Manusia adalah makhluk yang dikutuk sekaligus diberkahi dengan kemampuan berpikir. Di balik anugerah ini, tersembunyi konflik abadi: pergulatan batin antara keinginan memahami eksistensi dan kesadaran akan kehampaan yang tak terhindarkan.
Pencarian jati diri bukan sekadar urusan menemukan minat atau profesi, melainkan perjalanan spiritual dan eksistensial yang berliku. Setiap langkahnya dibayangi pertanyaan besar: apakah hidup ini kita jalani dengan kehendak bebas atau sudah digariskan takdir? Bagaimana kita menyikapi absurditas hidup? Dan di manakah posisi Tuhan dalam semua ini?
Bagi sebagian orang, pikiran adalah alat untuk menaklukkan dunia. Namun, bagi mereka yang terjebak dalam pencarian eksistensial, pikiran justru menjadi beban. Albert Camus menyebut absurditas sebagai pertemuan antara hasrat manusia untuk mencari makna dengan kenyataan bahwa dunia ini pada dasarnya tidak memberikannya.
Seorang pekerja kantoran yang menjalani rutinitas berulang, misalnya, mungkin merasakan rantai tak kasatmata yang mengikat. Mimpinya besar, tapi kenyataan seperti memaksanya pasrah. Begitu pula seorang mahasiswa yang baru lulus, dihadapkan pada dilema: pekerjaan stabil yang membosankan atau bisnis kecil penuh risiko namun sesuai hasrat. Sartre menyebut momen ini sebagai “kegelisahan” — tanggung jawab penuh atas pilihan hidup.
Namun, Kierkegaard menawarkan jalan lain: leap of faith (lompatan iman). Dalam keraguan, manusia bisa memilih percaya pada Tuhan, menyerahkan diri pada takdir ilahi, meski tak rasional.
Di sisi lain, pencarian makna juga bisa berujung pada jurang antara pencerahan dan kegilaan. Banyak orang yang secara materi “lengkap” — kaya, populer, berpengaruh — tetap merasa kosong. Mereka mencoba mengisinya dengan kesenangan sesaat, tapi kehampaan itu tak pernah benar-benar pergi.
Pada akhirnya, konflik batin dan pencarian jati diri adalah inti dari kemanusiaan kita. Pikiran bisa menjadi kutukan, namun juga satu-satunya alat untuk menemukan pencerahan. Dan di tengah ambiguitas antara kebahagiaan dan kesedihan, kehendak bebas dan takdir, pencerahan dan kegilaan, di sanalah keindahan sejati dari hidup menemukan lokusnya. .
Hidup dan hikmah berkelindan membangun historisitas personal dan sosial manusia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI