Mohon tunggu...
Nasikhul Abidin
Nasikhul Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa

Neofilia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demonstrasi (Unjuk Rasa) Empatik di Nepal

7 Oktober 2025   06:05 Diperbarui: 7 Oktober 2025   06:02 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi dan demonstrasi ibarat dua sisi mata uang yang sama-sama lahir dari semangat kebebasan. Demokrasi memberi ruang bagi rakyat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan demonstrasi menjadi sarana kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan. Dalam konteks Nepal, hubungan keduanya sangat erat. Demokrasi menjadi arena bagi para pemimpin politik menentukan arah kebijakan, sementara demonstrasi hadir sebagai wadah bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi serta mengoreksi kebijakan yang dianggap tidak berpihak.

Sepanjang sejarah, hampir tidak ada demokrasi yang tumbuh sehat tanpa adanya ruang ekspresi rakyat. Demonstrasi bisa disebut sebagai "napas kedua" demokrasi, sebab tanpa partisipasi rakyat, demokrasi akan kehilangan makna substansialnya. Bagi Nepal, yang baru beberapa dekade meninggalkan sistem monarki absolut, demonstrasi memiliki peran penting dalam memperkuat nilai-nilai demokrasi yang baru tumbuh.

Sejarah Perjuangan Demonstrasi di Nepal

Nepal pernah berada di bawah sistem monarki absolut selama berabad-abad. Namun, semangat perubahan muncul seiring meningkatnya kesadaran politik rakyat. Gerakan rakyat pada tahun 1990, atau yang dikenal dengan Jana Andolan I, menjadi titik balik penting. Aksi tersebut berhasil memaksa pemerintah menyusun konstitusi baru yang lebih demokratis dan membatasi kekuasaan raja.

Perjalanan belum berhenti di situ. Pada tahun 2006, gerakan Jana Andolan II kembali mengguncang Nepal. Aksi besar ini menumbangkan sisa-sisa kekuasaan monarki dan membuka jalan menuju republik federal. Dari dua peristiwa tersebut, terlihat bahwa demonstrasi di Nepal bukan sekadar bentuk kemarahan spontan, melainkan perjuangan panjang untuk memperoleh hak politik dan kebebasan sipil.

Tanpa gerakan rakyat tersebut, kemungkinan besar Nepal masih terjebak dalam sistem politik tertutup. Karena itu, demonstrasi menjadi bagian penting dari pembentukan budaya politik baru di negara tersebut.

Dinamika Demonstrasi: Damai dan Anarkis

Meski memiliki semangat demokratis, demonstrasi di Nepal tidak selalu berlangsung damai. Dalam beberapa peristiwa, aksi protes berubah menjadi bentrokan yang menelan korban. Biasanya hal ini dipicu oleh kekecewaan mendalam terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil.

Krisis politik tahun 2015 menjadi contoh nyata. Setelah disahkannya konstitusi baru, kelompok etnis Madhesi di wilayah Terai merasa tidak diakui secara proporsional. Aksi protes yang awalnya damai berubah menjadi bentrokan dengan aparat keamanan. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa tanpa manajemen konflik yang baik, demonstrasi bisa bergeser menjadi tindakan destruktif dan memperuncing perpecahan sosial.

Kondisi semacam ini memperlihatkan perlunya pendekatan baru dalam memahami demonstrasi, yakni dengan menumbuhkan empati dan saling pengertian di antara pihak-pihak yang terlibat.

Demonstrasi Terkini di Nepal (2025): Suara Generasi Z

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun