Mohon tunggu...
M. Nasir
M. Nasir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Lingkungan Hidup

Hak Atas Lingkungan merupakan Hak Asasi Manusia. Tidak ada alasan pembenaran untuk merampas/menghilangkan/mengurangi hak tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Anak Haram Hasil Rudapaksa Alam

21 November 2023   11:55 Diperbarui: 21 November 2023   12:07 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bongkahan Kayu yang terdampar di perairan laut Aceh Barat, (sumber: M. Nasir)

Laju kerusakan alam seakan tidak dapat dibendung, negara terkesan kalah dan tidak mampu melawan kelompok atau aktor perusak lingkungan. Karena kelompok tersebut patut diduga bagian atau berada dalam sistem.

Tepatnya, perbuatan merusak alam dapat kita ibaratkan perbuatan pemerkosaan atau rudapaksa.

Dalam Dharma Warta (1975) kata rudapaksa dipahami sebagai kekerasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga mencatat kata rudapaksa. Dalam KBBI Edisi Pertama (1988) rudapaksa berkelas kata nomina dan didefinisikan sebagai 'perbuatan yang dilakukan dengan paksa'.

Merusak alam dan lingkungan dilakukan secara paksa untuk kepentingan jangka pendek, tanpa dipikirkan dampak yang akan terjadi secara jangka panjang.

Pertambangan ilegal, perambahan/ilegal logging, pencemaran limbah, pembakaran hutan dan lahan, pengrusakan terumbu karang, merupakan objek yang diperkosa. Selain itu, keberadaan industri ekstraktif yang menabrak ruang, tidak patuh hukum, berkonflik dengan masyarakat, rakus ruang, dan tidak menghormati masyarakat hukum adat.

Alam tercabik, trauma, hilang masa depan, rusak struktur fisik, punah spesies, tertanam benih bencana, dan terganggu psikologis secara jangka panjang serta sulit dipulihkan. Akhirnya, Krisis Iklim dan bencana ekologis merupakan "anak haram" hasil dari perbuatan tercela itu.

Akibat krisis iklim dan bencana ekologis; meningkat suhu panas, rusak infrastruktur publik, hanyut rumah penduduk, terganggu perekonomian masyarakat akibat rusak lahan pertanian dan perkebunan, krisis air, terjangkit wabah penyakit, dan beragam persoalan sosial lainnya.

Di sisi lain, negara selaku orang tua dari objek tersebut "tidak" mampu berbuat apa-apa. Buktinya pemerkosaan terus berlangsung didepan mata. Upaya yang dilakukan pun bukan menghentikan pemerkosaan, melainkan sibuk mengurus "anak haram" dengan ikut mengajak partisipasi publik di dalamnya.

Merancang beragam kebijakan untuk mengelola "anak haram" yang dibalut dengan program adaptasi dan mitigasi. Bukannya mempertegas agenda penegakan hukum dan perbaikan tata kelola untuk mencapai keadilan ekologis bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Kenapa agenda ini penting; karena kondisi saat khususnya dalam pandangan masyarakat terdampak, telah hilang kepercayaan terhadap penegakan hukum. Penegakan hukum yang dilakukan terkesan tebang pilih dan tidak menjadi efek jera terhadap pelaku lainnya. Kekecewaan warga semakin bertambah, ketika sejumlah oknum terlibat dalam kegiatan ilegal, misalnya dalam kegiatan pertambangan emas ilegal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun