Bisa jadi Pemkot Surabaya tidak melaksanakan perda tersebut atau melaksanakannya tapi tak tegas. Perda pengelolaan sampah dan kebersihan yang sudah bagus itu mungkin juga hanya untuk memenuhi penilaian Adipura atau lomba kebersihan tingkat dunia.
Ini yang Harus Dilakukan Walikota Surabaya
Dari semua pembahasan terkait perda, nyatanya yang muncul ke permukaan sekadar SE pelarangan kantong plastik.Â
Munculnya SE ini sama sekali bukan solusi mengingat kompleksnya persoalan sampah yang dihadapi Pemkot Surabaya sebagai pemerintah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta.
Kalau maksud dari SE itu adalah upaya pengurangan sampah plastik, ya bolehlah. Tapi SE seperti ini bukan kapasitasnya walikota untuk menerbitkannya, cukup Ketua RT atau RW saja.
Sekelas walikota mestinya memerintahkan agar Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) menganggarkan dana untuk pembentukan tim pengelola sampah secara masif.Â
Kemudian tim itu dianggarkan pembinaannya sampai SDM mumpuni membangun jejaring. Dengan begitu tim kelola sampah akan mampu menginiasi pembentukan pengelola-pengelola sampah per kawasan.
Walikota seharusnya memerintahkan semua dinas untuk menganggarkan pelatihan, pembekalan atau apa saja namanya untuk mengubah mindset masyarakat. Yaitu agar kesadaran berperilaku memilah sampah dari rumahnya bisa diperluas dan masif.
Di sisi infrastruktur, Walikota perlu memerintahkan agar dinas terkait menganggarkan pemenuhan infrastruktur penunjang untuk pemilahan sampah. Insfrastruktur yang masuk ke rumah-rumah.
Walikota juga harusnya memerintahkan agar semua perusahaan yang menjual produknya di Surabaya meredesain kemasannya. Supaya semua sisa produk bisa didaur ulang.
Walikota mestinya memerintahkan semua pengusaha yang berjualan produk di Surabaya melapor padanya. Laporan tentang berapa jumlah produk yang dijualnya dan potensi sampahnya.Â