Awal mula aku mengenal Daksa, seorang mahasiswa tingkat akhir di kampus bonafid di kotaku. Ketampanannya mengalahkan Bratt Pit sang idola. Diam-diam aku naksir padanya.
"Nida, gimana nanti malam?"
"Kamu datang, ya!" pinta Daksa, sepertinya berharap sekali agar Nida datang ke pesta itu.
"Iya, iya...!"
 Senyumku melangit, memancarkan semburat merah jambu di rona wajahku. Hati ini kegirangan, GeEr enggak karuan, hehee.
"Gimana, tidak? kawan-kawan kelasku berebut mencari perhatian Daksa, sementara diriku begitu asoy tanpa meminta. Pasti ada magnet yang terus tarik menarik dalam hatiku dan hatinya.
Hehe .." tawa Nida kegirangan merasa "she is number one."
Banyak yang bilang wajah cantikku copy paste mendiang ibu, aku bahkan menjadi primadona di kalangan remaja dan om-om. Namun, aku hanya terpikat pada Daksa si mata elang yang meneduhkan.
Malam Minggu pun tiba, aku berdandan sekece mungkin. Alis yang ditebalin macam ulat bulu, bibir yang aku sulam bak sosis merekah, lalu bulu mata yang sengaja dibuat tebal biar agak badai. Jelas, aku sangat cantik. Aku mengajak sang tante, dialah pengganti ibu sedari kecil. Bahagia rasanya punya tante penyayang laksana seorang malaikat.
Kami turun dari taksi, tepat di rumah megahnya Daksa, terlihat mewah layaknya acara di gedung. Daksa menyambutku bak seorang putri raja.
 "Selamat datang cantik, i love you, and i miss you!?" bisiknya lembut, ouhh! hatiku penuh berbunga layaknya orang jatuh cinta.