Mohon tunggu...
Napiajo dan Anjelina Serini
Napiajo dan Anjelina Serini Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa S2 Akuntansi FEB Universitas Tanjungpura

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengungkap Rahasia Survival Perusahaan: Panduan Komprehensif Menghadapi Financial Distress

20 Maret 2024   21:26 Diperbarui: 18 April 2024   09:58 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.jurnal.id/id/blog/2018-mengetahui-dan-mencegah-terjadinya-financial-distress-dalam-perusahaan

Perusahaan didirikan tentu saja dengan harapan terus eksis atau survive, dapat memiliki keunggulan dalam semua aspek, termasuk kinerja perusahaan itu sendiri dan keunggulan dalam persaingan dengan perusahaan lain. Harapan pemilik perusahaan yang ingin tetap Survive agar keberlangsungan hidup perusahaan itu tetap terus berjalan, mampu bersaing dan memiliki keunggulan didalam persaingan tersebut kadangkala juga akan mengalami kesulitan didalam proses berjalannya waktu, ada beberapa perusahaan yang mungkin tidak mulus berkembang dengan baik, Selain itu ada perusahaan yang menghadapi kesulitan keuangan dalam memenuhi kewajiban mereka, baik jangka pendek maupun jangka panjang karena disebabkan operasi mereka, kesulitan keuangan atau dikenal dengan istilah FINANCIAL DISTRESS yang secara sederhana berarti Kesulitan keuangan terjadi ketika perusahaan tidak dapat memenuhi janji pembayarannya atau ketika proyeksi arus kas menunjukkan bahwa perusahaan tidak akan dapat memenuhi kewajibannya. Kondisi ini menunjukkan kesehatan keuangan perusahaan karena tidak dapat memenuhi kewajibannya. Financial distress juga dapat berarti keadaan keuangan perusahaan yang tidak sehat atau krisis. Jadi bisa simpulkan bahwa financial distress  artinya kesulitan keuangan di dalam perusahaan karena tidak bisa memenuhi kewajiban atau hutang hutang baik jangka panjang maupun jangka pendeknya.

Pada kondisi perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang sinyalnya atau tanda-tandanya telah terlihat maka perusahaan akan melakukan evaluasi secara berkala baik dari dalam perusahaan secara internal maupun dari luar perusahaan secara eksternal misalnya seperti dari investor kreditur, auditor, pemerintah dan pemilik perusahaan. Investor mengevaluasi dalam keperluan investasi dengan melihat kondisi keuangannya jika dalam kondisi bagus berarti dapat dilanjutkan investasi pada perusahaan tersebut, untuk kreditor berkaitan dengan kondisi misalnya perusahaan ingin melakukan pinjaman atau utang maka kreditur itu akan menilai kondisi keuangan perusahaan baik atau tidak, kemudian ada juga dari auditor atau pengawasan dengan melakukan audit atau memeriksa laporan keuangan perusahaan secara berkala berkaitan dengan kesesuaian dengan standar akuntansi, selanjutnya pemerintah tentunya ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan karena akan berkaitan dengan adanya pembayaran pajak yang berhubungan dengan omset perusahaan apabila perusahaan itu mengalami tingkat laba yang semakin meningkat tentu saja itu juga akan bermanfaat untuk pengembangan ataupun perluasan usahanya.

Sinyal financial distress ditandai dengan adanya penundaan pengiriman jadi pengiriman barang untuk distribusinya itu mengalami penundaan kemudian disertai dengan hilangnya kepercayaan dari para pelanggan karena ada penundaan pengiriman otomatis pelanggan merasa was-was kemudian bertanya-tanya Kenapa pengiriman tidak berjalan dengan lancar kemudian ada juga dari tagihan dari bank ataupun kreditur yang macet artinya tidak bisa melunasi kewajiban jangka pendek maupun panjangnya ataupun tanda-tanda lain yang mengindikasikan perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan indikasi adanya financial distress tersebut Jika ini tidak diselesaikan dengan segera, hal itu akan berdampak negatif pada perusahaan dan menghilangkan kepercayaan dari stakeholder, jika perusahaan mengetahui bahwa ada indikasi atau tanda-tanda bahwa perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan atau kesulitan keuangan, stakeholder akan kehilangan kepercayaan karena indikasi dan tanda-tanda seperti laporan keuangan yang diberikan selama bertahun-tahun tidak konsisten hal tersebut merupakan tanda-tanda kesulitan keuangan kemudian ada juga tanda-tanda atau sinyal adanya financial distress yaitu tidak adanya kepercayaan lagi dari para pelanggan, kemudian tagihan dari bank yang macet juga merupakan sinyal atau tanda-tanda financial distress. Selanjutnya jenis-jenis dari financial distress dikenal dengan beberapa istilah yang pertama Economic failure merupakan kegagalan ekonomi dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutup biayanya sendiri artinya pendapatan atau laba yang dihasilkan perusahaan itu tidak dapat menutup biaya tetapnya atau operasional perusahaan sehari-harinya sehingga akan mengalami kerugian jadi tingkat labanya lebih kecil dari biaya modalnya sehingga perusahaan tidak bisa membayar hutang yang dimilikinya.

Ada istilah financial distress yang lain yaitu Bussines Failure atau kegagalan usaha yang menghentikan operasinya sehingga mengakibatkan kerugian bagi kreditur, adanya kegagalan di dalam usaha adalah istilah lain dari financial distress selanjutnya ada istilah Technical insolvency atau perusahaan mengalami kesulitan keuangan apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo, jadi ketika perusahaan memiliki hutang atau kewajiban pada saat jatuh tempo harus dan segera dibayar tapi ternyata perusahaan tidak bisa membayarnya atau mangkir karena tidak ada kecukupan dana, maka itu disebut technical insolvensi, biasanya istilah untuk kewajiban jangka panjang. Selanjutnya dikenal dengan istilah legal bankruptcy, perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jadi bangkrut secara legal atau secara hukum, ketika perusahaan sudah berada pada legal bankruptcy berarti Kondisinya sudah sangat parah karena sudah mendekati diambang kebangkrutan. Ada faktor penyebabnya di perusahaan dalam kondisi mengalami kesulitan keuangan yang tentu saja terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi ada beberapa faktor ataupun pencetus penyebab terjadinya, yang pertama adanya ketidak cukupan atau kekurangan modal yang terjadi karena adanya kekurangan modal untuk membeli barang modal dan peralatan, seharusnya perusahaan dapat mengembangkan usahanya dengan membeli mesin-mesin yang baru ternyata perusahaan tidak memiliki cukup dana untuk membeli barang modal dan peralatan, kemudian kekurangan modal itu juga bisa disebabkan karena Untuk memanfaatkan barang persediaan yang dijual dengan potongan kuantitas atau persediaan yang dijual dengan potongan kuantitas atau jenis potong lainnya ternyata perusahaan tidak bisa memanfaatkan momen tersebut karena adanya ketidak cukupan modal, selain ketidak cukupan atau kekurangan modal Faktor atau penyebab lain dari financial distress yang kedua adalah peralatan dan metode bisnis yang ketinggalan zaman, mesin yang sudah ketinggalan zaman membuat perusahaan gagal menerapkan pengendalian persediaan kemudian tidak dapat melakukan pengendalian kredit dan adapun metode bisnis beraitan dengan kurang memadainya catatan akuntansi, dalam pencatatan akuntansinya masih ketinggalan zaman, selain penyebab yang lain ketidakcukupan modal dan peralatan dan metode teknis yang ketinggalan zaman adanya ketiadaan perencanaan bisnis jadi usaha yang dijalankan itu tidak mampu mendeteksi dan memahami perubahan pasar sehingga tidak mampu memahami perubahan kondisi ekonomi dan tidak menyiapkan rencana untuk situasi darurat atau diluar dugaan ketika terjadi bencana misalnya atau terjadi pandemi seperti beberapa waktu lalu sehingga tidak ada perencanaan bisnis yang secara tekhnis, seandainya hal-hal yang diluar dugaan itu tidak disiapkan rencana-rencana sirkulasi daruratnya, perusahaan mungkin tidak akan mampu mengantisipasi dan merencanakan kebutuhan keuangan. Adapun Faktor pencetus lainnya yaitu kualifikasi pribadi berkaitan dengan pemilik yang kurang memiliki pengetahuan bisnis, ketika mendirikan sebuah perusahaan tanpa memiliki kemampuan pengetahuan bisnis yang mendalam bisa jadi pemimpin kurang mendelegasikan antara tugas dan wewenang kepada bawahan atau karyawannya, kemudian ketidak mampuan memelihara hubungan baik dengan konsumen di era persaingan yang semakin kompetitif saat tidak mampu membina hubungan yang baik dengan pelanggan sehingga terjadinya hubungan yang baik dengan pelanggan di kemudian hari diharapkan mereka masih melakukan pembelian ulang, hal itu mengenai kualifikasi pribadi yang bisa jadi menyebabkan Apa faktor pencetus terjadinya konvensial distress.

Dalam financial distress ada beberapa kategori penggolongan kesulitan keuangan yaitu:

  • Financial distress kategori A (sangat tinggi dan benar-benar membahayakan)

Pada kategori ini perusahaan dinyatakan di posisi bangkrut atau pailit. Perusahaan untuk melaporkan ke pengadilan, bahwa perusahaan telah berada dalam posisi bankruptcy (pailit). Perusahaan bahkan harus menyerahkan berbagai urusan untuk ditangani oleh pihak luar. jadi kalau perusahaan itu berada pada kategori A berarti posisi atau kondisi perusahaan tersebut sudah sangat membahayakan perusahaan bahkan harus menyerahkan berbagai urusan untuk ditangani pengadilan sehingga nanti ketika dinyatakan pailit maka akan ada beberapa hak-hak dan kewajiban yang harus di jalankan kepada karyawannya

  • Financial distress kategori B (tinggi dan dianggap berbahaya)

Perusahaan harus memikirkan berbagai solusi realistis dalam menyelamatkan berbagai aset yang dimiliki, seperti sumber-sumber aset yang ingin dijual dan tidak dijual/dipertahankan. Termasuk memikirkan berbagai dampak jika dilaksanakan keputusan merger (penggabungan) dan akuisisi (pengambilalihan). Dampaknya akan ada PHK, Pensiun dini. jadi kategori B ini dianggap berbahaya tetapi belum sangat membahayakan sebaiknya perusahaan di kategori B ini harus menyelamatkan aset aset yang dimilikinya misalnya dengan menjual sumber-sumber atau aset-aset yang aset-aset tetap yang ingin dijual yang kemudian juga memikirkan Apa solusinya sebaiknya seperti apa Apakah perusahaan tersebut merger karena kalau perusahaan tersebut merger atau bergabung dengan perusahaan lain yang kondisi ekonomi atau keuangannya itu kuat maka akan bisa terselamatkan atau perang dari juga bisa dengan di akuisisi atau diambil alih

  • Financial distress kategori C (sedang dan dianggap masih bisa menyelamatkan diri)

Perusahaan sudah harus melakukan perombakan berbagai kebijakan dan konsep manajemen yang diterapkan selama ini artinya ada yang harus dibenahi di dalam manajemen perusahaan tersebut kemudian melakukan perekrutan semua tenaga ahli baru yang memiliki kompetensi yang tinggi untuk ditempatkan di posisi-posisi strategis yang bertugas mengendalikan dan menyelamatkan perusahaan, termasuk target dalam menggenjot perolehan laba Kembali supaya dapat normal,kesulitan keuangan kategori C ini karena sedang dan dianggap masih bisa menyelamatkan diri sebelum terjadi kesulitan keuangan titik kategori B maka top management itu harus melakukan perombakan dengan tepat.

  • Financial distress kategori D (rendah)

Perusahaan dianggap hanya mengalami fluktuasi finansial temporer atau sementara yang disebabkan oleh berbagai kondisi eksternal dan internal, Jadi mungkin untuk perusahaan yang berada di kategori D ini kesulitan ekonominya rendah disebabkan adanya pergantian pimpinan secara internal sehingga ada penyesuaian-penyesuaian syang membuat perusahaan mengalami penurunan sedikit, kemudian setelah bisa menyesuaikan maka akan dapat meningkat, jika pengaruh secara eksternal disebabkan kondisi ekonomi secara umum di pasar yang sedang bergejolak, seperti kondisi pandemi yang pernah terjadi 3 tahun belakangan, rata-rata perusahaan mengalami penurunan laba pada masa itu dikarenakan ruang gerak untuk pendistribusian barang yang harus dijalankan serba terbatas sehingga produksi yang dihasilkan menjadi turun, hal tersebut termasuk kategori-kategori yang sifatnya temporer sehingga mengalami financial distress kategori D.

Adanya financial distress dengan kategori diatas dapat diketahui indikasi dari financial distress jika perusahaan mengalami laba bersih atau net income yang negatif selama beberapa tahun mengalami penurunan atau bahkan menjadi negatif penurunan kondisi keuangan perusahaan itu sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi jadi penurunan kondisi keuangan financial distress itu sebelum menuju kepada kebangkrutan terlebih dahulu mengalami kesulitan keuangan yang lama-kelamaan jika dibiarkan dan tidak diatasi dengan benar maka akan menuju kepada kebangkrutan, kondisi dimana perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih nilai buku ekuitas negatif berturut-turut maka perusahaan tersebut bisa dikatakan mengindikasikan adanya financial distress misalnya kategorinya A sudah sangat berbahaya jadi kondisi perusahaan itu sudah mendekati kepada kepailitan sehingga langkah perusahaan itu mendaftarkan ke pengadilan jika misalnya perusahaan berada dikondisi kategori B bisa jadi solusi karyawan dikurangi tetapi misalnya perusahaan berada pada kondisi C atau D solusinya belum sampai kepada pengurangan karyawan apalagi yang di kondisi D yang mungkin terjadi karena faktor eksternal, mungkin karena kondisi ekonomi yang memang secara umum di pasar lagi terpuruk atau kondisi pandemi seperti yang pernah terjadi dan di masa tersebut secara keseluruhan perusahaan itu mengalami kesulitan keuangan, sehingga ada beberapa perusahaan yang mengambil kebijakan mengurangi karyawan walaupun ada juga beberapa perusahaan yang mengambil kebijakan tetap mempertahankan karyawannya dengan cara kerja shift sehingga produktivitas perusahaan menjadi menurun, Karena  terjadinya penurunan otomatis karyawannya juga dan tidak banyak pekerjaan sehingga pada kondisi ini ada kesulitan keuangan. Financial distress di perusahaan sangat bisa mempengaruhi pemasukan negara adanya kesulitan keuangan itu biasanya ditandai adanya EBIT atau Earning Before Interest Taxs atau artinya laba yang semakin menurun, otomatis pajak yang dibayarkan pada pemerintah pun sudah akan berkurang karena tidak dapat dipungkiri dalam kondisi financial distress bisa mempengaruhi pemasukan negara seperti pajak misalnya.

Menurut Pasaribu (2008) kondisi financial distress perusahaan mengacu pada enam indikator:

  • Perusahaan yang memiliki nilai EVA negative
  • Perusahaan yang rasio asset turn over-nya sebesar 40%
  • Perusahaan yang rasio current rasio-nya sebesar 50%
  • Perusahaan yang rasio gross profit margin-nya sebesar 19%
  • Perusahaan yang rasio debt to total asset-nya sebesar 66%
  • Perusahaan yang rasio debt to equity-nya sebesar 11,7%.

Contoh perusahaan yang mengalami untuk perusahaan asing itu juga ada perusahaan dari Amerika yang kita kenal dengan General Motors, Perusahaan mobil ternama General Motors pernah mengalami masa sulit dan kebangkrutan akibat krisis keuangan yang melanda Amerik, selama kurang lebih 16 bulan. Dengan bantuan finansial dan strategi bisnis dapat kembali memulihkan perusahaan kembali menuju bursa saham terbesar Wall Street. Selanjutnya ada perusahaan Japan Airlines (JAL), Perusahaan maskapai ternama asal jepang JAL pernah mengalami pailit atau gulung tikar di tahun 2010. Dan tahun 2012 mampu memperoleh keuntungan sehingga masa sulit itu pun telah berlalu. Sedangkan untuk perusahaan di dalam negeri secara domestik Contohnya Tahun 2006 produk kecantikan Avon, menutup kegiatan operasionalnya berkaitan dengan kerugian Avon Indonesia, Maskapai penerbangan Adam Air mulai beroperasi pada 19 Desember 2003, Pada 22 Maret 2007 Adam Air mendapat sanksi administratif yang ditinjau ulang kembali setiap 3 bulan. Setelah tidak ada perbaikan kegiatan operasional Adam Air dihentikan sejak 17 Maret 2008. Selanjutnya 14 September 2012 Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat menyatakan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) pailit, lantaran tidak memenuhi perjanjian yang disepakati dengan rekanannya. 21 Nopember 2012 Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dan PT Telkomsel terbebas dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan pailit. Apabila sudah menjurus di kategori A atau yang sangat membahayakan maka perusahaan akan mengalami likuidasi dengan menjual aktiva non-kas atau aktiva tetapnya Karena perusahaan sudah tidak bisa memungkinkan menjalankan kegiatan operasinya jadi tadi sudah dikatakan bahwa di kategori A itu sangat membahayakan sehingga perusahaan perlu mengambil langkah dengan menjual aktiva tetapnya. Tujuan utama likuidasi melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta perusahaan yang dibubarkan tersebut, Likuidasi ditempuh apabila para kreditur berpendapat prospek perusahaan tidak lagi menguntungkan dan Aturan prioritas dalam likuidasi adalah aturan prioritas mutlak.

Ada beberapa analisis yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah financial distress yang dialami perusahaan tersebut berpotensi untuk mengalami kebangkrutan atau tidak, yaitu dengan analisis kebangkrutan metode altman, springate, zmijeski dan grover. Metode analisis kebangkrutan yang digunakan dalam memprediksi terjadinya suatu kebangkrutan dalam perusahaan yang mengindikasikan perusahaan tersebut mengalami financial distress sebelum dinyatakan bangkrut, keempat metode kebangkrutan yakni Metode Altman Z-score Metode Springate S-score Metode Zmijewski X-score dan Metode Grover G-score, merupakan metode yang acap kali digunakan oleh para peneliti mulai dari dosen, mahasiswa dan para pelaku usaha itu sendiri.

  • Metode altman z-score menurut Hanafi dan Halim menerapkan multiple discriminant analysis untuk pertama kalinya pada tahun 1968 analisis ini dilakukan altman dengan mengindikasikan rasio-rasio keuangan yang menghasilkan model yang dapat memprediksi perusahaan yang memiliki kemungkinan Financial distress persamaan deskriminan metode altman dijelaskan sebagai berikut Persamaan diskriminan Metode Altman dijelaskan sebagai berikut:

Z-score = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5

Dimana:

X1 = Working Capital/Total Asset

X2 = Retained Earnings/Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes/Total Asset

X4 = Market Value of Equity/Book Value of Total Debt

X5 = Sales/lotal Asset

Klarifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut di dasarkan pada nilai Z- score metode Altman yaitu : Nilai Z < 1,81 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.

  • Nilai 1,81 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak dapat di tentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan)
  • Nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan tidak bangkrut.
  • Metode springate sport menurut Pieter dan Yosef dalam beneval model ini dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gordon Elvis fringed gol selfishly hate tahun 1978 melakukan penelitian untuk menemukan suatu model yang dapat digunakan dalam memprediksi adanya potensi indikasi kebangkrutan 4 rasio tersebut dirumuskan. Adapun empat rasio tersebut dirumuskan menjadi:

S-score = 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3 + 0,4X4

Dimana:

X1 = Working Capital/Total Asset

X2 = Net Profit Before Interest and Taxes/Total Asset

X3 = Net Profit Before Taxes/Current Liability

X4 = Sales/Total Asset

Klarifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai S- score metode Springate yaitu:

  • Iskor S > 0, 862 merupakan perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut.
  • skor S < 0, 862 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak sehat dan berpotensi bangkrut.
  • Metode Zmijewski X-score Menurut Prihantini dan Sari (2013:423), metode prediksi yang di hasilkan oleh Zmijewski pada tahun 1983 merupakan riset selama 20 tahun. Metode ini menghasilkan rumus sebagai berikut:

X = - 4, 3 - 4 ,5X1+5,7X2-0,004X3

Dimana:

X 1 = ROA

X2 = Leverage (Debt Ratio)

X3 = Likuiditas (Current Ratio)

Klarifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut di dasarkan pada nilai X- score metode Zmijewski yaitu:

  • Jika skor > 0 maka perusahaan di prediksi berpotensi mengalami kebangkrutan
  • Jika skor < 0 maka perusahaan di prediksi tidak berpotensi untuk mengalami kebangkrutan
  • Metode Grover G-score Metode Grover merupakan metode yang di ciptakan dengan melakukan mendesain dan menilai ulang terhadap metode Altman Z-score, Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai dengan metode Altman Z-score pada tahun 1968 dengan menambah tiga belas rasio keuangan baru. (Prihantini dan Sari, 2013:420). Jeffrey S. Grover menghasilkan fungsi sebagai berikut:

G-score = 1,650X1 + 3,404X2 + 0,016ROA + 0,057

Dimana:

X1 = Working Capital/Total Asset

X2 = Earnings Before Interest and Taxes/Total Asset

ROA = Net Income/Total Asset

Klarifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut di dasarkan pada nilai G- score metode Grover yaitu :

  • skor G≤ -0,02 merupakan perusahaan yang di prediksi mengalami kebangkrutan. 
  • skor G ≥ 0,01 perusahaan yang tidak akan mengalami kebangkrutan.

Demikianlah beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi perusahaan yang memiliki kemungkinan Financial distress, seperti yang telah dilakukan oleh banyak peneliti. Dengan memahami penyebab, indikator, kategori, dan dampak financial distress, diharapkan perusahaan dapat mengantisipasi dan mengatasi kondisi tersebut sedini mungkin untuk mencegah terjadinya kebangkrutan. Dengan memahami secara komprehensif fenomena financial distress, mulai dari definisi, penyebab, kategori, indikator, dampak, hingga metode analisis yang dapat digunakan oleh perusahaan maka diharapkan dapat mengantisipasi dan mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi kondisi tersebut sedini mungkin. Upaya ini tidak hanya akan membantu menjaga keberlangsungan bisnis, tetapi juga meminimalisir risiko kebangkrutan yang dapat berdampak buruk bagi seluruh pemangku kepentingan. Pada akhirnya, kemampuan untuk menghadapi financial distress dengan tepat merupakan kunci penting bagi perusahaan dalam mencapai keberhasilan dan pertumbuhan jangka panjang di tengah dinamika persaingan bisnis yang semakin ketat. (aj0-anjel)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun