Maka, latihan menulis teks deskripsi bukan semata merangkai kata-kata, melainkan juga melatih struktur berpikir dan kepekaan terhadap hal yang detail. Manakala siswa mendeskripsikan suasana pasar atau wajah sahabatnya, ia sedang belajar mengatur logika pengamatan, membangun fokus, dan menumbuhkan empati terhadap lingkungan. Dengan demikian, pembelajaran menulis deskripsi menjadi pondasi kognitif dan afektif untuk kemampuan menulis yang lebih tinggi, argumentasi, persuasi, terlebih fiksi yang selalu memerlukan deskripsi demi mengetuk emosi. Seseorang yang sanggup menggambarkan secara jelas akan lebih mudah menjelaskan, mengisahkan, bahkan memerdaya.
Kurikulum 2013 dan Merdeka Belajar: Deskripsi sebagai Gerbang Kreativitas
Dalam Kurikulum 2013, pembelajaran berbasis teks semakin mendapatkan tempat. Setiap jenis teks memiliki struktur dan kaidah yang jelas. Teks deskripsi pun diajarkan di SMP kelas VII dan VIII sebagai latihan awal menulis yang "dekat dengan kehidupan". Pendekatan scientifik  yang meliputi mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan, membuat proses menulis menjadi ilmiah tetapi tetap menyenangkan karena struktur sudah tertata sebagai pembeda teks satu dengan teks lainnya. Guru biasanya mengajak siswa mengamati taman sekolah, suasana pagi hari, teman sekelas dan sebangku, lalu menuliskannya dalam bentuk teks yang menggugah pancaindra. Kini, pada era Kurikulum Merdeka, pembelajaran menulis teks deskripsi semakin bebas. Siswa diajak menulis bukan hanya memenuhi tugas, melainkan menyuarakan perspektif personal terhadap dunia. Dalam proyek menulis kreatif, deskripsi menjadi landasan bagi penulisan puisi, cerpen, novel, maupun teks drama. Anak-anak belajar tentang keindahan bahasa tidaklah selalu yang jauh. Hal-hal yang berkaitan dengan pemandangan maupun aroma sekitar pun dapat memperpanjang paragraf selain menggugah pancaindra, misalnya aroma tanah basah hujan pertama, bunga mawar dan melati, bahkan bau tikus got yang diburu kucing liar pun dapat digunakan sebagai sarana menulis deskripsi.
Mengapa pada Era AI Deskripsi Makin Penting?
Di tengah gelombang kecerdasan buatan yang bisa menulis teks dalam hitungan detik, kemampuan menulis deskripsi justru semakin penting dan berharga. AI dapat menghasilkan kalimat rapi, tetapi tidak memiliki pengalaman batin dan emosi, padahal inti dari teks deskripsi adalah rasa manusiawi bukan rasa AI. Ketika siswa belajar menulis deskripsi, ia sebenarnya sedang mengasah empati, ketelitian, dan kesadaran sensorik. Sesuatu yang tak dapat digantikan mesin AI.
Seorang guru Bahasa Indonesia yang meminta siswanya mendeskripsikan aroma tanah basah setelah hujan, bukan semata mengajarkan keterampilan menulis, melainkan sedang menanamkan sensitivitas kemanusiaan. Sensitivitas kemanusiaan sebagai inti pendidikan karakter sejati, yaitu membantu manusia memahami dunia dengan rasa.
Menulis Deskripsi, Jembatan Menuju Fiksi dan Ilmiah
Jika diperhatikan, hampir semua jenis tulisan memerlukan kemampuan menulis deskripsi. Seorang ilmuwan yang menulis laporan hasil eksperimen pun harus mendeskripsikan alat dan hasil pengamatan. Seorang novelis pun memerlukan deskripsi untuk menghidupkan karakter tokoh dan seting. Bahkan penulis berita pun tak dapat lepas dari tugas menggambarkan fakta di lapangan agar lebih jelas dan objektif bagi pembaca maupun pendengar.
Oleh sebab itu, mengajarkan menulis deskripsi seharusnya memang sejak dini, dari SMP untuk mengasah ketelitian, olah rasa, dan empati. Guru SMA dapat menjadikan teks deskripsi sebagai pijakan awal menuju penulisan karya ilmiah dan karya sastra. Siswa bisa diajak menulis deskripsi tokoh dalam penelitian sosial maupun mendeskripsikan suasana eksperimen di laboratorium. Dengan cara ini, teks deskripsi dapat menjadi keterampilan menulis lintas bidang yang semakin memperkuat literasi akademik sekaligus estetika.
Penutup
Kembali ke Akar Humanistik Bahasa