Mohon tunggu...
Sunarko
Sunarko Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kami Tidak Butuh PLTU, Kami Sudah Punya PLN

16 Oktober 2016   16:18 Diperbarui: 25 Oktober 2016   10:20 2154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Labuhan Bajo dengan segala keindahannya

Lain lagi cerita di pelosok Flores sana. Tepatnya di Ropa...bukan Eropa lho ya tapi Ropa. Hehe.. Ada proyek pembangkit FTP I di sana yaitu PLTU 1 NTT (2x7 MW), yang saat ini memasuki tahap komisioning. Kalau kita ke sana harus siap-siap dengan terputusnya komunikasi dengan orang-orang tercinta, jangankan jaringan 4G lha wong sinyal provider seluler saja kadang muncul dan banyak ilangnya. Jadi kalau mau telpon ibu di kampung harus pergi dulu ke kota yang biasa nya ditempuh selama 20 menit.

"Yuk cari sinyal", begitu biasanya ajakan teman yang lagi kangen telpon pacarnya. Takut diputus katanya..haha.

Setelah perjalanan sekitar 20 menit, tepat di jalan tanjakan; "nah pas tanjakan ini pasti nanti sudah ada sinyal, makanya kita sebut tanjakan sinyal" kata teman itu. Dan memang benar pas mobil menanjak, bunyi notifikasi dari wasap, fb, sms, twitter, path, IG (banyak banget sosmed nya, haha) semua masuk.

Kita berhenti setelah di tanjakan, dan aktivitas telpon menelpon pun di mulai.

Itu tadi cerita di proyek pembangkit, lain pulak cerita pembebasan lahan tapak tower transmisi. Tantangan berat selain karena medan di lapangan yang berbukit, naik turun perlu energi ekstra, ditambah pemilik lahan menolak untuk dibebaskan lahannya.

Kami pernah melakukan pembebasan lahan tapak tower di Flores, dimulai pencarian patok hasil survey. Ditemani kepala desa setempat kami berjalan membawa GPS untuk memudahkan pencarian. Terkadang koordinat yang sudah diplot di GPS pun tidak akurat, sehingga harus menyibak semak belukar, memotong dahan dan ranting. Patok pun kadang bergeser karena dipindah atau malah sudah hilang. Setelah naik turun bukit akhirnya ketemu patok yang dimaksud.

Menyibak semak belukar
Menyibak semak belukar
Pak Kades kami tanya siapa yang punya tanah ini, dan kami ditunjukan rumah sang empunya. Kamipun meluncur ke rumah pemilik tanah. Setelah dipersilahkan masuk, kopi hitam khas flores pun keluar. Sambil menikmati kopi kami menjelaskan tujuan dan maksud kedatangan. Tuan rumah mengangguk-angguk tanda setuju tanahnya digunakan untuk tapak tower transmisi. Lega rasanya, kami seruput kembali kopi hitam sampai tetes penghabisan seakan menunjukkan rasa terima kasih kepada tuan rumah.

Menyusuri pematang sawah
Menyusuri pematang sawah
Lain lagi tetangga yang punya tanah sebelahnya. Penjelasan yang se-simple mungkin terkait pembangunan transmisi agar dapat mudah dipahami, namun diluar dugaan kami tuan rumah menjawab : "Saya tidak butuh transmisi, saya sudah ada PLN". Duh, kopi yang saya minum terasa sangat pahit, sepahit kenyataan yang harus kami terima.

Penolakan dari pemilik tanah seperti itu memang acap kali terjadi. Bukan hanya tanah untuk tapak tower, tanah pembangkit pun juga demikian.

Saat PLN akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Warga menolak bahkan sempat demo segala. saat ditanya alasannya mereka menjawab: "Kami tidak memerlukan PLTU di sini, kami sudah ada PLN!!".

Saya cuma bisa menjawab dalam hati; "PLN (baca: listrik) kalau tidak ada pembangkit-nya bagaimana bisa lho pak..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun