Mohon tunggu...
Naufal Pambudi
Naufal Pambudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mr.

Koordinator Ikatan Masyarakat Muda Madani (IMAM)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Waspadai Para Nasionalis Kesiangan

21 Agustus 2019   19:36 Diperbarui: 21 Agustus 2019   19:47 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai rakyat Indonesia, wajar kita marah melihat pelecehan terhadap bendera merah putih. Meskipun begitu, warga negara yang bijak akan berpikir untuk menyalurkan kemarahan itu untuk mencari solusi, memperbaiki kehidupan berbangsa yang lebih baik. 

Sebaliknya, kita juga perlu mempertanyakan aksi reaksioner yang dilakukan orang atau kelompok yang mengatasnamakan nasionalisme. Kita banyak melihat orang mengatasnamakan agama demi kepentingan politik semata. 

Dalam kerangka ini, bisa juga orang mengatasnamakan nasionalisme demi kepentingan lain. Hal itu bisa kita lihat dalam kasus pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

1) Tri Susanti, Unjuk Gigi Caleg Gagal

Seperti diketahui, koordinator lapangan yang memimpin pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya adalah Tri Susanti, Caleg nomor 08 dari Partai Gerindra untuk Dapil Kota Surabaya 3. 

Dialah yang memasang bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua. Dia juga yang menyebar berita bahwa tiang bendera merah putih dipatahkan, lalu dibuang ke selokan. 

Terang saja, berita itu menyulut kemarahan massa. Dan Tri Susanti pun menggerakkan massa yang marah untuk mengepung asrama mahasiswa Papua. 

Dalam kacamata politik, seseorang yang kalah kontestasi akan cari-cari momentum untuk menyelamatkan karir politiknya. Tri Susanti yang kalah Pileg 2019 tampaknya berusaha unjuk diri bahwa dirinya masih punya power, dan mampu memobilisasi massa dalam pengepungan asrama Papua tersebut. (sumber)

2) FPI Cari Panggung Baru Pasca Pemilu

Kacamata politik juga menyebut bahwa setiap kerumunan selalu ada penumpang gelap. Pada kasus pengepungan asrama tersebut, media massa memotret jelas atribut-atribut Front Pembela Islam (FPI) yang dikenakan massa pengepung. 

Pertanyaannya, kenapa FPI yang selama ini rajin aksi penegakan syariah, tiba-tiba berdalih membela merah putih? Kita semua tahu, FPI telah habis-habisan berusaha mengalahkan Jokowi pada Pilpres 2019 lalu. 

Sayangnya jokowi tetap terpilih sebagai presiden 2019-2024. Demi menyelamatkan diri, mereka pun perlu berganti wajah, dari yang semula sangat pro syariah, seolah-olah menjadi kelompok nasionalis. 

Sebenarnya, di balik aksi menyelamatkan diri itu, FPI juga punya dendam tersendiri karena selama ini gagal melebarkan organisasi ke Papua. (sumber)

3) Intoleran, Anti Keberagaman

Sudah rahasia umum, bahwa FPI sangat akrab denan perangai rasis. Saat Ahok masih menjabat di DKI Jakarta misalnya, dia sangat sering dibilang kafir oleh FPI. 

Tak hanya itu, pada 2018 kemarin, bahkan KPU juga dituduh kafir oleh FPI. Padahal seluruh komisioner KPU beragama islam. Tampaknya, mereka menganggap hanya kelompoknya lah yang benar, selain itu salah dan bisa dikafirkan. 

Pertanyaannya, benarkah FPI dengan tradisi intoleran dan gemar mengkafirkan itu benar-benar membela merah putih. Junjungan mereka pun, bahkan terang-terangan melecehkan Pancasila dan saat ini lari ke Mekkah tak berani kembali. (sumber)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun