Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Interpretasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur: Dialektika, Dinamika, dan Probabilitas

19 Februari 2024   05:43 Diperbarui: 20 Februari 2024   07:45 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan menurunkan ikan tuna hasil tangkapan mereka di pelabuhan Benoa, Bali.(AFP/SONNY TUMBELAKA)

Kerangka Berpikir Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Berangkat dari upaya untuk menekan laju eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan yang tidak terukur, sehingga mengakibatkan pola eksploitasi membabi buta yang berdampak pada laju penangkapan ikan berlebih hingga kerusakan ekologi kelautan. 

Disamping itu berdasarkan data hasil kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan atau Komnas KAJISKAN, pada tahun 2022 bahwa potensi lestari perikanan tangkap Indonesia adalah sebesar 12,01 juta ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 82 persen.

Maka prakiraan potensi ikan tertangkap pada tahun 2022 mencapai 1,5 juta ton dengan nilai PNBP sebesar 3,875 triliyun rupiah, sedangkan tahun 2024 potensi ikan tertangkap mencapai 5 juta ton, dengan nilai PNBP sebesar 14,554 triliyun rupiah.

Melihat kondisi pemanfaatan serta peluang tersebut pemerintah menggagas kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Di mana konsep kebijakan tersebut merupakan komponen yang membentuk dan merangkai end-to-end bisnis proses perikanan tangkap, terkuantifikasi/terukur. 


Tentunya kebijakan tersebut memerlukan akurasi estimasi potensi, pengalokasian jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan kuota penangkapan ikan.

Sumber: https://ledadiklat.com/
Sumber: https://ledadiklat.com/

Untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan tersebut tentunya perlu penguatan regulasi seperti peraturan pemerintah, permen, dan prosedur pelaksanaan. Hal tersebut sangat dibutuhkan agar sumber daya ikan dapat dinikmati nelayan beserta stakeholder kelautan dan perikanan. 

Pemerintah tentunya melakukan beragam pendekatan dengan berkonsultasi/berkoordinasi dengan setkab, kemenkeu, pemerintah provinsi/kab/kota, perguruan tinggi, DPR, BPK, LSM/NGO dan masyarakat nelayan untuk menuntaskan kebijakan tersebut.

Tapi tentunya perlu diingat bahwa kebijakan apapun itu, selalu perlu waktu untuk pembelajaran dan tentunya akan menuai pro dan kontra untuk itu perlu adanya dealiktika yang benar-benar sesuai dengan tujuan utama yaitu untuk menjaga keseimbangan antara ekologi dan ekonomi. 

Dinamika dan peluang tentu akan menjadi perspektif tersendiri untuk menginterpretasikan sebuah kebijakan.

Hal tersebut tentunya menjadi pembahasan yang menarik untuk memahami kebijakan mengenai kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) di Indonesia. Dan perlu dipahami bahwa untuk membuat sebuah kebijakan tentunya proses pengambilan keputusan tidak selalu berjalan mulus, tetapi arah yang diinginkan harus tetap terlihat jelas.

Dialektika Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Proses dialektika sebuah kebijakan publik tentunya akan menjadi cermin dari proses deliberasi yang melibatkan berbagai pihak dengan tujuan menciptakan kebijakan yang adil dan bermanfaat bagi semua. 

Untuk itu kebijakan penangkapan ikan terukur tentunya melibatkan berbagai pihak dengan beragam pandangan, nilai, dan kepentingan.

Proses dealiktika sebuah kebijakan tentunya bukan menjadi penghalang implementasi kebijakan itu sendiri namun justru menjadi bagian dari penyempurnaan dan upaya mencari titik temu sebuah kebijakan. 

Bagi kebijakan penangkapan ikan terukur dialektika sebagai upaya untuk menyempurnakan kebijakan sehingga kebijakan tersebut mampu memberikan transformasi tata kelola perikanan tangkap yang mengedepankan keberlanjutan ekologi, keseimbangan sosial, dan manfaat ekonomi.

Diberlakukannya relaksasi kebijakan penangkapan ikan terukur menggambarkan sebuah proses dialektika dan internalisasi kebijakan di antara para pemangku kepentingan yang masih terus berjalan. 

Dan jika diikuti perjalanan kebijakan tersebut sebenarnya dapat kita lihat bahwa kebijakan tersebut telah melalui jalan dialog dan diskusi yang cukup panjang. Meskipun begitu, dialektika ini bukanlah penghalang, melainkan bagian integral dari upaya penyempurnaan kebijakan.

Dinamika Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Dari awal perencanaan dinamika atau tantangan kebijakan penangkapan ikan terukur muncul dalam bentuk konflik, negosiasi, dan dinamika antar stakeholder. 

Selanjutnya pasca terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur muncul sejumlah penolakan, aksi demonstrasi dan diskursus publik menimbulkan berdebatan dan diskusi yang melibatkan masyarakat dan pembuat kebijakan.

Untuk mengakomodir harapan masyarakat pemerintah kemudian menyiapkan beberapa skema transisi implementasi kebijakan, sehingga diterbitkannya Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.1090/MEN-KP/VII/2023 tentang Migrasi Perizinan Berusaha Subsektor Penangkapan Ikan dan Pengangkutan Ikan. 

Surat edaran tersebut selain mengatur tentang pelaksanaan kewenangan perizinan berusaha, juga memberikan alternatif usaha melalui mekanisme migrasi perizinan kapal penangkap ikan dan pengangkut ikan yang perizinan berusahanya diterbitkan oleh pemerintah daerah namun beroperasi di atas 12 mil laut. 

Hal ini menjadi jalan keluar atas maraknya kapal penangkap ikan yang perizinan berusahanya diterbitkan oleh pemerintah daerah namun melakukan pelanggaran penangkapan ikan di perairan di atas 12 mil laut, yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Probabilitas Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Kebijakan penangkapan ikan terukur memiliki tujuan sebagai strategi usaha untuk memastikan kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga dan dapat memberikan kesejahteraan nelayan, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil perikanan, kepastian berusaha, kontribusi bagi dunia usaha, serta bagi negara. 

Kebijakan tersebut mendorong usaha penangkapan ikan yang terkendali dan proporsional, dilakukan di zona penangkapan ikan terukur, berdasarkan kuota penangkapan ikan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional.

Kebijakan tersebut merupakan langkah maju sebagai upaya menjaga keberlanjutan sumber daya ikan, dengan mengedepankan prinsip optimalisasi yang jauh lebih tepat daripada maksimalisasi pemanfaatan sumber daya perikanan. 

Sebagai mana kita tahu bahwa maksimalisasi berpotensi memberikan dampak buruk dalam jangka panjang karena membahayakan aspek keberlanjutan. Dengan kebijakan PIT yang menerapkan sistem kuota penangkapan ikan dan zonasi sehingga pemanfaatan sumber daya ikan dapat sesuai dengan daya dukungnya.

Kuota penangkapan diberikan kepada para pelaku usaha sub sektor perikanan tangkap seperti investor/industri, nelayan lokal, dan penghobi. Kuota penangkapan yang didasarkan pada kapabilitas dan kapasitas pelaku, diharapkan dapat menghindari terjadinya ketimpangan antara pelaku kecil, menengah, dan besar. 

Selain hal tersebut, kategorisasi kuota ini diharapkan dapat memberikan kesejahteraan untuk nelayan kecil. Untuk itu kebijakan tersebut sudah sangat tepat sebagai acuan pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia dengan tetap menjaga ekologi dan biodiversity, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan wilayah, serta kesejahteraan nelayan. Kebijakan ini sangat tepat untuk menghapus praktik illegal, unreported, dan unregulated fishing.

Kebijakan PIT harus didukung oleh instrumen yang matang baik dari segi legal serta infrastruktur pendukung baik perencanaan, proses bisnis hingga pengawasan. 

Salah satunya adalah penetapan hub & spoke perlu diperhatikan untuk menjamin efisiensi dan efektivitas proses pengangkutan ikan yang harus dilakukan berdasarkan pemetaan supply & demand. Pemetaan ini perlu secara end-to-end dari nelayan penangkap ikan sampai konsumen, baik domestik maupun ekspor.

Relaksasi Kebijakan Menjadi Strategi Mengoptimalkan Implementasi

Akhir November 2023 Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1954/MEN-KP/XI/2023 yang menetapkan penundaan implementasi PIT hingga 31 Desember 2024. 

Strategi ini tentunya menjadi langkah yang efektif untuk menguatkan kembali instrument kebijakan. Relaksasi juga sejalan dengan konsep pembelajaran dalam kebijakan yaitu memberikan ruang untuk evaluasi dan penyesuaian. 

Relaksasi kebijakan sebagai upaya memastikan kesiapan dan penerimaan publik terhadap transformasi tata kelola perikanan tangkap.

Pertama: Proses Internalisasi dan Kesepakatan, di mana dialektika kebijakan PIT melibatkan banyak perdebatan, diskusi, dan penolakan. 

Kebijakan PIT juga sudah melalui diskursus publik, dan pertemuan antara pemerintah dengan perwakilan Asosiasi Nelayan, dengan menghasilkan kesepakatan seperti penyesuaian Harga Acuan Ikan untuk mengurangi beban pelaku usaha perikanan tangkap. 

Internalisasi nilai-nilai kebijakan terus diberikan kepada publik, untuk memastikan publik memahami tujuan utama kebijakan adalah menjaga keseimbangan antara ekologi dan ekonomi.

Kedua: Penguatan legal dan partisipasi masyarakat, di mana sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2023 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 tahun 2023, adalah penguatan legal bagi sebuah kebijakan sehingga masyarakat memiliki norma-norma dalam mengimplementasikan kebijakan penangkapan ikan terukur. 

Namun disisi lain perlu adanya peran masyarakat dalam menciptakan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada manfaat ekonomi, tetapi juga keberlanjutan ekosistem dan keseimbangan sosial. Sosialisasi dan partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci kesuksesan.

Ketiga: Mendorong implementasi kebijakan dengan memperhatikan harmonisasi antara kebijakan dan kebutuhan masyarakat. Di mana pemerintah terus berupaya mendorong kesiapan implementasi PIT melalui Surat Edaran Nomor B.1569/MEN-KP/X/2023 dan upaya membangun Kampung Nelayan Modern. 

Pemerintah juga menyiapkan software dan hardware pendukung, seperti sistem pemantauan kapal perikanan dan aplikasi penangkapan ikan terukur secara elektronik (e-PIT). Selain itu juga membangun kolaborasi antar instansi dan sektor, melibatkan pemerintah, lembaga, pemerintah daerah, BUMN, swasta, dan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun