Mohon tunggu...
Desti Natalia
Desti Natalia Mohon Tunggu... Universitas Siliwangi

Saya Merupakan Mahasiswa Semester 4 Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Payung Geulis Nailah : Warisan Budaya Tasikmalaya yang Mendunia

9 Mei 2025   14:27 Diperbarui: 9 Mei 2025   14:27 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Salah Satu Proses Pembuatan Payung Geulis Proses Penjahitan Rusuk- Rusuk Payung (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2025)

Payung Geulis Nailah : Warisan Budaya Tasikmalaya yang Mendunia

Dalam setiap helai kain yang dilukis dengan penuh ketelatenan, dalam setiap bambu yang dirangkai menjadi rangka payung, tersimpan cerita tentang cinta, ketekunan, dan semangat menjaga warisan. Itulah yang tergambar dalam keindahan Payung Geulis, seni kerajinan khas Tasikmalaya yang tak hanya memanjakan mata, tapi juga menyentuh nurani siapa saja yang mengenalnya.

Di tengah dunia yang semakin cepat berubah, warisan budaya seperti Payung Geulis tak jarang tersingkir. Generasi muda mulai melupakan, pasar mulai bergeser, dan tradisi mulai memudar. Namun, dari sebuah sudut kecil di Kampung Panyingkiran, sebuah harapan kembali tumbuh. Payung Geulis Nailah, sebuah usaha rumahan yang dibangun dengan hati oleh Ibu Susan, membuktikan bahwa warisan budaya bisa tetap hidup bahkan mekar dan menebar warna hingga ke mancanegara.

Lewat tulisan ini, mari kita menyelami kembali kisah Payung Geulis. Bukan hanya sebagai kerajinan, tapi sebagai warisan. Bukan sekadar benda, tapi sebagai identitas. Karena mungkin saja, kita sedang kehilangan hal-hal yang paling indah hanya karena tak sempat menengoknya lebih dekat. 

Sejarah Payung Geulis: Jejak Warna dari Tanah Sunda

Gambar Payung Geulis Nailah (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2025)
Gambar Payung Geulis Nailah (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2025)
Di balik kelembutan Kota Tasikmalaya yang dikenal sebagai Kota Santri, tersimpan satu kekayaan budaya visual yang memikat mata dan hati yaitu Payung Geulis. Sejak zaman kolonial, Payung Geulis telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Sunda. Payung ini bukan sekadar pelindung dari hujan atau panas, melainkan simbol keanggunan, kesenian, dan filosofi hidup yang mendalam. Dipopulerkan oleh H. Muhyi, seorang maestro pengrajin dari Tasikmalaya, Payung Geulis dulu dibuat dari bahan kertas minyak yang dilukis dengan tangan secara detail. Ia menjadi bagian penting dalam upacara adat, pertunjukan seni, hingga simbol kemewahan dalam berbagai acara resmi.

Namun, seiring berjalannya waktu, keberadaan Payung Geulis mulai meredup. Kehadiran produk pabrikan yang lebih murah, perubahan selera masyarakat, serta minimnya regenerasi pengrajin membuat Payung Geulis nyaris dilupakan. Dalam kondisi yang nyaris tenggelam inilah muncul sosok Ibu Susan, seorang perempuan sederhana dari Kampung Panyingkiran, Tasikmalaya, yang memiliki tekad kuat untuk melestarikan warisan ini. Pada tahun 2007, ia mendirikan usaha kerajinan dengan nama Payung Geulis Nailah, diambil dari nama putri tercintanya. Lewat usaha inilah Payung Geulis kembali berdenyut, hidup, dan bahkan dikenal hingga ke mancanegara.

Proses Produksi: Ketelatenan yang Menghidupkan Seni

Gambar Salah Satu Proses Pembuatan Payung Geulis Proses Penjahitan Rusuk- Rusuk Payung (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2025)
Gambar Salah Satu Proses Pembuatan Payung Geulis Proses Penjahitan Rusuk- Rusuk Payung (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2025)
Membuat satu Payung Geulis bukanlah pekerjaan ringan, apalagi dikerjakan sendirian. Prosesnya dilakukan secara bertahap dan dikerjakan oleh tim pengrajin yang memiliki keahlian masing-masing. Ada yang khusus menangani pembuatan rangka dari bambu, ada yang menjahit dan memasang kain penutup payung, dan ada pula yang bertugas melukis motif-motif indah di atas permukaannya. Semua tahapan dilakukan dengan ketelatenan dan koordinasi yang rapi agar hasil akhirnya benar-benar berkualitas.

Produksi dimulai dari pemilihan bambu yang tua dan kuat, kemudian dipotong, dikeringkan, dan dibentuk menjadi kerangka dengan sistem buka-tutup yang presisi. Setelah itu, bagian penjahitan dan pemasangan kain dikerjakan secara hati-hati, menggunakan bahan seperti kain singkong, organdi, hingga brukat, tergantung pada jenis dan kebutuhan pesanan. Begitu kain terpasang dengan rapi, proses pelukisan pun dimulai. Inilah bagian paling ikonik dari Payung Geulis—motif-motif bunga, dedaunan, burung, hingga ornamen khas Sunda dilukis manual oleh pelukis yang terampil dan berpengalaman.

Meski sebagian besar proses dikerjakan dengan tangan, ada juga inovasi yang diterapkan. Ibu Susan, pemilik Payung Geulis Nailah, bahkan menciptakan mesin khusus untuk membantu pembuatan pegangan payung dan bola-bola kecil sebagai hiasan. Mesin ini tidak mengurangi nilai seni dari payung, melainkan membantu menjaga konsistensi bentuk, terutama saat menerima pesanan dalam jumlah besar. Setelah semua bagian selesai, payung dirakit dan melalui tahap finishing agar tahan air dan kokoh saat digunakan maupun dipajang.

Jenis-Jenis Payung Geulis dan Harganya

Gambar Payung Bordir Nailah (Sumber Dokumentasi Pribadi 2025)
Gambar Payung Bordir Nailah (Sumber Dokumentasi Pribadi 2025)

Payung Geulis Nailah hadir dalam beragam jenis yang disesuaikan dengan kebutuhan dan selera konsumen. Untuk kebutuhan dekoratif dan souvenir, tersedia Payung Geulis berbahan kertas dengan harga yang sangat terjangkau, mulai dari Rp35.000 hingga Rp60.000, tergantung ukuran dan tingkat kerumitan motif. Sedangkan untuk kebutuhan yang lebih eksklusif, seperti acara pernikahan adat atau pertunjukan seni, tersedia payung berbahan kain singkong dan organdi dengan harga antara Rp100.000 hingga Rp200.000. Ada pula Payung Geulis bordir dan brukat yang dilengkapi dengan ukiran pegangan khusus, dengan harga mencapai Rp300.000.

Selain itu, Payung Geulis Nailah juga memproduksi miniatur payung untuk hiasan gantung, dekorasi kafe, dan suvenir khas daerah. Produk-produk tersebut bisa dipesan dalam bentuk custom sesuai permintaan pelanggan, baik dari segi warna, motif, ukuran, maupun tambahan nama atau logo. Fleksibilitas ini menjadikan Nailah semakin diminati baik di pasar domestik maupun luar negeri.

Potensi Ekonomi: Menjadi Sumber Hidup dan Harapan

Usaha Payung Geulis Nailah bukan hanya tentang melestarikan budaya, tetapi juga menciptakan dampak ekonomi nyata bagi masyarakat sekitar. Dalam skala lokal, usaha ini telah membuka peluang kerja bagi ibu rumah tangga, lansia, dan anak muda yang ingin berkarya di bidang seni. Dengan sistem kerja yang fleksibel, banyak di antara mereka bisa bekerja dari rumah seperti menjahit, merangkai, dan melukis tanpa harus meninggalkan kewajiban domestik. Model ini mencerminkan pemberdayaan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan, di mana semua orang bisa terlibat tanpa batasan usia atau latar belakang.

Dampak sosialnya juga meluas. Generasi muda mulai tertarik pada seni tradisional berkat pelatihan yang dibuka oleh Nailah. Sekolah-sekolah bahkan mulai menjadikan kunjungan ke tempat Payung Geulis Nailah sebagai bagian dari pembelajaran budaya lokal. Tidak hanya menjadi tempat produksi, bengkel ini juga menjadi ruang edukasi, pertukaran seni, dan pelestarian identitas. Kolaborasi pun dilakukan dengan berbagai komunitas, baik lokal maupun nasional, dalam bentuk workshop melukis hingga partisipasi dalam pameran budaya.

Pemasaran dan Pencapaian Penjualan: Dari Tasikmalaya kepada Dunia 

Gambar Payung Pengantin Nailah (Sumber Dokumentasi Pribadi 2025)
Gambar Payung Pengantin Nailah (Sumber Dokumentasi Pribadi 2025)
Di balik kesederhanaannya, Payung Geulis Nailah telah menunjukkan potensi besar dalam dunia pemasaran kreatif. Produk-produknya tidak hanya diminati oleh masyarakat Tasikmalaya, tetapi juga telah menjangkau berbagai kota besar di Indonesia, seperti Palembang, Banyumas, dan Bali. Hal ini tak lepas dari strategi promosi digital sederhana yang dilakukan melalui Instagram, WhatsApp, dan jaringan reseller.

Lebih dari itu, Nailah telah berhasil menembus pasar internasional. Beberapa negara tujuan ekspornya meliputi Malaysia, Venezuela, Australia, hingga Colorado, Amerika Serikat. Pesanan dari luar negeri biasanya datang dari komunitas seni, pengusaha dekorasi, atau diaspora Indonesia yang ingin membawa nuansa budaya ke negeri rantau. Ibu Susan bahkan memanfaatkan koneksi komunitas ekspor kreatif di Bali untuk menjembatani proses pengiriman ke luar negeri.

Salah satu pencapaian lokal yang membanggakan adalah saat Payung Geulis Nailah dipercaya memproduksi 3.000 payung dalam waktu 40 hari untuk menghiasi Jalan HZ Mustofa, jalan utama kota Tasikmalaya. Deretan payung warna-warni yang digantung di atas jalan menjadi daya tarik wisata yang viral dan memperkuat identitas visual kota. Ini membuktikan bahwa produk tradisional seperti Payung Geulis bisa menjadi bagian penting dalam promosi pariwisata dan branding kota.

Tantangan yang Dihadapi

Namun, seperti usaha kecil lainnya, Nailah tidak lepas dari tantangan. Kenaikan harga bahan baku seperti bambu dan kain sering kali menjadi beban berat, terutama karena produk Nailah dipertahankan dengan harga terjangkau agar tetap inklusif. Selain itu, produk tiruan dari luar negeri yang dijual lebih murah di marketplace juga memengaruhi persaingan.

Dari sisi distribusi, minimnya dukungan promosi dari pemerintah maupun lembaga pariwisata masih menjadi hambatan tersendiri. Padahal, dengan potensi budaya yang besar, produk seperti Payung Geulis semestinya bisa lebih mudah dipasarkan ke luar daerah, bahkan ke luar negeri. Salah satu tantangan yang dirasakan Ibu Susan adalah saat hendak melakukan pengiriman produk ke luar negeri (ekspor). Meski permintaan cukup banyak dari luar negeri, biaya distribusi yang mahal serta proses administrasi yang rumit sering kali membuat calon pembeli dari mancanegara berpikir dua kali. Tidak sedikit konsumen luar negeri yang tertarik namun akhirnya membatalkan karena ongkos kirim jauh lebih mahal dari harga produknya.

Kemudian, tantangan lain yang tak kalah menyakitkan datang dari dalam negeri sendiri. Inovasi-inovasi yang Ibu Susan ciptakan sering kali ditiru tanpa izin, seperti pada desain Payung Geulis bordir yang ia perkenalkan pertama kali. Namun karena mahalnya biaya pendaftaran hak cipta dan hak desain industri, pelaku UMKM seperti Nailah belum mampu melakukan perlindungan hukum secara formal. Akibatnya, banyak produk tiruan beredar di pasar, yang dijual dengan harga murah namun tidak setara kualitasnya. Hal ini tentu sangat merugikan secara moral maupun ekonomi.

Meski demikian, Ibu Susan tidak berhenti berinovasi. Dengan semangat, konsistensi, dan jejaring yang ia bangun selama bertahun-tahun, Payung Geulis Nailah tetap bertahan, bahkan berkembang. Usaha ini bukan hanya menjadi sumber nafkah, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa budaya bisa menjadi kekuatan ekonomi yang bernilai dan berdaya saing, jika dijaga bersama dan dihargai dengan layak.

Kesimpulan: Warisan yang Harus Dijaga Bersama

Payung Geulis bukan hanya produk seni, tapi juga penanda identitas, warisan budaya, dan alat pemberdayaan masyarakat. Melalui Payung Geulis Nailah, kita belajar bahwa budaya tidak harus tinggal dalam museum atau foto dokumentasi. Ia bisa hidup, tumbuh, dan berkembang jika ada kemauan dan cinta untuk melestarikannya.

Ibu Susan telah membuktikan bahwa dari rumah kecil di sudut Tasikmalaya, sebuah karya tradisional bisa menembus pasar dunia. Namun perjuangan ini tak bisa ia lakukan sendiri. Perlu dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan generasi muda agar Payung Geulis tetap lestari dan menjadi kebanggaan Indonesia di panggung dunia.

Jika hari ini kamu melihat payung cantik bergambar bunga di festival budaya, mungkin itu adalah karya Nailah. Dan kalau suatu saat kamu membelinya, yakinlah bahwa kamu bukan hanya membeli kerajinan tangan, tapi juga sedang menyelamatkan cerita, harapan, dan warna-warni budaya Nusantara.

Disclaimer:
Artikel ini ditulis oleh 12 mahasiswa Tingkat II, Kelompok 3, Kelas D, Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun