Mohon tunggu...
Natya Alifa
Natya Alifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Silvikultur Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Manajemen Stress dan Kesejahteraan Pada Generasi Sandwich

1 Mei 2024   13:30 Diperbarui: 1 Mei 2024   13:32 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keluarga adalah gambaran kecil dari struktur sosial masyarakat. Keluarga merupakan sekelompok dua orang atau lebih dengan hubungan darah, pernikahan, atau adopsi, tinggal bersama, dan bisa beragam dalam jenis hubungan dan komposisi tergantung pada budaya dan nilai masyarakat. Peran keluarga mencakup dukungan emosional, ekonomi, dan psikologis, membentuk nilai-nilai dan identitas individu, serta meneruskan budaya dan pengetahuan. Generasi sandwich adalah istilah untuk orang yang bertanggung jawab atas orang tua yang menua dan anggota keluarga lain yang masih membutuhkan perhatian, yang bisa menimbulkan tantangan fisik, psikologis, dan sosial seperti tekanan peran ganda dan manajemen emosi.

Fenomena Sandwich Generation, di mana generasi produktif menanggung beban kebutuhan tiga generasi, termasuk di Indonesia, tercermin dari nilai-nilai religi dan kekerabatan yang tinggi. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Indonesia mencapai 271,35 juta jiwa dengan mayoritas usia produktif (15-64 tahun) mencapai 70,72%. Hal ini menunjukkan adanya tekanan pada generasi yang harus memenuhi kebutuhan keluarga di atasnya dan di bawahnya.

Jajak pendapat tentang Generasi Sandwich Indonesia oleh Kompas pada Agustus 2022 menunjukkan bahwa sebagian besar dari Gen Z, Gen Y, Gen X, dan Baby Boomers & Silent Gen dari berbagai lapisan ekonomi memberikan bantuan finansial kepada keluarga mereka. Hal ini memengaruhi kinerja generasi sandwich karena beban yang berat, tingkat kecemasan dan stres yang tinggi, baik fisik maupun mental. Latar belakang pendidikan yang umumnya masih rendah juga dapat mempengaruhi produktivitas, daya saing, kemandirian, dan peluang memanfaatkan bonus demografi bagi generasi ini.

Hasil wawancara yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa lima responden generasi sandwich memiliki tanggapan serupa terkait pengelolaan emosi, finansial, tuntutan keluarga, dan dampak dari peran mereka. Mereka mengalokasikan proporsi penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang lebih tua dan/atau lebih muda, sambil menghadapi tantangan ekonomi, tuntutan finansial besar, dan masalah psikologis. Untuk menghadapi tantangan ini, mereka membutuhkan ketangguhan hidup dan keikhlasan dalam menjalankan peran mereka. Meskipun menekan, situasi ini juga dilihat sebagai kesempatan untuk bertumbuh dengan ketangguhan hidup dan keikhlasan dalam menjalankan peran sebagai generasi sandwich.

Pengelolaan emosi pada generasi sandwich, yang berada dalam kisaran umur dewasa hingga produktif, menjadi penting karena mereka harus menghadapi tantangan finansial sambil merencanakan masa depan pribadi. Peran ganda ini dapat mengakibatkan penurunan kesehatan mental dan fisik, seperti peningkatan stres, kesulitan menemukan keseimbangan hidup, dan konflik dalam fungsi sosial. Masalah yang sering ditemukan pada generasi sandwich, termasuk di Indonesia, adalah beban yang ditanggung dari beberapa pihak yang menjadi sumber stres yang besar. Dampak dari situasi ini dapat menjadi masalah serius, terutama terkait dengan kesejahteraan mental dan fisik, yang berpotensi mengancam masa depan generasi muda Indonesia. Salah satu dampak yang umum terjadi pada generasi sandwich adalah tingkat stres yang tinggi. Stres dapat memengaruhi keputusan keuangan, mengakibatkan generasi sandwich cenderung boros dalam keuangan karena kegiatan konsumtif untuk meredakan stres. Generasi sandwich juga cenderung mengabaikan kebutuhan dan kesehatan pribadi dalam upaya mengatasi stres, terutama dalam konteks tanggung jawab finansial terhadap keluarga. Konflik peran dalam generasi sandwich dapat berdampak negatif pada hubungan sosial, kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, dan kondisi pernikahan, terutama dalam konteks tekanan pekerjaan dan tanggung jawab merawat orang tua.

Dampak negatif dari generasi sandwich dapat memengaruhi generasi berikutnya, sesuai dengan teori Jung tentang pengaruh generasi terhadap karakter generasi berikutnya. Oleh karena itu, peningkatan psychological well-being pada generasi sandwich menjadi penting untuk memberikan dampak positif pada generasi selanjutnya. Penelitian mendukung bahwa psychological well-being yang tinggi tercapai saat individu mampu menyelaraskan tantangan dan sumber daya pendukungnya secara seimbang. Hal ini dapat dicapai melalui penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemampuan mengatur kehidupan, kemandirian, memiliki tujuan hidup yang bermakna, dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Responden generasi sandwich merasakan tekanan ekonomi dari keluarga, menghadapi berbagai kekhawatiran terkait kondisi keluarga, karir, kesehatan, dan keuangan. Mereka berusaha mencari solusi dengan mengatur keuangan, berinvestasi, dan mempertimbangkan tanggung jawab finansial terhadap keluarga. Meskipun mengalami kesulitan, mereka berpegang pada nilai penghormatan kepada orang tua dan berharap memperoleh pekerjaan yang stabil untuk mendukung semua tanggung jawab tersebut.

Generasi sandwich, umumnya ditemukan di negara-negara berkembang, menjadi penopang ekonomi keluarga dalam lingkungan ekonomi kelas menengah atau bawah. Di Indonesia, budaya keluarga besar membuat mereka tanggung jawab atas banyak hal, menggeser prioritas seperti pernikahan. Faktor kesejahteraan keluarga, terutama pendapatan, berpengaruh besar. Mereka sering menunda pernikahan untuk memenuhi tanggung jawab terhadap keluarga yang luas. Tuntutan ini menggeser prioritas pernikahan, dan setelah menikah, tanggung jawab mereka juga meliputi mertua. Ini memengaruhi jalan hidup individu dan dinamika keluarga. Beban pengasuhan juga menjadi faktor penting yang dapat menurunkan kesejahteraan psikologis, dipengaruhi oleh stress, kurangnya dukungan, dan kondisi ekonomi yang tidak stabil.

Generasi sandwich perlu mengenali tanda-tanda stres dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya, seperti tidur yang cukup, pola makan sehat, dan olahraga teratur. Teknik relaksasi seperti meditasi dan manajemen waktu yang efektif juga penting untuk mengurangi stres. Mencari dukungan sosial dan berbicara dengan profesional kesehatan mental dapat memberikan pemahaman dan dukungan yang diperlukan. Merawat diri sendiri adalah penting, karena generasi sandwich juga memiliki kebutuhan pribadi yang harus dipenuhi untuk tetap kuat dan sehat secara fisik dan mental. Manajemen sumber daya keluarga melibatkan pengambilan keputusan, perencanaan, dan perilaku untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ini mencakup manajemen waktu, kerja, stress, dan sumber daya manusia, yang merupakan keterampilan dan kemampuan individu dalam mencapai tujuan keluarga. Dalam konteks generasi sandwich, konflik peran sering terjadi karena tuntutan yang beragam terhadap peran sebagai orang tua dan anak. Komunikasi terbuka dan kesadaran akan pentingnya saling mendukung diperlukan untuk mengurangi beban yang dirasakan. Membuka diri dalam berkomunikasi dengan anggota keluarga dapat membantu memahami perspektif satu sama lain dan memperkuat ikatan keluarga.

Generasi sandwich, terutama yang berusia 20-40 tahun, menghadapi tekanan finansial dan tanggung jawab keluarga yang signifikan. Manajemen emosi dan stress menjadi krusial karena fase produktif mereka sambil memikirkan rencana hidup. Konflik peran dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik, mental, pekerjaan, dan keuangan. Penting bagi mereka untuk mengembangkan ketangguhan hidup, manajemen stres, dan keseimbangan antara tanggung jawab keluarga dengan kebutuhan diri sendiri untuk menjaga kesejahteraan mereka dan keluarga.

Penulis:

Agung Saputra, Sandrina Ismi Aris, Natya Alifa Sanjaya, Nabilah Putri Fatimah Azzahra, Sonia Aliya Rahayu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun