Mohon tunggu...
Sunarko
Sunarko Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kami Tidak Butuh PLTU, Kami Sudah Punya PLN

16 Oktober 2016   16:18 Diperbarui: 25 Oktober 2016   10:20 2154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Labuhan Bajo dengan segala keindahannya

Hidup di zaman sosial media seperti saat ini yang merupakan era-nya generasi Y atau istilahnya generasi millennial tidak bisa terlepas dari yang namanya gadget. Dari bangun tidur sampai tidur lagi gadget tidak boleh jauh dari pandangan mata (haha lebay). Tujuannya tentu saja untuk berkomunikasi dan melakukan aktivitas kerja, seperti mengirim email, chatting di grup whatsapp, bbm, atau bahkan nge-game “Onet”. Hehe

Nah karena saking lamanya digunakan, HP menjadi lowbat. Disinilah peran dari listrik. Charger HP diambil, selanjutnya pencarian stok kontak dimulai. Dan bahagia sekali rasanya saat ada stop kontak nganggur. Charger dicolok dan tanganpun beraksi kembali melakukan aktivitas di atas layar HP.

Bukan itu saja, alat-alat rumah tangga semuanya menggunakan listrik untuk bisa digunakan seperti memasak, menyimpan lauk pauk di kulkas, sampai membuat sambal pun juga tidak lepas dari listrik.

Kalau dulu saat kita sekolah diajarkan ada 3 kebutuhan primer, saat ini mungkin sudah bertambah menjadi 4 yaitu sandang, pangan, papan dan listrik. Listrik untuk kehidupan yang lebih baik memang benar adanya.

PLN merupakan perusahaan negara yang khusus melayani kebutuhan listrik masyarakat dari kota sampai ke pelosok desa. Di umur PLN yang ke-71 ini rasio elektrifikasi di Indonesia sebesar 90.15%, artinya masih tersisa 9.85% rumah tangga yang belum mendapatkan aliran listrik. Upaya-upaya pemerintah dan PLN untuk terus berupaya menjangkau daerah-daerah terpencil yang belum teraliri listrik mulai dari pembangunan pembangkit FTP I dan FTP II dilanjutkan program 35,000 MW. Semua pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan (pembangkit, tranmisi dan gardu induk) ini untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia dan sejalan dengan Nawa Cita Pemerintah RI.

Rencana PLN dalam melistriki nusantara sudah tertuang dalam RUPTL 2016 - 2025, dengan target rasio elektrifikasi 100% pada tahun 2025. Tentu upaya ini tidak akan bisa terlaksana dengan mudah tanpa dukungan semua pihak, baik internal PLN sendiri maupun stakeholder.


Dalam membangun infrastruktur ketenagalistrikan, PLN mempunyai unit bisnis tersendiri yakni PLN Unit Induk Pembangunan (selanjutnya disebut PLN UIP). PLN UIP Nusa Tenggara merupakan unit bisnis PLN yang diberikan tugas membangun pembangkit dan jaringan di wilayah Nusa Tenggara. Tantangan berat terpampang di depan mata. Kondisi geografis yang terdiri dari beberapa kepulauan tentunya menyulitkan dalam proses pembangunannya. Namun itu semua tidak menyurutkan langkah para pahlawan kelistrikan untuk menerangi Nusantara.

Semua cerita di atas masih merupakan gambaran umum dan pengenalan PLN dalam berperan membuat kehidupan menjadi lebih bermartabat.

Membangun pembangkit dan transmisi sampai listriknya bisa dinikmati oleh ibu-ibu di desa untuk memasak nasi, untuk nobar final liga champion para penggila bola atau untuk sekedar update status kekinian di facebook membicarakan pilkada 2017, semua itu perlu proses yang panjang.

Beberapa cerita bagaimana para pejuang kelistrikan berupaya melistriki daerah-daerah pelosok selayaknya membuat kita lebih bersyukur dapt menikmati listrik tiap harinya, minimal tidak menghujat PLN saat listrik mati.

Teringat teman yang bekerja di pedalaman Papua sana membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Di sana selain hutannya yang masih alami, ancaman dari gerakan separatis OPM, ada juga serangan yang mematikan lainnya yaitu nyamuk. Panas dingin badan terkena malaria bisa membuat orang istirahat total dari segala aktivitasnya. Kasian juga kan, sudah jauh dari keluarga terkena malaria, disamping juga terkena serangan malarindu kepada sang pujaan hati di kampung halaman. Hehe...

Lain lagi cerita di pelosok Flores sana. Tepatnya di Ropa...bukan Eropa lho ya tapi Ropa. Hehe.. Ada proyek pembangkit FTP I di sana yaitu PLTU 1 NTT (2x7 MW), yang saat ini memasuki tahap komisioning. Kalau kita ke sana harus siap-siap dengan terputusnya komunikasi dengan orang-orang tercinta, jangankan jaringan 4G lha wong sinyal provider seluler saja kadang muncul dan banyak ilangnya. Jadi kalau mau telpon ibu di kampung harus pergi dulu ke kota yang biasa nya ditempuh selama 20 menit.

"Yuk cari sinyal", begitu biasanya ajakan teman yang lagi kangen telpon pacarnya. Takut diputus katanya..haha.

Setelah perjalanan sekitar 20 menit, tepat di jalan tanjakan; "nah pas tanjakan ini pasti nanti sudah ada sinyal, makanya kita sebut tanjakan sinyal" kata teman itu. Dan memang benar pas mobil menanjak, bunyi notifikasi dari wasap, fb, sms, twitter, path, IG (banyak banget sosmed nya, haha) semua masuk.

Kita berhenti setelah di tanjakan, dan aktivitas telpon menelpon pun di mulai.

Itu tadi cerita di proyek pembangkit, lain pulak cerita pembebasan lahan tapak tower transmisi. Tantangan berat selain karena medan di lapangan yang berbukit, naik turun perlu energi ekstra, ditambah pemilik lahan menolak untuk dibebaskan lahannya.

Kami pernah melakukan pembebasan lahan tapak tower di Flores, dimulai pencarian patok hasil survey. Ditemani kepala desa setempat kami berjalan membawa GPS untuk memudahkan pencarian. Terkadang koordinat yang sudah diplot di GPS pun tidak akurat, sehingga harus menyibak semak belukar, memotong dahan dan ranting. Patok pun kadang bergeser karena dipindah atau malah sudah hilang. Setelah naik turun bukit akhirnya ketemu patok yang dimaksud.

Menyibak semak belukar
Menyibak semak belukar
Pak Kades kami tanya siapa yang punya tanah ini, dan kami ditunjukan rumah sang empunya. Kamipun meluncur ke rumah pemilik tanah. Setelah dipersilahkan masuk, kopi hitam khas flores pun keluar. Sambil menikmati kopi kami menjelaskan tujuan dan maksud kedatangan. Tuan rumah mengangguk-angguk tanda setuju tanahnya digunakan untuk tapak tower transmisi. Lega rasanya, kami seruput kembali kopi hitam sampai tetes penghabisan seakan menunjukkan rasa terima kasih kepada tuan rumah.

Menyusuri pematang sawah
Menyusuri pematang sawah
Lain lagi tetangga yang punya tanah sebelahnya. Penjelasan yang se-simple mungkin terkait pembangunan transmisi agar dapat mudah dipahami, namun diluar dugaan kami tuan rumah menjawab : "Saya tidak butuh transmisi, saya sudah ada PLN". Duh, kopi yang saya minum terasa sangat pahit, sepahit kenyataan yang harus kami terima.

Penolakan dari pemilik tanah seperti itu memang acap kali terjadi. Bukan hanya tanah untuk tapak tower, tanah pembangkit pun juga demikian.

Saat PLN akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Warga menolak bahkan sempat demo segala. saat ditanya alasannya mereka menjawab: "Kami tidak memerlukan PLTU di sini, kami sudah ada PLN!!".

Saya cuma bisa menjawab dalam hati; "PLN (baca: listrik) kalau tidak ada pembangkit-nya bagaimana bisa lho pak..."

Hal ini menunjukkan bahwa PLN dan Pemerintah masih punya PR melakukan edukasi lebih kepada masyarakat bagaimana pentingnya pembangunan pembangkit dan transmisi hingga bisa dinikmati sampai ke rumah-rumah. Mereka bisa menikmati PLN (baca: listrik) karena adanya pembangkit dan transmisi tersebut.

Melanjutkan cerita pembebasan lahan di atas, kami melanjutkan inventarisasi tanah di desa lain yang belum teraliri listrik sama sekali. Kami bertemu kepala desanya. Setelah berdiskusi di rumah beliau sampai kopi hitam yang disajikan habis, kami mohon pamit. Kami berjanji akan datang lagi dengan sebelumnya mau menelpon pak Kades terlebih dahulu. Pak Kades berpesan:"Mas nanti telponnya malam saja ya, soalnya hp saya dicas (charge) saat siang". Kan ga apa2 pak dicabut cas nya trus telpon.?? "Ngecas nya tidak di rumah mas, tapi saya titipkan angkot untuk dicas ke kota, baru sorenya pas balik angkotnya bisa diambil lagi". Trenyuh sekali perasaan ini mendengarnya.

"Nah itu pak, nanti kalau transmisinya sudah selesai dibangun, bapak bisa ngecas HP di rumah, tidak perlu titip angkot lagi.hehehe...jawab kami menghibur. Pak Kades tersenyum tanda setuju dengan jawaban kami.

Sawah laba-laba di Flores
Sawah laba-laba di Flores
Begitulah beberapa cerita untuk membangun listrik di pelosok-pelosok nusantara. Kerja nyata untuk menerangi negeri. Dalam membangun infrastruktur kelistrikan di sana dengan budaya dan adat daerah yang berbeda-beda, kami harus tetap menjunjung tinggi adat dan budaya setempat tanpa mengurangi tujuan sebenarnya yaitu semangat menerangi negeri.

Tujuan ini merupakan tujuan mulia, membuat orang lain bahagia, bisa menikmati listrik demi kehidupan mereka yang lebih baik. Jika kita berbuat kebaikan kepada orang lain, pasti Allah akan membalasnya buat kita. Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yg baik untuk semua orang, orang tidak akan tanya apa agamamu.

Seperti apa yang disampaikan Bpk Nasri Sebayang (salah satu Direktur PLN); "setiap lampu yang menyala itu merupakan dzikir bagimu, sebagai amal jariyah buat pegawai PLN". Tepat sekali, bila kita ikhlas dalam membangun negeri ini insyaAllah hal itu sebagai amal ibadah yang pahalanya akan mengalir terus bahkan saat kita sudah meninggal nanti.

PLN Jaya, Indonesia Sejahtera. Aamiiin

Name tag PLN
Name tag PLN
Sunarko

(8308470-Z)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun