Semarang -- Fenomena patologi sosial seperti pencurian tidak dapat dipahami secara parsial. Ia merupakan persoalan kompleks yang menyangkut faktor ekonomi, psikologi, hingga budaya masyarakat. Menyadari pentingnya pengalaman nyata dalam memahami penyimpangan sosial, mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES) angkatan 2024 semester 3 melaksanakan serangkaian observasi di Kejaksaan Negeri Kota Semarang.
Kegiatan yang berlangsung pada 16 September, 24 September, 03 Oktober, dan 07 Oktober 2025 ini dirancang sebagai bagian dari tugas mata kuliah Patologi Sosial. Selama empat kali kunjungan, mahasiswa berinteraksi langsung dengan aparat hukum, mempelajari dinamika kasus pencurian, serta mendiskusikan implikasi psikologis dan sosialnya. Dengan cara ini, mahasiswa tidak hanya menambah wawasan teoretis, tetapi juga memperoleh pemahaman praktis mengenai peran hukum dan psikologi dalam menangani patologi sosial.
Latar Belakang Kegiatan
Pencurian merupakan salah satu bentuk kejahatan paling sering terjadi di masyarakat. Data kriminalitas Indonesia mencatat bahwa pencurian menduduki peringkat teratas dalam perkara pidana yang masuk ke kejaksaan setiap tahunnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa pencurian bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sosial yang berakar pada banyak faktor: ekonomi, keluarga, pergaulan, gaya hidup, hingga lemahnya regulasi diri.
Dalam konteks pendidikan psikologi, pencurian dipandang sebagai bagian dari patologi sosial, yakni perilaku menyimpang yang melanggar norma dan menimbulkan dampak merugikan bagi masyarakat. Untuk itulah, mata kuliah Patologi Sosial di UNNES menekankan pentingnya menghubungkan teori dengan praktik. Mahasiswa tidak cukup hanya memahami teori dari buku, tetapi juga perlu melihat bagaimana teori itu bekerja dalam situasi nyata.
Observasi ke Kejaksaan Negeri Kota Semarang menjadi langkah strategis. Melalui kegiatan ini, mahasiswa belajar langsung dari sumber pertama mengenai proses hukum, dinamika psikologis pelaku dan korban, serta tantangan sosial yang dihadapi aparat dalam menegakkan keadilan.
Aktivitas yang Dilakukan
Dalam kunjungan yang terbagi ke empat pertemuan, mahasiswa melakukan berbagai aktivitas terarah.
Wawancara dengan Jaksa
Mahasiswa berkesempatan melakukan tanya jawab langsung dengan jaksa yang menangani kasus pencurian. Dari wawancara tersebut, terungkap bahwa pencurian tidak hanya dipicu oleh faktor ekonomi semata. Ada banyak kasus di mana pelaku sebenarnya memiliki pekerjaan, tetapi dorongan gaya hidup konsumtif dan nafsu ingin cepat kaya mendorong mereka untuk mencuri.
Diskusi Kelompok
Setelah sesi wawancara, mahasiswa berdiskusi dalam kelompok kecil. Diskusi diarahkan untuk mengidentifikasi faktor psikologis dan sosial dari kasus yang dipelajari. Misalnya, mahasiswa menganalisis bagaimana lemahnya regulasi diri membuat seseorang mudah terjebak dalam perilaku pencurian berulang. Mereka juga menyoroti dampak jangka panjang pada korban, yang sering kali mengalami trauma psikologis meski kerugian materinya kecil.
Simulasi Penanganan Perkara
Pihak kejaksaan juga mengajak mahasiswa melakukan simulasi penanganan perkara. Dalam simulasi ini, mahasiswa diminta memahami alur hukum mulai dari laporan polisi, tahap penyidikan, penuntutan, hingga sidang pengadilan. Dengan metode ini, mahasiswa dapat merasakan kompleksitas proses hukum dan melihat bagaimana setiap tahap membutuhkan ketelitian dan keadilan.
Refleksi Bersama
Di akhir setiap kunjungan, mahasiswa melakukan refleksi bersama. Refleksi ini penting untuk mengaitkan pengalaman lapangan dengan teori patologi sosial yang dipelajari di kelas.
Temuan dan Insight Mahasiswa
Dari serangkaian kegiatan, mahasiswa memperoleh sejumlah insight penting:
Faktor Psikologis Pelaku
Banyak pelaku pencurian tidak memiliki kemampuan regulasi diri yang baik. Mereka sulit menunda keinginan, gagal mengendalikan emosi, serta mudah tergoda untuk mengambil jalan pintas. Dalam beberapa kasus, rasa bersalah memang muncul, tetapi tidak cukup kuat untuk menghentikan perilaku menyimpang.
Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup
Pengaruh pergaulan dan gaya hidup konsumtif juga berperan besar. Keinginan untuk tampil keren, memiliki barang mewah, atau mengikuti tren sosial sering kali membuat individu menghalalkan cara, termasuk mencuri.
Dampak pada Korban
Bagi korban, pencurian bukan hanya kerugian materi. Banyak yang mengalami trauma psikologis, merasa tidak aman, dan kehilangan rasa percaya terhadap lingkungan sekitar. Hal ini menimbulkan efek domino pada kualitas hidup masyarakat.
Pencegahan Kriminalitas
Mahasiswa menyimpulkan bahwa pencegahan pencurian tidak cukup hanya dengan penegakan hukum. Pendidikan regulasi diri, kesadaran hukum, dan penanaman nilai moral sejak dini sangat penting. Keluarga memiliki peran sentral dalam membangun kontrol diri anak agar tidak mudah tergoda untuk berperilaku menyimpang.
Respon dan Kolaborasi
Pihak Kejaksaan Negeri Kota Semarang menyambut baik kegiatan ini. Para jaksa menyampaikan apresiasi atas antusiasme mahasiswa yang aktif bertanya dan berdiskusi. Salah satu jaksa bahkan menuturkan, "Kami senang mahasiswa bisa belajar langsung di sini, karena kejahatan bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal manusia. Kolaborasi dengan mahasiswa psikologi bisa memberi perspektif baru bagi kami."
Mahasiswa pun menunjukkan semangat tinggi. Banyak yang merasa pengalaman ini membuka mata mereka. Seorang mahasiswa berkomentar, "Selama ini kami belajar teori patologi sosial dari buku. Tapi di sini kami melihat langsung bagaimana teori itu berhubungan dengan kehidupan nyata. Kami jadi lebih paham bahwa pencurian bukan hanya soal uang, tapi juga soal regulasi diri dan tekanan sosial."
Kolaborasi ini menciptakan sinergi positif antara dunia akademik dan institusi hukum. Kejaksaan mendapat dukungan dalam program edukasi masyarakat, sementara mahasiswa memperoleh pengalaman empiris yang memperkaya wawasan akademik mereka.
Output Kegiatan
Sebagai hasil nyata, mahasiswa menghasilkan beberapa produk edukatif:
5 Poster Edukasi "Anti Kriminalitas Pencurian"
Poster ini dirancang untuk masyarakat umum dengan bahasa sederhana dan visual menarik. Pesannya jelas: mencuri bukan solusi, dan regulasi diri adalah benteng utama pencegahan perilaku menyimpang.
Rencana Kampanye Sosial
Mahasiswa juga merancang kampanye sosial kecil yang akan dilaksanakan di lingkungan kampus maupun masyarakat sekitar. Kampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran hukum dan mendorong budaya jujur di kalangan generasi muda.
Dampak dan Harapan
Bagi mahasiswa, kegiatan ini memberikan pemahaman nyata tentang kompleksitas patologi sosial. Mereka belajar menganalisis kasus secara multidisipliner, memahami dinamika psikologis pelaku dan korban, serta mengasah keterampilan observasi, wawancara, dan analisis kritis.
Bagi pihak kejaksaan, kehadiran mahasiswa membawa perspektif baru dalam memahami kasus kriminal. Kolaborasi dengan dunia akademik juga membantu memperkuat program penyuluhan hukum.
Bagi masyarakat, produk edukasi yang dihasilkan mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang pencegahan tindak pencurian. Dengan demikian, kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa dan kejaksaan, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat luas.
Ke depan, diharapkan kerja sama antara UNNES dan Kejaksaan Negeri Kota Semarang terus berlanjut. Kegiatan serupa bisa diperluas untuk membahas berbagai bentuk patologi sosial lain, seperti penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja, atau kekerasan dalam rumah tangga.
Refleksi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI