Mohon tunggu...
Nani Rahmawati
Nani Rahmawati Mohon Tunggu... Guru - Penikmat seni, penyuka hujan dan langit biru,

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malioboro, "Never Ending Story"

9 Maret 2019   09:46 Diperbarui: 9 Maret 2019   10:07 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Nov, aku mendengar semua cerita dari adikmu, aku memgerti kenapa kamu meninggalkanku. Menikah dengan pilihan orang tuamu, waktu itu aku belum bekerja, aku mengerti. Aku sudah ikhlas Nov. Sekarang kita bisa menjadi teman" , begitu penjelasan Di sebelum aku menjelaskan semuanya. Maafkan aku Di, batinku kelu.

Aku menatap mata Di, kucari kejujuran dari kata katanya, aku melihat keikhlasan dimatanya. Di kemudian menceritakan     pengalamannya menjadi jurnalis di Surabaya sambil berusaha melupakanku. Rentetan kisahnya tertata rapih dan santun, khas seorang lelaki jawa, Di sudah memaafkanku dan ikhlas menerima takdir. 

Aku berusaha menahan air mataku jatuh, aku bisa merasakan apa yang dirasakan Di dahulu, pastilah terasa berat ditinggalkan seorang kelasih secara tiba tiba tanpa tahu masalahnya apa, dadaku terasa sesak, menyesal telah melukai hatinya.

" Sekarang, aku sudah bahagia Nov, aku punya istri yang baik dan anak yang cantik". jelasnya sambil membuang mafas seolah ada beban berat sudah terangkat dari dadanya.

" Kamu juga harus bahagia Nov, aku selalu mendoakan kebahagiaanmu" tuturnya menusuk hatiku karena kebesaran jiwanya. Keihlasannya menerima takdir yang membuatnya kecewa dan bersedih tapi masih bisa memaafkan dan mendoakanku.

Percakapan kami berlanjut terus sampai menjelang senja hingga tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, aku pamit padanya karena kereta senja sudah menungguku.


Kujabat tangannya untuk terahir kali setelah itu aku pergi meninggalkan Di dan berusaha melepaskan semua kenanganku bersamanya.

Senja itu menjadi saksi, bagaimana cinta sejati itu ada. Cinta yang ikhlas tanpa pamrih, tidak egois untuk memiliki dan bahagia melihat orang yang dicintai bahagia. Ternyata cinta itu hanya cukup untuk cinta, tidak untuk yang lain.

Di, terima kasih sudah menyadarkanku, menerima takdir dengan ikhlas, dan bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun