadi sorotan utama. Saat laporan awal disampaikan ke pihak sekolah pada 22 Mei 2025, respons yang diberikan sangat minim, bahkan terkesan mengabaikan dan melindungi si Pelaku. Ketidakseriusan dalam menanggapi aduan awal ini memperlihatkan bahwa mekanisme perlindungan di sekolah belum berjalan sebagaimana mestinya. Sistem pengaduan internal yang seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa justru gagal menjalankan fungsinya.

Penyebab lainnya adalah relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban. Pelaku adalah guru IPS yang memiliki kedekatan dengan para siswa, yang membuatnya bisa memanfaatkan posisinya untuk melakukan manipulasi, intimidasi, atau pendekatan yang sulit ditolak oleh korban. Sayangnya, tidak ada pengawasan yang ketat dari guru lain. Situasi inilah yang memberi ruang gelap bagi pelaku untuk bertindak bebas dan berulang.

Selain itu, minimnya edukasi tentang kekerasan seksual dan hak-hak siswa di sekolah turut memperparah keadaan. Banyak siswa belum memahami batasan perilaku yang patut dan tidak patut, baik dari segi fisik maupun verbal. Bahkan, sebagian siswa mungkin merasa kebingungan untuk mengenali tindakan pelecehan atau cara melaporkannya karena tidak adanya sosialisasi khusus dari pihak sekolah.

Tak kalah penting, ada stigma sosial dan tekanan psikologis yang membuat korban enggan untuk segera bersuara. Rasa takut disalahkan, takut tidak dipercaya, bahkan takut diintimidasi oleh lingkungan sekolah atau pelaku, menciptakan suasana yang mengekang korban. Semua faktor ini bersatu dan menciptakan kondisi yang memungkinkan pelecehan seksual terjadi secara sistemik dan berulang di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat paling aman: sekolah.

Demo Buntut Dugaan Kasus Pelecehan Seksual oleh Oknum Guru, Ratusan Alumni dan Pelajar SMPN 3 Depok

Apa Penanggulangannya yang Harus Ditegakkan?

Penanggulangan atas kasus pelecehan seksual di sekolah harus dilakukan secara menyeluruh, cepat, dan berpihak pada korban. Langkah pertama dan utama adalah penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku. Dalam kasus ini, pelaku yang masih berstatus pelajar tetap harus diproses secara hukum sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terutama Pasal 289 tentang pencabulan atau pasal lainnya yang relevan. Bila terbukti bersalah, pelaku harus dijatuhi sanksi pidana berupa penjara

Lebih lanjut, pihak sekolah pun tidak boleh luput dari tanggung jawab. Jika terbukti terjadi pembiaran, kelalaian, atau bahkan penutupan kasus secara internal, maka guru BK, wali kelas, ataupun jajaran pimpinan sekolah dapat dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran keras, pencopotan jabatan, hingga pemecatan, sesuai aturan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Sekolah juga wajib menyampaikan permintaan maaf terbuka serta menjalani proses evaluasi kelembagaan oleh Dinas Pendidikan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Untuk korban, langkah penanggulangan yang tidak kalah penting adalah pemulihan psikologis secara berkelanjutan. Pemerintah daerah harus memastikan korban mendapatkan layanan konseling dari psikolog anak dan pendampingan hukum yang layak. Upaya ini tidak boleh hanya dilakukan sekali, melainkan harus menyertakan pendampingan hingga korban benar-benar pulih dan bisa kembali belajar dengan tenang. Bila perlu, korban dapat diberi fasilitas pindah sekolah dengan jaminan perlindungan dan pemulihan hak pendidikan.

Secara sistemik, kasus ini harus menjadi pintu masuk bagi perubahan. Pemerintah harus mengeluarkan protokol nasional tentang penanganan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk pembentukan unit layanan khusus di sekolah yang bertugas menangani kekerasan seksual, dilengkapi tenaga profesional. Dalam jangka panjang, dibutuhkan komitmen kuat untuk membangun budaya sekolah yang berpihak pada keselamatan dan martabat peserta didik. Karena tanpa keberpihakan itu, luka-luka serupa akan terus berulang, dan sekolah akan gagal menjalankan perannya sebagai tempat yang seharusnya paling aman bagi anak-anak kita.

Sudah saatnya pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat luas tidak lagi bersikap reaktif dan parsial. Diperlukan pembaruan sistemik dan menyeluruh untuk menciptakan sekolah yang benar-benar aman dan ramah anak. Pemerintah pusat, melalui Kemendikbudristek dan Kementerian PPPA, harus segera menyusun regulasi tegas yang mengatur pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk kewajiban setiap sekolah memiliki unit penanganan khusus, SOP pelaporan, hingga mekanisme perlindungan terhadap korban dan saksi. Pemerintah daerah juga perlu lebih proaktif dengan mengadakan pelatihan rutin bagi guru dan staf sekolah agar paham bagaimana merespons laporan korban secara cepat dan empatik.

Selain itu, pengawasan terhadap kegiatan ekstrakurikuler dan interaksi antarsiswa harus diperketat. Semua aktivitas siswa, terutama yang dilakukan di luar ruang kelas atau dalam bimbingan senior, harus berada dalam pengawasan guru atau pembina yang bertanggung jawab. Di sisi lain, sekolah harus membuka ruang diskusi yang aman, seperti forum siswa atau sesi konseling terbuka, agar peserta didik memiliki keberanian untuk menyuarakan keresahan mereka tanpa takut dihakimi. Tak kalah penting, masyarakat dan media perlu terus mengawal kasus seperti ini agar tidak tenggelam, serta mendorong budaya zero tolerance terhadap kekerasan seksual di mana pun - terutama di sekolah, tempat anak-anak seharusnya merasa paling dilindungi.

Jika seluruh elemen ini berjalan bersama, kasus-kasus seperti yang menimpa dua siswi di Tangerang Selatan tidak akan lagi terulang. Sudah waktunya kita berhenti mengatakan "jangan sampai terjadi lagi", dan mulai memastikan bahwa itu benar-benar tidak akan pernah terjadi lagi.

Aspek Hukum dan Tindak Lanjut

Pasal yang berlaku:

  • UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1/2016 (Penghapusan Kekerasan Seksual), KUHP (pasal pencabulan), dan UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
  • Dugaan pidana dapat ditindak lanjuti oleh Unit PPA Polres Metro Depok dan pelaku bisa dipidana jika terbukti
  • Organisasi masyarakat (IPNU, alumni, LSM) dan DPRD Depok mendesak penegakan hukum secara terbuka dan transparan, tanpa penanganan informal

Analisis Hukum: Dalam konteks hukum Indonesia, perbuatan tersebut memenuhi unsur pidana dalam Pasal 76E jo. Pasal 82 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul. Anak sebagai korban memiliki hak perlindungan khusus yang ditegaskan dalam Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Lambatnya pelaporan ke pihak berwajib menandakan masih adanya budaya tutup-tutupi dan kekeliruan dalam memahami mekanisme hukum.

Tantangan Penegakan Hukum :

 (1) ketidaksiapan sekolah dalam menangani kasus kekerasan seksual

 (2) tidak adanya SOP pelaporan pelecehan seksual

 (3) ketakutan korban untuk melapor dan

 (4) minimnya peran aktif Dinas Pendidikan dan lembaga perlindungan anak dalam mengawal proses hukum.

Rekomendasi

Penegakan hukum harus dilakukan hingga ke meja hijau, bukan berhenti pada sanksi administratif.

  • Sekolah wajib melibatkan pihak kepolisian begitu ada indikasi kekerasan seksual.

  • Korban harus didampingi oleh psikolog dan penasihat hukum secara gratis.

Kesimpulan Kasus ini menjadi titik tolak penting untuk mengevaluasi sistem perlindungan hukum anak di lingkungan sekolah. Keadilan bagi korban hanya dapat dicapai jika semua pihak—terutama sekolah dan penegak hukum—melaksanakan kewajibannya secara transparan dan akuntabel.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun