Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membuang Ibu Kandung di Panti Jompo

28 Juni 2025   03:18 Diperbarui: 28 Juni 2025   08:35 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di media sosial Tiktok hari-hari ini ramai beredar video yang memperlihatkan dua wanita dewasa menyerahkan ibunya, yang sudah lanjut usia, ke sebuah panti atau griya Jompo di sebuah daerah di Jawa Timur. Dengan wajah lesu, sang ibu lansia bernama Nasikah tersebut tampak pasrah menerima nasibnya yang berakhir di Griya Jompo.  

Narasi yang menyertai unggahan tersebut menyatakan bahwa Ibu Nasikah yang konon menderita struk tersebut “dibuang” ke griya Jompo gara-gara kedua puterinya tidak menemukan kata sepakat tentang siapa yang bersedia merawat sang ibu. Lebih miris lagi, salah satu butir perjanjian yang harus disepakati oleh kedua wanita berhijab tersebut berbunyi, bahwa keluarga kedua wanita tersebut dilarang menjenguk sang ibu hingga akhir hayatnya sejak saat penyerahan sang ibu ke griya jompo.

Artinya sang ibu benar-benar “dibuang” dari keluarga kedua wanita dewasa itu untuk selama-lamanya. Meski nyata-nyata masih hidup, bahkan terlihat masih sehat, sang ibu dianggap sudah tidak berarti lagi keberadaannya. Sang ibu dianggap beban oleh keduanya hingga sejak dini dihapus dari daftar keluarga anak-anaknya.

Sungguh, ini fenomena yang sangat miris dan menyayat hati. Bagi kita yang melihat saja rasanya begitu menyakitkan dan mengoyak emosi, apalagi bagi ibu Nasikah yang telah bersusah payah mengasuh dan membesarkan ketiga anak-anaknya (satu anak meninggal) sejak kecil. Bahkan menurut informasi yang beredar, sang Ibu membesarkan ketiga anaknya, yang seorang diri.

Berjuta tanya begitu mengganggu pikiran. Apa yang ada di kepala kedua wanita berhijab tersebut? Bukankah keduanya juga seorang ibu? Sesusah apa kehidupan keduanya sehingga merawat seorang ibu saja tidak ada yang sanggup? Apakah mereka tidak tahu, lima belas atau dua puluh tahun lagi mereka akan setua sang ibu? Siapkah mereka diperlakukan seperti ini oleh anak-anaknya?

Tanpa banyak tersorot media, fenomena semacam ini mulai marak di masyarakat kita.  Fenomena anak "membuang orang tua" semakin banyak terjadi. Beberapa panti Jompo tampaknya membuka layanan bagi anak-anak yang tak punya hati, yang tega "membuang" orang tuanya dengan membayar sejumlah biaya untuk merawat lansia hingga akhir hayat. 

Sangat boleh jadi kedua wanita “pembuang ibu” tersebut dan anak-anak lain yang melakukan hal yang sama termasuk mereka yang menolak menjadi generasi sandwich, yaitu generasi yang bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, melainkan juga menanggung hidup orang tuanya. Istilah generasi sandwich memang sedang marak menjadi perbincangan, tetapi pola pikir semacam ini lazimnya berkembang di Masyarakat yang berpola pikir materialistik, yang lebih menghargai materi di atas nilai kemanusiaan.

Sementara dalam tradisi masyarakat timur, hal demikian tidak dikenal, karena merawat orang tua hingga akhir hayat merupakan sebuah amanat dan tanggung jawab moral yang tidak seharusnya dipandang sebagai beban. Bahkan merawat orang tua dipandang sebagai kemuliaan, sebuah bentuk berbakti pada orang tua.  

Lagian, ibu Nasikah hanya perempuan tua, yang sudah pasti jatah makannya tidak seberapa banyak. Entahlah, semiskin apa kedua perempuan itu, hingga tega membuang ibu yang telah melahirkan dan membesarkan mereka sendirian, tanpa ayah?

Yang pasti fenomena ini memperlihatkan sebuah kisah kegagalan hidup  anak manusia modern yang tidak mampu menghidupi seorang ibu yang sebatang kara, meski orang tua mampu membesarkan berapapun jumlah anaknya. Tekanan hidup yang mereka hadapi telah membuncahkan ego, menghapus rasa tanggung jawab dan jalinan kasih sayang terhadap orang tuanya sendiri.

Mereka adalah potret kegagalan pendidikan moral, yang berbuah bukan hanya berupa kegagalan secara materi, tetapi juga gagal secara moral. Mungkin mereka bukan miskin secara materi, tetapi yang jelas kehilangan hati nurani. Mereka mungkin bukan anak durhaka, tapi sudah pasti bukan anak berbakti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun