Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misteri Umur Berakhirkan Angka 9

4 Juli 2021   17:07 Diperbarui: 9 Juli 2021   09:15 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memasuki dekade akhir | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Pernahkah kamu ketika umur kamu akan menjelang akhir dekade, misalnya 29, 39, 49, dan seterusnya, kamu merasa mempunyai energi yang lebih besar?

Atau pernahkah kamu menjelang akhir dekade umur kamu kemudian muncul rasa penasaran untuk mencoba hal-hal baru yang sebelumnya hanya kamu cita-citakan?

Bisa jadi ketika kamu menjelang akhir dekade umur kamu, mendadak lebih banyak termenung memikirkan hal-hal yang sudah terlewatkan selama ini. Pernah?

Saya pernah. Saat ini umur saya 39 tahun, beberapa bulan menjelang 40 tahun jika Tuhan memberikan umur panjang. Saya merasa saya mempunyai energi yang sedikit berlebih dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Saya di bulan Mei 2021 memutuskan untuk memulai menulis di Kompasiana untuk pertama kalinya! Padahal saya bergabung sudah sejak tahun 2010. Bisa dibayangkan 11 tahun saya melewatkan waktu untuk menulis. Waktu yang sudah tidak mungkin kembali lagi. 

Saya merasa otak saya lebih terbuka dalam melihat dan menyintesis berbagai pengetahuan yang berpadu dengan pengalaman.


Hal ini juga membuat saya bisa menulis dengan cukup lancar dan beberapa artikel saya beruntung mendapat kehormatan dipilih menjadi artikel utama. Saya bahkan mulai menulis cerita pendek, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.

Sungguh, ini suatu hal yang tidak saya duga sebelumnya. Namun apakah itu semua ada kaitannya dengan umur yang berakhirkan angka 9? Ternyata memang ada penjelasan ilmiah untuk hal ini.

Jika kamu pernah mengalami hal-hal di atas atau seperti yang pernah saya alami, maka kamu mengalami suatu fenomena yang disebut dengan  "nine-ender", yang disebutkan di dalam buku Daniel Pink berjudul When: The Scientific Secrets of Perfect Timing. 

Apa Itu Fenomena Nine-Ender?

Dalam kehidupan nyata, kita banyak berkutat dengan upaya mengubah perilaku dan kebiasaan kita sendiri. Jika perilaku sudah berubah menjadi kebiasaan, cukup sulit bagi kita untuk mengubah perilaku tersebut karena otak kita sudah menjalankan moda otopilot.

Banyak buku atau artikel yang telah berusaha menjelaskan cara-cara mengubah perilaku ini. Buku-buku yang mengajarkan "how", buku-buku yang mengajarkan bagaimana cara mengubah perilaku tersebut.

Banyak yang berhasil mengikuti kiat-kiat dalam buku-buku atau artikel-artikel tersebut. Namun banyak juga yang belum berhasil. Tentunya keberhasilan menerapkan kiat-kiat tersebut berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lain.

Kemudian di sisi yang berbeda buku Daniel Pink kemudian memberikan pendekatan yang berbeda. Alih-alih fokus kepada apa yang harus dilakukan untuk mengubah perilaku, Daniel Pink justru melihat dari sudut pandang soal kapan perilaku tersebut bisa diubah.

Atau saya terjemahkan menjadi bagaimana cara menemukan timing yang tepat untuk berubah. Seperti yang saya bahas di beberapa artikel saya sebelumnya bahwa pertanyaan terbesar bukan soal mau atau tidak mau.

Pertanyaan terbesarnya adalah soal kapan akan kita laksanakan. Pertanyaan yang sulit dijawab karena selama ini otak kita sudah terlanjur dipenuhi dengan cara berpikir "how."

Tidak ada yang salah dengan pola pikir how, karena memang kita juga harus tahu bagaimana cara melakukan suatu hal. Tapi di era yang seperti ini mungkin sudah saatnya kita mulai berpikir juga mengenai konsep when.

Penjelasan ilmiah terhadap nine-ender ini adalah penelitian yang dilakukan oleh psikolog Adam Alter dan Hal Hersfield di tahun 2014. Penelitian ini memetakan suatu fenomena bahwa kita mempunyai tendensi untuk melakukan kalibrasi ulang kehidupan kita ketika mendekati dekade baru umur kita.

Dalam rentang usia-usia tersebut ternyata ada proses di alam bawah sadar kita untuk mengubah dan mengevaluasi jalan hidup. Namun demikian ada sisi gelap yang juga dijelaskan oleh Daniel Pink dalam bukunya tersebut yaitu nine-ender juga berkorelasi dengan tindakan yang lebih merusak diri sendiri. 

Tingkat bunuh diri di umur-umur nine-ender ini lebih tinggi delapan belas persen dibandingkan dengan orang-orang yang usianya berakhir di angka lain.

Ini merupakan suatu paradoks. Di sisi lain fenomena nine-ender mungkin menginspirasi beberapa orang untuk membuka lembaran baru yang lebih baik, di sisi lainnya memicu sisi negatif yang mengerikan juga.

Sisi negatif | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Sisi negatif | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Bagaimana Cara Kerja Nine-Ender Ini?

Cara kerja nine-ender ini pertama kali diteliti oleh Alter dan Hershfield dalam suatu perlombaan lari maraton. Temuannya adalah orang yang pertama kali mengikuti maraton di usia 29 dan 49 tahun jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan usia lain. 

Alter dan Hershfield lantas menyebut orang-orang ini sebagai Nine Enders, di mana orang cenderung melakukan sesuatu yang berbeda di usia berakhirkan angka sembilan karena keinginan untuk membentuk kebiasaan yang berbeda saat memulai dekade baru.

Jika hasil penelitian ini saya elaborasi lebih lanjut, saya pikir para nine enders ini adalah orang-orang yang mampu mendobrak kebiasaan dan perilaku mereka sendiri. 

Hal ini kemudian saya coba refleksikan pada pengalaman pribadi saya, timing yang paling tepat mengubah kebiasaan itu adalah ketika kita mengalami momen-momen kehidupan yang bersinggungan dengan jalan hidup orang lain. 

Momen-momen tersebut akan menjadi suatu refleksi bagi diri kita sendiri. Baik momen bahagia atau sedih, momen terbaik atau pun momen terburuk.

Kalau kita coba berlogika, nine-ender dalam konteks budaya timur di Indonesia menjadi masuk akal. Sebagai contoh misalnya, umur 29 tahun adalah umur di mana biasanya rata-rata kebanyakan orang sudah mulai membangun rumah tangga dan menjejaki tangga karir.

Jika beruntung mungkin kita sudah mempunyai rumah dan keluarga kecil yang bahagia. Namun di umur ini juga mungkin energi muda tersebut mulai mendesak keluar dari jiwa kita.

Kita menjadi lebih bersemangat mengejar karir dan keuangan. Kita mungkin mulai mencoba hobi atau kebiasaan baru. Saya pribadi merasakan di usia tersebut saya sedang sangat tinggi untuk mengejar karir dan keuangan.

Kemudian satu dekade berikutnya saya merasa semuanya terasa berjalan biasa saja. Tanpa ada gejolak yang berarti. Tak lama setelah saya mencapai umur tiga puluh sembilan entah kenapa muncul semangat untuk melakukan refleksi dan renungan terhadap semua pencapaian-pencapaian saya selama ini.

Perasaan ini muncul begitu saja tanpa saya rencanakan. Perasaan ingin berkontribusi lebih besar, ingin berkembang lebih jauh, dan ingin meraih hal-hal baru yang selama ini hanya saya angan-angankan saja.

Tentunya perjalanan hidup masing-masing individu pasti berbeda-beda. Ada yang tidak perlu menunggu dulu sampai menjelang akhir dekade baru bergerak. Ada yang seperti saya, namun saya pikir ada juga yang tidak bergerak sama sekali.

Hal ini juga yang membuat saya berpikir sebenarnya apa yang menjadi pendorong fenomena ini. Apakah itu muncul dari intrinsik jiwa dan pikiran kita atau ada sesuatu yang lain.

Jawaban yang paling mungkin saya bisa pikirkan adalah selama nyaris satu dekade itu saya dan orang-orang lain yang mengalami hal yang sama, berada dalam satu kotak yang itu-itu saja. 

Kemudian sepertinya ada satu momen yang tanpa kita sadari mendorong kita berubah. Kemungkinan ini telah saya tulis juga dalam artikel saya mengenai lightning bolt moment (klik di sini).

Momen bahagia | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Momen bahagia | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Lantas Bagaimana Kita Menyikapi Fenomena Ini?

Menurut saya kita tidak perlu berlebihan menyikapi fenomena ini. Walaupun saya pribadi juga merasakannya, tapi seharusnya kita bisa melihat bahwa mungkin saja sepanjang dekade itu sebenarnya energi kita juga tetap sama saja.

Lalu kenapa baru di umur berakhirkan angka 9 baru kita mengambil langkah radikal? Dalam pengalaman saya, ketika saya melewati umur 29, semua berjalan adem ayem tanpa halangan berarti.

Nah, ketika nyaris di akhir dekade (menjelang 40) saya memang lebih punya banyak waktu untuk merenung dan berpikir mengenai perjalanan saya.

Hal yang langka saya dapatkan setelah melewati umur 29 dikarenakan kesibukan menjaga karir, keuangan, sampai mengawasi perkembangan anak. 

Sekarang setelah semuanya lebih settle, saya jadi punya sedikit waktu untuk berpikir mengenai hal-hal yang sudah saya lewatkan karena fokus saya ke karir, keuangan, dan keluarga di tahun-tahun sebelumnya.

Pelajaran moral yang saya dapat adalah sesibuk-sibuknya kita, tetap harus sempat untuk melakukan evaluasi ulang mengenai hal-hal yang sudah kita capai. Kita bisa melakukan evaluasi berkala tanpa harus menunggu akhir dekade. 

Evaluasi secara berkala juga mencegah kita di akhir dekade umur melakukan hal-hal bodoh seperti yang diceritakan dalam buku Daniel Pink tersebut.

The last but not least, jalani hidup, lakukan evaluasi, dan dilarang bunuh diri!

Salam Hangat

Sumber: 

1. Alter dan Hershfield/People search for meaning when they approach a new decade in chronological age

2. Daniel Pink/ When: The Scientific Secrets of Perfect Timing Kindle Edition

3. Alter dan Hershfield/The End-Of-Decade Effect 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun