Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Keluarga PELA Sebagai Media Terbaik dalam Mengatasi Dampak Internet

29 Juli 2017   18:37 Diperbarui: 29 Juli 2017   19:03 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kompasiana.com

Sebagai insan beragama, kita menginginkan kehidupan yang harmonis dalam keluarga. Masing-masing anggota keluarga tau apa yang harus dilakukan agar terciptanya suasana dinamis didalamnya.

Orang tua harus paham dalam mengelola tradisi keluarga. Bukan bersikap anti zaman. Anak juga bisa mengerti dalam mereduksi hal-hal negatif dalam pergaulan lewat media maya.

Disadari juga, era yang diramalkan oleh si McLuhan di atas telah ada. Secara jujur, semua manusia telah bergantung padanya. Manusia tak bisa lepas darinya. Dilakukan adalah menyarikannya saja. Agar manusia yang terkumpul bernama keluarga ini tidak hancur.

Kekacauan demi kekacauan yang diakibatkan oleh media internet tak boleh mengakibatkan runtuhnya fondasi keluarga. Bilamana keluarga mudah mengalah dan kalah, maka dipastikan keluarga akan bubar seperti hancurnya kepingan besi ketika di tangan tukang besi.

Namun, tak perlu khawatir. Media sosial bukan saja memiliki efek negatif. Melainkan positif. Tugas kita adalah membenamkan negatifnya dan mengoptimalkan positifnya. Berikut  upaya menimbun nilai positif dalam bermedia sosial agar keluarga tahan akan gempurannya.

Penulis mengistilahkan dengan kata PELA. PELA mengandung arti sebuah ikatan. Ikatan seperti kita mengikat tali kuda. Secara filosofi, PELA merupakan hubungan darah yang diikat oleh janji.  Kemudian PELA dikembangkan dari akronimnya yakni: Participation, Educative, Planning, Action.

Pertama, participation (partisipasi) Partisipasi merupakan rasa saling melakukan kerja aktif dalam menciptakan kondisi keluarga yang harmonis. Prinsipnya akan lahir sikap kebersamaan. Sehingga keterlibatan orang tua hadir sebagai "payung". Dalam hal ini, ada saling keterbukaan.

Ketika anak sudah terciptakan kondisi keterbukaan terhadap orang tua, maka apapun yang dia lakukan di media sosial, orang tualah menjadi orang pertama yang dimintai saran. Secara batin tercipta jiwa saling bergantung satu sama lainnya. Pada akhirnya pohon yang bernama "keluarga" bebas dari polutan  dan akarnya kuat tak goyah karena dahan-dahannya telah dipagari dengan rasa saling "kekitaan".

Kedua, educative (edukatif) KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) memberikan definisi edukatif adalah sesuatu yang bersifat mendidik.  Karena bersifat mendidik, penekanan tujuan edukatif perlu ditanamkan kepada anak, bahkan sejak mereka masih dalam kandungan. Setelah tumbuh remaja caranya adalah orang tua menjadi the best of man bagi anak. Sebab masa-masa tersebut anak mengalami masa puber. Masa keremajaan inilah yang perlu didekati secara persuasif. Dibangun lintas diskusi sekaligus memberikan "pengalaman" baik terlebih dahulu di mata sang anak.

Banyak orang tua yang gagal karena banyak bicara, no action. Padahal, orang tua adalah subjek percontohan anak. Buah itu tidak jauh jatuh dari pohonnya. Sebutlah Kisah Luqman yang memberikan kita mutiara hikmah dalam mendidik anak.

Sekali lagi, jangan sampai anak kehilangan teladan, pada akhirnya media sosial menjadi referensi mereka dalam mencari sosok teladan mereka. Akhirnya, si anak akan bangga dengan tokoh imaji mereka tanpa tau asal muasal darimana mereka ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun