Mohon tunggu...
nasatulakbar
nasatulakbar Mohon Tunggu... Sarjana Ilmu Al-Quran dan Tafsir ISIF Cirebon

hobi saya menulis, travelling dan belajar ilmu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mukhlasin dan Mukhlisin dalam Perspektif Tafsir dan Tasawuf

8 Februari 2025   23:56 Diperbarui: 9 Februari 2025   00:25 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mukhlasīn dan Mukhlisīn dalam Perspektif Tafsir dan Tasawuf

Oleh:  Nasa Tulakbar
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an & Tafsir  ISIF Cirebon

Dalam perjalanan spiritual seorang Muslim, keikhlasan menjadi pilar utama dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Al-Qur’an, istilah Mukhlisīn dan Mukhlasīn sering kali digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan Allah. Namun, kedua istilah ini memiliki makna yang berbeda dalam tafsir dan tasawuf. Artikel ini akan membahas perbedaan, makna, serta relevansi kedua konsep ini dalam kehidupan seorang  muslim.

1. Definisi Mukhlisīn dan Mukhlasīn dalam Al-Qur’an

Secara bahasa, Mukhlisīn berasal dari kata ikhlāṣ, yang berarti murni atau tulus. Dalam Al-Qur’an, Mukhlisīn merujuk kepada orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan ketulusan hati tanpa mencampurkannya dengan kepentingan duniawi. Salah satu ayat yang menyebut mereka adalah:

 فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya." (QS. Ghafir: 14)

Sementara itu, Mukhlasīn adalah orang-orang yang telah disucikan oleh Allah sendiri, bukan sekadar karena usaha mereka. Mereka adalah hamba-hamba pilihan Allah yang dijaga dari gangguan setan. Dalam kisah Nabi Yusuf, Allah berfirman:

 إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

"Sesungguhnya dia (Yusuf) termasuk hamba-hamba Kami yang disucikan (Mukhlasīn)." (QS. Yusuf: 24)

Perbedaan mendasar antara keduanya adalah bahwa Mukhlisīn berusaha untuk ikhlas, sementara Mukhlasīn adalah mereka yang telah dipilih dan disucikan oleh Allah.

2. Perspektif Tafsir: Mukhlisīn dan Mukhlasīn dalam Konteks Al-Qur’an

Menurut para mufasir, perbedaan ini mencerminkan tahapan spiritual seorang Muslim. Imam Al-Razi dalam tafsirnya menyatakan bahwa Mukhlisīn adalah hamba yang mengikhlaskan niatnya dengan usaha sendiri, sementara Mukhlasīn adalah mereka yang diberikan keistimewaan oleh Allah karena kesungguhan mereka dalam beribadah.

Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa Mukhlasīn adalah orang-orang yang sudah mencapai maqām yang lebih tinggi dalam kedekatan dengan Allah, sebagaimana para nabi dan wali. Setan pun mengakui bahwa dia tidak bisa menggoda Mukhlasīn, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

"Kecuali hamba-hamba-Mu yang disucikan (Mukhlasīn)." (QS. Shad: 83)

3. Perspektif Tasawuf: Menuju Mukhlasīn dengan Tazkiyatun Nafs

Dalam tasawuf, perjalanan menuju Mukhlasīn dimulai dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa seorang hamba harus melalui beberapa tahapan:

1. Mujāhadah (Perjuangan Spiritual): Melawan hawa nafsu dan membersihkan hati dari riya dan sum’ah.
2. Muraqabah (Kesadaran Spiritual): Selalu merasa diawasi oleh Allah dalam setiap amal.
3. Mahabbah (Cinta kepada Allah): Mencintai Allah di atas segala sesuatu, sehingga amal ibadah hanya dilakukan untuk-Nya.
4. Fanā’ (Melebur dalam Kehendak Allah): Tahapan di mana seseorang mencapai ketulusan sempurna dan masuk dalam kategori Mukhlasīn.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani juga menegaskan bahwa hanya orang yang benar-benar meninggalkan kepentingan duniawi dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah yang bisa mencapai derajat Mukhlasīn.

4. Relevansi Mukhlisīn dan Mukhlasīn dalam Kehidupan Muslim

Dalam kehidupan modern, keikhlasan sering kali terdistorsi oleh ambisi duniawi. Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk selalu memperbaiki niatnya dalam setiap ibadah, pekerjaan, dan aktivitas sosial.

Dalam ibadah: Pastikan bahwa salat, puasa, dan amal lainnya dilakukan semata-mata untuk mencari rida Allah.

Dalam bekerja: Seorang Muslim harus bekerja dengan jujur dan profesional sebagai bentuk ibadah kepada Allah.

Dalam dakwah: Ikhlas dalam menyampaikan ilmu tanpa mengharapkan pujian atau keuntungan materi.

Mencapai tingkat Mukhlasīn adalah anugerah dari Allah, tetapi menjadi Mukhlisīn adalah tanggung jawab setiap Muslim. Oleh karena itu, teruslah memperbaiki niat dan berharap akan pertolongan Allah untuk mencapai maqām yang lebih tinggi.
Kesimpulan

Mukhlisīn dan Mukhlasīn adalah dua tingkatan keikhlasan dalam Islam. Mukhlisīn adalah mereka yang berusaha ikhlas dalam beribadah, sementara Mukhlasīn adalah orang-orang yang telah disucikan oleh Allah. Dalam tafsir dan tasawuf, kedua istilah ini menunjukkan tahapan spiritual seorang Muslim. Dengan memperbaiki niat, melakukan tazkiyatun nafs, dan bersungguh-sungguh dalam ibadah, kita berharap dapat mencapai maqām Mukhlasīn dan mendapatkan rida Allah.

Daftar Pustaka

1. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulumuddin.

2. Al-Razi, Fakhruddin. Tafsir Al-Kabir.

3. Ibnu Katsir, Ismail. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim.

4. Al-Jilani, Abdul Qadir. Futuh al-gaib.

5. Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun