Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manajemen Subsidi yang Efektif untuk Nelayan

27 Maret 2018   11:09 Diperbarui: 27 Maret 2018   11:10 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dampak Subsidi Nelayan

Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-11 yang berlangsung di Buenos Aires, Argentina, Januari 2018,  disepakati tentang berbagai permasalahan di bidang perikanan termasuk isu peninjauan nelayan kecil dan artisanal yang selama ini menjadi isu utama di Indonesia. Dengan kesepakatan tersebut, ada peninjauan kembali untuk penerapan subsidi perikanan di seluruh negara.

Sebagai negara yang memperjuangkan pemberantasan praktik IUUF, pemerintah menilai subsidi perikanan masih diperlukan untuk menopang kehidupan nelayan kecil dan artisanal. Untuk itu, perlu ada fleksibilitas dalam penyaluran subsidi perikanan di negara berkembang seperti Indonesia. Jangan sampai, nelayan kecil dan artisanal terkena imbas. Indonesia mendukung adanya pelarangan subsidi yang menyebabkan overcapacity dan overfishing, serta penghapusan subsidi yang berkontribusi terhadap IUUF. Untuk transparansi, Indonesia mendukung penguatan pelaksanaan notifikasi subsidi agar pemberian subsidi oleh negara maju kepada industri perikanan besar dapat dipantau.

Armada penangkapan ikan di Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh kapal berukuran kecil berukuran di bawah 10 gros ton (GT). Fakta tersebut dinilai bisa menjadi celah bagi pelaku IUUF untuk melancarkan aksinya di perairan laut Indonesia. Untuk itu, Pemerintah harus segera membenahi tata kelola dan manjemen perikanan dalam negeri. Praktik tersebut bisa terjadi karena kapal berukuran maksimal 10 GT tidak memiliki kewajiban untuk melakukan registrasi dan perizinan. Kondisi tersebut, secara tidak langsung akan memberi kesempatan kepada pemilik kapal berukuran tersebut untuk melakukan IUUF. Tanpa pengaturan, hal ini berpotensi merusak upaya mewujudkan praktik perikanan berkelanjutan yang dikampanyekan sendiri oleh pemerintah Indonesia.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, Abdi Suhufan menjelaskan, kapal berukuran kecil di bawah 10 GT dikategorikan sebagai kapal nelayan kecil. Dengan status tersebut, pemilik kapal berukuran tersebut kemudian mendapatkan beragam kemudahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seperti subsidi dan kebijakan bantuan lainnya. Tetapi agar tidak terjadi praktik IUU Fishing yang sedang gencar dikampanyekan sekarang, Pemerintah Indonesia harus segera menyiapkan langkah antisipasi dengan kemudahan yang didapat kapal berukuran kecil di bawah 10 GT. Antisipasi harus ada, karena selain potensi IUUF, dia menilai ada potensi negatif lainnya yang bisa dilakukan pemilik kapal kecil tersebut. Ketiadaan izin bagi kapal kecil akan berkonsekuensi pada sulitnya melakukan traceabilty (penelusuran) hasil dan lokasi tangkapan serta berpotensi berkontribusi pada terjadinya overfishing.

Di antara bentuk subsidi yang diberikan Pemerintah Indonesia untuk sektor perikanan dan kelautan, adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2014. Di dalam Permen tersebut, kapal berukuran 30 gros ton (GT) dibolehkan untuk mendapatkan subsidi solar. Kebijakan tersebut dinilai tidak tepat sasaran, karena masih ada kapal berukuran kecil yang lebih berhak menerima subsidi.


Mayoritas rumah tangga nelayan yang ada di Indonesia, rata - rata  menghabiskan 60 persen pengeluaran ongkos produksi hanya untuk membeli BBM. Kondisi itu berbanding terbalik dengan subsidi yang diterima kapal besar berukuran 30 GT. Terjadinya ketimpangan ekonomi dapat terlihat dengan jelas antara nelayan skala kecil dan industri perikanan skala besar ini akibat dari distribusi subsidi perikanan yang tidak adil tersebut. Penghapusan subsidi perikanan tidak seharusnya dilakukan secara menyeluruh, bukan ditujukan bagi nelayan- nelayan tradisional skala kecil, tetapi harus difokuskan pada pelaku usaha perikanan tangkap skala besar. Akurasi data tentang nelayan ketegori nelayan kecil harus benar-benar valid agar subsidi benar-benar tepat sasaran.

Pengelolaan Subdisiuntuk Nelayan

Permasalahan yang selalu muncul berkaitan dengan BBM bersubsidi, adalah sulitnya melaksanakan distribusi hingga menjangkau kepada nelayan yang tepat sasaran di seluruh Indonesia. Terutama, mereka yang tinggal di kawasan terdepan dan pulau-pulau kecil. Dan masih banyak subsidi BBM yang diserap oleh pengusaha skala besar, untuk mengantisipasi hal-hal tersebut pemerintah diharapkan bisa mengambil langkah-langkah sebagi berikut:

  1. Melakukan pelibatan organisasi nelayan dan secara bertahap memfasilitasi pembentukan koperasi nelayan untuk memperbaiki masalah distribusi BBM;
  2. Memfasilitasi pembangunan Solar Pack Dealer Nelayan (SPDN) mini untuk nelayan dengan armada tidak lebih besar dari atau kurang dari 10 GT di kampung-kampung nelayan dan tempat pelelangan ikan (TPI). Upaya ini untuk menjawab masalah penggunaan BBM bersubsidi yang dinikmati oleh kapal perikanan skala besar;
  3. Penentuan lokasi pembangunan SPDN untuk nelayan harus dilakukan secara partisipatif, termasuk kelembagaan pengelolaannya; dan
  4. Melakukan pengawasan penggunaan BBM bersubsidi terhadap kapal-kapal perikanan skala besar diatas atau kurang dari 10 GT untuk tepat sasaran sesuai dengan skala usaha penangkapan.
  5. Untuk memecahkan persoalan adanya kapal berskala besar menggunakan solar bersubsidi, maka Pemerintah juga harus mengkaji ulang Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6 Tahun 2014. Dalam aturan tersebut, kapal berbobot 30 gros ton (GT) diperbolehkan membeli solar bersubsidi. Adanya Permen ini kerap dijadikan celah bagi pengusaha perikanan untuk menggunakan solar bersubsidi.
  6. Pemerintah diharapkan menerbitkan peraturan tentang peruntukkan solar subdisi bagi nelayan kecil atau maksimal kapal berbobot 10 GT.

Sumber Pustaka :

Sarjono, (2017). Peralihan subsidi BBM nelayan ke subsidi LPG. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun