Mohon tunggu...
Nasin S.Pd.MPd.
Nasin S.Pd.MPd. Mohon Tunggu... -

Nasin, S.Pd., M.Pd. Widyaiswara Ahli Madya pada PPPPTK BMTI Bandung, dilahirkan di Dukuh Mlaka, sebuah kampung terpencil di lereng Bukit Mlaka, pada tanggal 9 April 1969, dari pasangan Bapak Suwardi dan Ibu Nadem. Masa kecilnya dilaluinya di kampung terpencil di lereng bukit. Ia meng-habiskan hari-harinya dengan bermain, menggembala kambing atau sapi, merumput dan juga belajar di bangku sekolah dasar, sejauh tiga KM yang ditempuhnya dengan berjalan tanpa alas kaki. Ayahnya bersemangat menyekolahkannya, setelah dirinya menjadi satu-satunya anak yang mendapat beasiswa Supersemar di sekolahnya. Setamat SD, ia hijrah ke kota kecil Karanganyar untuk melanjutkan sekolah di SMPN 3 Karanganyar. Sehari-hari ia menumpang di rumah kenalan ayahnya, Pak Mustareja. Perjalanan dari rumah itu sejauh enam kilometer ditempuhnya dengan naik sepeda hadiah dari pamannya yang bekerja sebagai buruh di pabrik. Di SMP pun, ia mendapatkan beasiswa, karena itu ayahnya tetap bersemangat menyekolahkan anaknya di jenjang Sekolah Menengah Atas, yang ketika itu memang belum banyak anak belajar sampai tingkat menengah atas. Tamat SMP, Nasin melanjutkan belajarnya di STMN Kebumen. Ia pun hijrah ke kota yang terkenal dengan patung ‘lawet’ (walet)nya itu. Pada tahun 1988, ia tamat dan kemudian hijrah ke Bandung. Awalnya ia menumpang pada uwanya di komplek TNI Para Komando 17 Kostrad, kemudian pindah ke rumah pamannya dan membantu berjualan bubur di depan Makam Pahlawan Cikutra Bandung. Sejak tahun 1990, ia diterima sebagai PNS, menjadi staf di Balai Penataran Guru Bandung. Ia mengawali sebagai pelaksana dan ditempatkan sebagai pelayan kantin. Sambil menyapu ia menulis buku. Buku pertamanya, Bank Soal Kearsipan dan Asuransi memicu semangatnya untuk terus menulis buku. Sambil bekerja ia kuliah sampai meraih gelar sarjana. Pada tahun 2004 dirinya dimutasikan ke Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG) Teknologi Bandung atau sekarang disebut PPPPTK BMTI. Di lembaga ini, ia berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 Jurusan Pendidikan Teknologi Kejuruan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dan diselesaikan selama 1,8 bulan saja. Selain bekerja sebagai staf, Nasin juga aktif sebagai instruktur di lembaganya, menjadi instruktur PLPG di Rayon 134 Unpas. Yang bersangkutan telah merintis dunia tulis-menulis sejak tahun 1992. Sudah banyak buku yang dihasilkan, termasuk beberapa kali menjadi juara penulisan sayembara menulis buku yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan, menjadi juara penulisan artikel, dan lain-lain. Artikel tulisannya, selalu menghiasi majalah Swara. Pada tahun 2010 sampai 2011, yang bersangkutan mendapatkan tugas dari Kemdikbud untuk menjadi pendidik di Borneo Child Aid Society, di Sabah Malaysia, untuk menangani pendidikan anak TKI di perkebunan sawit. Sepulang dari Malaysia sempat menjadi assesor PLPG Rayon Unpas Bandung sepanjang tahun 2012. Pada tahun 2013-2014, yang bersangkutan menjadi konsultan publikasi Program Bermutu Kemdikbud. Sempat mengikuti diklat Arsiparis pada tahun 2015, tetapi gagal menjadi Arsiparis, yang akhirnya mengikuti Diklat Calon Widyaiswara kerjasama LAN-Kemdibud, yang kemudian diangkat sebagai widyaiswara ahli madya, sejak tahun 2017.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekilas Lahirnya Kurtilas

16 November 2018   09:30 Diperbarui: 16 November 2018   10:18 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ada ungkapan bernada ironis setiap terjadi perubahan kurikulum, yakni sebuah pertanyaan retoris, "Binatang apalagi ini?" Kemudian akan dilanjutnya dengan perkataan penuh pesimis, "Kurikulum yang lama saja belum kami laksanakan dengan sempurna, sudah muncul kurikulum baru." 

Sudah bisa dipastikan, ucapan tersebut akan diiringi dengan sikap negatif, yakni tidak bersemangat mempelajari kurikulum yang baru." Ujung-ujungnya, seperti syair lagu Dian Piesesha, yang berjudul Tak Ingin Sendiri, ada bagian syair yang menyatakan, "aku masih seperti yang dulu." Artinya, meskipun kurikulum bagaikan pergantian musim, dia tetap dalam mindset dan perilaku yang sama.

Sebenarnya kelahiran kurikulum baru tidaklah ujug-ujug, kemarin terlintas dipikiran Pak Mentri dan para staf ahlinya, besok kurikulum diganti. 

Kelahiran kurikulum baru diawali dengan kajian yang  cukup mendalam, dengan berbagai pertimbangan, karena mereka sadar betul bahwa perubahan kurikulum akan membutuhkan dana yang besar untuk penyusunan dan sosialisasinya, belum lagi menghadapi berbagai kritikan, yang bisa jadi mementahkan kembali kurikulum baru yang sudah dilaunching dalam piloting project.

Sebelum diterbitkannya kebijakan lahirnya Kurikulum 2013, Pemerintah, dalam hal ini Kemdikbud telah melakukan serangkaian kegiatan yang cukup panjang, saat menyadari, ketertinggalan pendidikan kita dibandingkan dengan negara-negara maju. 

Setidaknya, dari Survai Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada Tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 34 dari 45 Negara. Walaupun rerata skor naik menjadi 411 dibandingkan 403 pada Tahun 1999, kenaikan tersebut secara statistik tidak signifikan, dan skor itu masih di bawah ratarata untuk wilayah ASEAN. 

Prestasi SISWA bahkan relatif lebih buruk berdasarkan hasil Program for International Student Assessment (PISA), yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun dalam membaca, matematika, dan literasi ilmu pengetahuan. Program yang diukur setiap tiga tahun, pada Tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 2 terendah dari 40 negara sampel, yaitu hanya satu peringkat lebih tinggi dari Tunisia.

Pada awal masa kepemimpinannya, Tahun 2004, Presiden Susilo Bambang Yudoyono, menekankan pentingnya profesionalisme guru bagi kemajuan bangsa. Untuk meningkatkan profesionalisme guru, Pemerintah melakukan perbaikan manajemen guru. 

Sementara itu, desakan agar Pemerintah menyediakan anggaran pendidikan melalui APBN sebesar 20% semakin menguat, dan Pemerintah bersama DPR pun dengan legowo menyetujui usulan tersebut. Semua menyadari, bahwa pendidikan sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam proses perjalanan menuju negara yang maju dan mandiri.

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen menjadi titik awal landas picu digulirkannya program-program perbaikan mutu pendidikan. 

Lahirnya UU tersebut telah disambut baik oleh seluruh kalangan di Indonesia. Berbagai diskusi dan tanggapan mengalir deras. Masing-masing pihak menyodorkan beragam ide-ide dan gagasan yang menarik tentang guru di era baru alias Guru Zaman Now, khususnya dalam era globalisasi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun