Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kerawanan Korupsi dalam Pengelolaan Sampah

16 Desember 2021   13:02 Diperbarui: 18 Desember 2021   07:01 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sentralisasi penanganan sampah adalah celah menganga potensi korupsi pengelolaan sampah. (Dokpri)

Volume sampah di Indonesia yang ada di kisaran angka 67,8 juta ton per tahun tentu berdampak pada penggunaan anggaran. Bukan hanya anggaran di pemerintahan pusat, tapi juga anggaran di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Anggaran yang diperlukan untuk penanganan sampah cukup besar dan tidak jarang pemerintah di semua tingkat menyatakan ketidakmampuannya.

Kondisi darurat persampahan Indonesia tentu tidak lepas dari kemampuan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam menyediakan anggaran pengelolaan sampah. Sehingga semua pihak kemudian diajak terlibat dan bergotong royong untuk mengatasi masalah tersebut. 

Pihak yang paling dituntut keikutsertaannya dalam upaya pengelolaan sampah di Indonesia adalah masyarakat dan dunia usaha. Di mana masyarakat berada dalam posisi sebagai penimbul sampah, sementara dunia usaha terutama produsen produk diposisikan sebagai produsen sampah. Secara pragmatis keduanya adalah penghasil sampah.

Sejak lama masyarakat Indonesia telah terlibat dalam penganggaran pengelolaan sampah dengan membayarkan retribusi sampah. Di satu sisi, pemerintah kabupaten/kota terutama sekali mengandalkan dana retribusi tersebut untuk memenuhi kebutuhan dana penanganan sampah di samping alokasi dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Di sisi dunia usaha -utamanya produsen produk atau kemasan- pelibatan dalam penanganan pengelolaan sampah hingga kini belum benar-benar tersistem dengan baik. Umumnya dunia usaha dilibatkan dalam bentuk sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat. Misalnya memberikan bantuan berupa alat dan perlengkapan pengelolaan sampah atau armada angkut persampahan. Pada sumbangan-sumbangan tersebut kemudian dicantumkan logo perusahaan yang memberikan.

Banyak yang menyebutkan, sumbangan tersebut merupakan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan dunia usaha. Yang dalam bahasa lain sering disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Namun, secara praktik hal itu tidak sesuai dengan prinsip CSR - jika sumbangan itu disebut sebagai implementasi dari CSR. Menyebutkan atau mencantumkan logo atau merek dunia usaha pada apapun yang diberikan ke pihak lain lebih cenderung disebut sebagai sponsorship, bukan CSR.

Tanggung jawab sosial dan lingkungan termaktub dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Bab V Pasal 74. Di samping itu, dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008, dunia usaha khususnya produsen produk memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan sampah dari sisa produknya.

Dapat disimpulkan bahwa upaya pengelolaan sampah di Indonesia membutuhkan dana besar. Dalam kebutuhan besar tersebut, maka dana pengelolaan sampah akan dihimpun dari berbagai sumber dan akan dialokasikan pada berbagai program dan kegiatan pula. 

Ke depan sangat meyakinkan bahwa Indonesia akan makin baik dalam pengelolaan sampahnya. Di mana semua pihak yang terkait dalam persampahan akan semakin nyata menjalankan kewajiban, hak dan tanggung jawabnya secara proporsional. Transformasi pengelolaan sampah yang semakin baik itu akan menciptakan konsekuensi ekonomis yang besar juga. Sebab sampah akan menjadi komoditi yang bukan lagi sesuatu yang sia-sia. Sampah akan menjadi sumber daya ekonomi yang potentially corrupted.

Potensi Korupsi Sampah dari APBN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun