Mohon tunggu...
Nasrun Aminullah Muchtar
Nasrun Aminullah Muchtar Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Muballigh Jemaat Ahmadiyah Indonesia

"Ketika tiba saatnya nanti Rabb-ku memanggilku, aku ingin dalam keadaan sedang mencintai-Nya yang sedalam-dalamnya"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dia Pergi Meninggalkan Kami untuk Selamanya

30 November 2020   09:37 Diperbarui: 30 November 2020   09:59 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moment beberapa bulan sebelum mengalami ujian sakit | dokpri

(Kisah nyata tentang doa dan peranan seorang istri sebagai sosok ibu bagi anakku)

Aku menikahi seorang wanita lajang yang sudah berusia 34 tahun, saat itu usiaku baru 24 tahun, selisih usiaku 10 tahun lebih muda dari istriku.

Awalnya perkenalan kami hanya satu minggu sebelum aku memutuskan untuk melamarnya, 3 bulan kemudian barulah kami menikah.

Aku bersedia untuk menikahinya karena aku melihat dia wanita yang baik, dia orang yang sabar menanti jodohnya walaupun sudah berusia 34 tahun, bisa dikatakan wanita seusia itu terlambat untuk menikah.

Pada masa-masa pendidikan di salah satu pesantren di Bogor, aku setiap malam melakukan sholat istikharah dua rakaat sebelum tidur. Tujuannya agar Tuhan memilihkan jodoh yang terbaik untuk mendampingiku di dunia dan akhirat, sholat istikharah ini aku lakukan hampir selama enam bulan rutin.
 
Suatu malam setelah sholat Isya aku melakukan sholat istikharah dan berdoa lama dengan bahasa Indonesia di dalam sujud terakhir, aku berdo’a kepada Allah dengan sedikit “memaksa” agar pada malam ini Allah memberikan petunjuk secara jelas siapa gerangan jodohku, aku katakan kepada-Nya di dalam doaku bahwa aku sudah memohon selama enam bulan dan aku berniat akan menyudahi sholat istikhoroh malam ini sebagai yang terakhir.

Setelah sholat aku banyak berzikir lalu tertidur, pada malam harinya aku pun bermimpi bertemu berpapasan di jalan dengan seseorang bernama Ibrahim, rupanya nama itulah yang kemudian hari menjadi ayah mertuaku, dia mengatakan, “Ayo datanglah ke rumah saya, itu anak saya Nefi sudah menunggu”.

Mimpi itu begitu jelas sekali kata demi kata, setelah mengalami mimpi tersebut aku pun terbangun pada tengah malam dan tidak bisa tidur lagi, sangat gelisah dan membuatku mengucurkan air mata ketika sholat tahajjud.

Aku mengadukan lagi kepada Tuhan kenapa wanita yang lebih tua ini yang Engkau tunjukkan kepadaku, seraya hatiku dipenuhi dengan kebimbangan.

Lalu pada pagi harinya, di hatiku selalu terlintas bunyi ayat Alqur'an “Fa idza azamta fa tawakkal ‘alallah” (apabila kamu sudah memutuskan sesuatu maka tinggal bertawakkal lah kepada Allah). Itulah yang membuat aku yakin untuk membulatkan tekad siap menjalani rumah tangga dengannya.

Kemudian pada siang harinya aku pun menelepon calon istriku itu untuk menanyakan kepadanya apakah dia juga melakukan sholat istikhoroh? Dia mengatakan iya, tiba-tiba dia bercerita bahwa tadi malam dia ada bermimpi bahwa aku datang ke rumahnya dengan seorang Ustadz bernama Hidayat.

Mendengar cerita mimpinya itu aku pun terkejut dan penuh keheranan karena serba kebetulan satu rangkaian dengan isi mimpiku tadi malam, spontan saja aku mengatakan kepadanya bahwa dua hari lagi aku akan datang melamar, maka tepat tanggal 28 Oktober 2007 aku pun melamar wanita tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun