Mohon tunggu...
Naurah Nazhifah
Naurah Nazhifah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Suka berbagi cerita tentang hal-hal yang dekat dengan kehidupan, mulai dari kesehatan, gizi, sampai dinamika remaja masa kini.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kebiasaan Konsumsi Fast Food pada Remaja: Antara Gaya Hidup dan Risiko Kesehatan

24 September 2025   11:27 Diperbarui: 24 September 2025   17:32 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Fast food kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan remaja. Mulai dari burger, ayam goreng, pizza, kentang goreng, hingga minuman boba, semuanya mudah dijangkau dan sering kali dianggap sebagai simbol gaya hidup modern. Rasanya yang gurih, penyajian yang cepat, serta harga yang relatif terjangkau membuat makanan cepat saji sangat populer. Tak jarang pula fast food dipilih sebagai tempat nongkrong bersama teman, sehingga makanannya bukan hanya sekadar kebutuhan, tetapi juga bagian dari tren dan pergaulan. Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi juga di Indonesia. Data Global School-based Student Health Survey (GSHS) menunjukkan bahwa sebagian besar remaja Indonesia mengonsumsi fast food setidaknya sekali dalam seminggu (Li et al., 2020). 

Namun, di balik popularitasnya, fast food menyimpan risiko yang besar bagi kesehatan. Rata-rata makanan cepat saji mengandung kalori tinggi, lemak jenuh, gula, dan garam berlebih, tetapi miskin akan vitamin, mineral, dan serat. Kondisi ini berbahaya jika dikonsumsi terus-menerus, apalagi pada masa remaja yang merupakan periode penting pertumbuhan dan perkembangan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pola makan tinggi fast food berhubungan erat dengan meningkatnya risiko obesitas dan penyakit metabolik, termasuk diabetes tipe 2 serta hipertensi pada remaja. Selain dampak fisik, kebiasaan fast food juga memengaruhi kesehatan mental. Beberapa studi melaporkan adanya hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dengan meningkatnya risiko depresi, kecemasan, dan rendahnya performa akademik akibat kurang energi dari makanan bergizi.

Faktor yang membuat remaja begitu akrab dengan fast food cukup kompleks. Gencarnya iklan di media sosial dan televisi, promosi besar-besaran, serta tren globalisasi membuat fast food dianggap keren dan gaul. Studi lain mengungkapkan bahwa paparan pemasaran fast food mampu memengaruhi preferensi merek dan bahkan meningkatkan konsumsi pada remaja berusia 10--17 tahun (Bagnato et al., 2023). Selain itu, kebiasaan keluarga yang memilih fast food karena praktis, ditambah dengan pengaruh teman sebaya, menjadikan konsumsi fast food semakin rutin dan sulit dihindari. Lingkungan sekolah juga berperan: ketersediaan kantin dengan menu instan dan kurangnya opsi makanan sehat membuat remaja makin terbiasa dengan pola makan ini.

Meski demikian, bukan berarti fast food harus dihapus total dari kehidupan remaja. Sesekali menikmatinya tentu bukan masalah besar, asalkan porsinya wajar dan tidak menggantikan makanan bergizi seimbang. Remaja tetap perlu memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui konsumsi buah, sayur, protein hewani maupun nabati, serta karbohidrat kompleks. Peran keluarga dan sekolah menjadi kunci dalam membentuk pola makan yang baik, misalnya dengan memberikan bekal sehat, edukasi gizi, serta menjadi teladan dalam konsumsi makanan sehari-hari. Pemerintah juga dapat mengambil peran penting, misalnya dengan membatasi iklan makanan tinggi gula, garam, dan lemak kepada anak dan remaja, memberikan label gizi yang jelas pada kemasan, hingga mendorong gerakan makanan sehat di sekolah (Firayani, 2024). 

Fast food sendiri memang menawarkan kepraktisan dan sesuai dengan gaya hidup remaja, tetapi konsumsi yang berlebihan membawa dampak serius bagi kesehatan. Risiko obesitas, diabetes, hipertensi, hingga masalah kesehatan mental bisa muncul lebih cepat jika pola makan ini tidak dikontrol. Oleh karena itu, remaja perlu lebih bijak dalam memilih makanan, sementara keluarga, sekolah, dan pemerintah harus bahu-membahu menciptakan lingkungan yang mendukung pola hidup sehat. Kebiasaan yang ditanamkan sejak remaja akan sangat menentukan kualitas hidup di masa depan.

Referensi:

Bagnato, L., Dixon, H., Scully, M., Morley, B., Wakefield, M., & Pettigrew, S. (2023). The impact of fast food marketing on brand preferences and intake among youth aged 10–17. BMC Public Health, 23(1), 1986. https://doi.org/10.1186/s12889-023-16158-w

Firayani. (2024). The effect of fast food consumption on adolescent health: A literature review. International Journal of Health Science and Technology, 6(1), 22–29. https://www.researchgate.net/publication/393727104_The_Effect_of_Fast_Food_Consumption_on_Adolescent_Health_A_Literature_Review

Li, Y., Zhai, F., Yang, X., Scherpbier, R., & Wang, D. (2020). Fast food consumption among young adolescents aged 12–15 years: Global School-based Student Health Survey (GSHS) data from 54 low- and middle-income countries. Nutrients, 12(9), 2717. https://doi.org/10.3390/nu12092717

Mohammadbeigi, A., Asgarian, A., Moshir, E., Heidari, H., Afrashteh, S., Khazaei, S., & Ansari, H. (2018). Fast food consumption and overweight/obesity prevalence in students and its association with general and abdominal obesity. Journal of Preventive Medicine and Hygiene, 59(3), E236–E240. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6196377/

Mumena, W. A., Alotaibi, N. H., Alghamdi, M. A., & Qanash, H. (2022). Fast-food consumption, dietary quality, and dietary intake of adolescents in Saudi Arabia. International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(22), 15083. https://doi.org/10.3390/ijerph192215083

Singh, A., Mishra, S., & Singh, R. (2021). Junk food-induced obesity: A growing threat to youngsters. Current Research in Physiology, 4, 171–178. https://doi.org/10.1016/j.crphys.2021.03.002

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun