Mohon tunggu...
Fernando Ariyanto
Fernando Ariyanto Mohon Tunggu... -

Saya suka yang positif daripada negatif. Kebanyakan orang banyak melakukan negatif daripada positif. Semoga bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengamat Politik atau Penyerang Politik?

28 Juni 2014   09:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:28 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampanye hitam dan negatif semakin meresahkan warga. Apalagi lebih parahnya dimedia televisi, koran,bahkan di berita online. Salah satunya adalah pengamat politik.

Awas ada pengamat politik palsu alias abal-abalan alias bayaran. Misalnya ada Capres A berpasangan dengan B dan Capres C berpasangan dengan D. Saluran TV Gmenyuruh pengamat politik si J untuk berbicara lawannya ada kekurangannya, dan melebih-lebihkan kelebihan di capres A. Padahal seringkalicapres A lebih banyak kekurangan daripada lawannya. Atau Wartawan Menyuruh pengamat politik si J untuk berbicara kekurangan capres si C. Padahal pengamat politik J mengatakan kekurangan si capres A. Tapi karena pengamat politik adalah mata duitan, maka iamelebih-lebihkan Capres si A dan menyudutkan Capres C (padahal dalam hatinya melebihkan C dan A serta kekurangan capres mereka masing-masing).Atau pengamat politik J mengatakan kekurangan dan kelebihan capres mereka masing-masing. Tapi pihak stasiun TV men-cutting isi berita kekurangan Capres A dan kelebihan Capres C. Yang lebih parah lagi, ada stasiun TV yang tidak pernah beritakan lawan politiknya. Bahkan kalau mau beritakan lawan capres tersebut menggunakan kampanye hitam maupun negatif. Pengamat bisa salah satu tim sukses capres. Atau pendemo dibayar oknum media, kita belum memastikannya.

Terus terang saja saya benci media yang banyak unsur politik, saling menyerang satu sama lain, pembodohan bangsa, yang berunsur kampanye hitam. Yang harusnya menjadi media wawasan, malah jadi kebodohan bangsa itu sendiri gara-gara berita yang tidak berimbang. Tetapi jika ditegur komisi pusat seperti KPU dan KPI pun juga tidak efektif karena politik alias membantah teguran tersebut. Semakin ditegur maka semakin tidak netral

Banyak media yang menutup-nutupi capres masing-masing. Atau saya membaca di kompasiana.com. Disitu masing-masing kompasianer ada yang netral dan juga ada yang menyerang salah satu capres. Sekarang masyarakat sudahbisa bedakan mana berita yang netral dan mana berita yang tidak netral serta pembandingan berita dengan kampanye hitam.

Saya akan beri beberapa tips cara memilih/mengamati media yang terbaik, teutama di kompasiana.com

1.Lihatlah artikel berita media masing-masing. Jika mengatakan hanya salah satu capres, sementara capres satunya lagi tidak ada kekurangan, maka dianggap kampanye hitam.

2.Bandingkan dengan media lain. Misalnya Media G dan H. Jika tidak sama, berarti ada ketidakseimbangan media.

3.Carilah pengamat politik di media. Jangan pengamat politik itu adalah pendukung atau tim salah satu capres.

4.Jika didebat atau program diskusi pembicaraan saling memojokkan capres tersebut dipotong-potong pembicaraan, jangan ditonton karena dapat merusak generasi bangsa.

5.Yang terakhir, jangan mudah percaya terhadap media yang selalu menyerang capres tersebut.

Demikian tips ini yang saya sampaikan, semoga masyarakat bebas dan lega dari kampanye hitam dan negatif untuk Indonesia yang lebih baik

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun