"Wah, jangan-jangan karakter itu menurun ke Tania."
"Kamu kan lelaki. Kutitipkan anakku kepadamu dengan harapan ia bisa jinak. Aku percaya kepadamu karena papamu sejak kecil berteman denganku. Ibarat kuda, ia bukan kuda liar. Ia kuda dokar yang sudah diberi kacamata, sehingga tidak bisa menoleh kiri kanan."
Boy mengernyitkan dahi mendengar kata dokar. Ia merasa pernah mendengar kata itu, tapi kapan dan di mana? Maka, spontan ia pun bertanya,
"Dokar itu apa sih, Oom?"
Pak Wira tertawa maklum sambil membuka google, kemudian membacakan definisinya juga,"Dokar atau delman kadang disebut sado. Ini," sambil menunjuk gambarnya,"Ini alat transportasi zaman dahulu. Ia bisa berjalan karena ditarik oleh kuda. Nah, kuda penarik dokar diberi semacam kacamata agar tidak mudah menoleh ke kiri dan ke kanan...
"Dikhawatirkan ia melihat kuda betina lalu memburunya kali?" sahut Boy tertawa membayangkan kuda jantan yang tengah menarik dokar kemudian meronta melepaskan diri demi memburu kuda betina. Bagaimana dengan penumpangnya? Tentu berhamburan.
"Mungkin saja. Mata kuda ada di samping. Posisi itu memungkinkan kuda untuk  dapat melihat ke belakang dan ke samping. Dicemaskan ia panik jika melihat sesuatu yang mengejutkan. Betul juga. Bayangkan andaikan ia meronta untuk memburu kuda betina. Hahaha."
"Oom, mengapa dulu Oom malah memilih tante Ina? Karena agresif?" Boy kembali bertanya sambil melambatkan mobil yang kemudian dibelokkan menuju rumah makan kegemaran pak Wira jika tengah berkunjung ke kota itu.
"Iya. Kupikir dengan agresif dan atraktifnya, ia bisa menjadi partner yang baik dalam upayaku merintis usaha."
"Kan memang benar, Oom,"jawab Boy tersenyum-senyum.
"Benar memang. Setelah usahaku meningkat dan ia kupercaya membantu mengendalikannya, begitu ketahuan aku selingkuh, habis deh. Hehehe."