Di mana tempat kita berkarya? Bukan yang memberikan jabatan tinggi dan harta yang melimpah ruah. Tapi di tempat yang idealitas pemikiran bisa direalisasikan. Idealisme berbicara kepuasan jiwa dan membangun bangsa.
Idealisme membangun peradaban sedang jabatan dan harta hanya berbicara penopang kehidupan semata.
Andai idealisme terkekang dan dibuang. Lalu terjun dalam kubangan jabatan dan harta. Maka hidup seperti kerbau yang diikat moncong hidungnya. Terkekang dan terpenjara di tengah kegemerlapan jabatan dan harta.
Idealisme itu energi besar kehidupan. Mampu menerjang dan melampaui semua tantangan. Semua menjadi tak berharga. Termasuk jiwanya sendiri.
Tanpa idealisme, semua menjadi penakut. Semua terdiam. Tak ada yang membangun peradaban. Hidup hanya konsumerisme waktu dan sumberdaya. Hidup hanya menunggu kematian. Hidup hanya disuguhkan masalah remeh tentang perut dan embel-embel sebutan kamuflase yang menawan tapi tanpa makna kehidupan.
Setiap bisikan niat. Setiap goresan imajinasi. Setiap hentakan kaki yang akan melangkah. Tanyakan adakah idealisme?
Apabila kita berjiwa besar, fisikpun kelelahan mengikuti maunya. Jiwa besar itu jiwa yang memiliki idealisme.
Hidup tanpa idealisme adalah sebuah kehampaan. Hidup tanpa isi. Hidup tanpa jiwa. Hidup yang selalu terombang-ambing. Hidup yang kusut dengan persoalan. Karena tak bisa melihat mana persoalan dan mana yang bukan. Semua yang terjadi dianggap masalah. Tanpa idealisme hidup dalam lingkaran beban yang dalam.
Dengan idealisme, mata dan energi tertuju pada hal yang besar yang meledakan kebaikan bagi manusia. Waktu hidup yang pendek diselimuti amal yang menembus jaman.
Jangan biarkan idealisme itu dirampas oleh kesibukan rutinitas yang menjemukan. Jangan biarkan idealisme itu terkubur oleh urusan perut. Jangan biarkan idealisme itu terhempas angin keterlenaan.