Mohon tunggu...
Navisya Putri Insyani
Navisya Putri Insyani Mohon Tunggu... Mahasiswa dari Universitas Negeri Jakarta

Saya sangat menyukai analisis sosial, terutama dalam lingkup masyarakat dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relevansi Program Makan Siang Gratis dalam Perang Melawan Stunting

3 April 2024   11:26 Diperbarui: 3 April 2024   11:27 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selain itu, risiko ketergantungan ini dapat menciptakan pola perilaku yang tidak sehat. Terdapat peluang seseorang merasa tidak perlu untuk mengeluarkan usahanya dalam mendapatkan makanan dengan gizi yang baik akibat program ini, mereka bisa saja memilih opsi makanan yang tidak sehat atau tidak bergizi untuk makan malam atau sarapan nantinya. Peran bantuan sosial dalam mendukung masyarakat tetap dibutuhkan, tetapi pemberdayaan masyarakat lebih diperlukan dalam pertimbangan implikasi jangka panjang. 

Tidak hanya itu, ketergantungan terhadap program makan siang dan susu gratis ini juga dapat membentuk stigma sosial yang merugikan bagi penerima manfaatnya. Menerima makanan gratis dapat dianggap sebagai tanda bahwa seseorang tidak mampu mengatasi kebutuhan dasar mereka sendiri. Hal tersebut dapat merusak harga diri dan persepsi diri mereka di masyarakat, yang berakibat mereka menolak diberikan makanan dan susu tersebut dan memberikannya ke seseorang yang tidak sesuai dengan target atau harapan pemerintah dalam menjalankan program ini.

Strategi intervensi stunting dapat berubah menjadi malapetaka jika tidak dijalankan dengan baik dan tidak tidak memiliki unsur berkelanjutan. Konsep bantuan sosial atau filantropi tidak dapat memperbaiki kondisi masyarakat yang memiliki potensi mengalami stunting. Strategi intervensi stunting harus berdasarkan alat sustainability compass di mana terdapat 4 hal penting dari berkelanjutan yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Nature (Alam), dimaknai dengan pemerintah harus memerhatikan lingkungan atau sumber daya alam yang digunakan ketika melaksanakan program makan siang dan susu gratis ini karena jika merusak sistem ekologi yang telah ada maka akan muncul permasalahan baru yang harus dihadapi.

  2. Economy (Ekonomi), diartikan dengan pemerintah harus melihat kembali kondisi pasar ketika menjalankan program tersebut. Terdapat risiko peningkatan impor bahan baku dari luar negeri jika program ini tidak seimbang dengan lapangan kerja yang ada nantinya.

  3. Society (Masyarakat), dimaknai dengan pemerintah perlu mengetahui pangan yang tepat untuk setiap daerah dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan daerah dari segi perkembangan pangan di daerah tersebut.  Jangan sampai keberadaan program makan siang dan susu gratis ini  mencabut akar realitas dari sisi masyarakat. Program ini harus menyesuaikan setiap daerah yang ada di Indonesia karena tujuan yang ingin dicapai dapat berpotensi gagal jika menu makanan yang diberikan tidak menyesuaikan daerah tersebut.

  4. Wealth Being (Kesejahteraan), berkaitan dengan tolak ukur kesejahteraan, kualitas hidup, dan keberhasilan melawan persoalan stunting yang mesti dibentuk dalam program makan siang dan susu gratis. Tolak ukurnya pun dapat memiliki perbedaan di setiap daerahnya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun