Mohon tunggu...
Sosbud

Jadi #WanitaHebat Seperti Kartini

27 April 2017   16:26 Diperbarui: 28 April 2017   01:00 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahu kah engkau semboyanku?

AKU MAU! 2 patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali

mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan.

Kata AKU TIDAK DAPAT melenyapkan rasa berani.

Kalimat AKU MAU! Membuat kita mudah mendaki puncak gunung.

R.A Kartini (1879-1904)

R.A Kartini hidup di masa dimana kasta sosial dan gender begitu kental. Siapa orangtuamu, dari mana lingkunganmu, apa jenis kelaminmu, akan sangat menentukan hidup dan matimu. Wanita pada masa itu, tidak mempunyai banyak kesempatan untuk berkarya. Apalagi jika wanita itu terlahir miskin, wah, makin tidak ada kesempatannya untuk bisa “bahagia”.

Tapi tahukah kamu apa yang paling menyeramkan dari keadaan itu? Tidak banyak wanita yang menyadari tentang kegelapan yang mereka alami. Kebanyakan hanya menganggap ini bagian dari takdir yang harus dijalani, berusaha tetap tersenyum dan menerima kenyataan yang ada. sebagian wanita lain cukup beruntung ada di sisi yang terang sehingga bisa melihat kegelapan itu, tapi mereka memilih untuk bungkam dan membiarkan kegelapan itu tetap ada di sana.

Inilah yang membuat Kartini berbeda.

Kartini mampu melihat kegelapan itu, dan berteriak untuk menerbitkan terang. Lahir dari keturunan bangsawan, Kartini pun bekersempatan untuk belajar bahasa Belanda. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Di samping itu, ada begitu banyak buku berbahasa Belanda yang terus menguatkan Kartini hingga akhirnya dia berhasil membuka sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Usia Kartini tidak begitu panjang, ia meninggal pada usia 25 tahun namun ia berhasil mewujudkan apa yang dia cita-citakan. Semboyan hidupnya “AKU MAU” menjadi sebuah motor yang terus mendorongnya mewujudkan harapannya tanpa memikirkan tantangan budaya yang sudah begitu lama mengakar.

Setelah beliau wafat, cita-citanya untuk menjadikan #WanitaHebat melalui pendidikan terus dilanjutkan sampai dengan saat ini. Tapi pertanyaannya, apakah kita benar-benar menjadi #WanitaHebat seperti harapan Kartini? Atau kita hanya menggunakan pendidikan untuk kepentingan diri. Berusaha lebih unggul dari pria untuk menunjukan kehebatan kita? Begitu bangganya dengan kehidupan kita, mengurusi diri sendiri, tanpa peduli tentang membangun sesama wanita?

“You educate a man; you educate a man. You educate a woman; you educate a generation.” ― Brigham Young

Ditulis oleh: Naomi

President University 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun