Mohon tunggu...
Mirnawati
Mirnawati Mohon Tunggu... Direktur CV Lokal Media Training

Direktur di provider training. Praktisi trading. Sedang mendalami digital marketing dan teknologi masa depan. Percaya bahwa belajar adalah perjalanan seumur hidup. Menulis untuk tumbuh, berbagi untuk menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Strategi Memimpin Milenial dan Gen Z Menjadi Tim Super

7 Oktober 2025   09:30 Diperbarui: 7 Oktober 2025   11:16 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tim yang terdiri dari generasi Milenial dan Gen Z (Sumber: pexels.com)

Tim kerja kini dipenuhi oleh dua kekuatan muda yang dinamis: Milenial (Generasi Y) dan Gen Z. Milenial, yang kini mendominasi peran manajerial dan senior, dikenal haus akan tujuan (purpose) dan fleksibilitas. Sementara itu, Gen Z, yang baru memasuki dunia kerja, menuntut otentisitas, keseimbangan (well-being), dan transparansi radikal. Perbedaan nilai, komunikasi, dan ekspektasi kerja ini seringkali memicu gesekan di kantor.

Bagi seorang pemimpin, menghadapi perbedaan ini bukanlah tugas untuk menghilangkan perbedaan, melainkan untuk mengelola dan memanfaatkannya. Milenial membawa pengalaman adaptasi teknologi dan dorongan ambisi, sementara Gen Z membawa keterampilan digital bawaan dan perspektif segar yang penting untuk inovasi. Kunci untuk sukses adalah melihat perbedaan sebagai kekuatan kompetitif. Kita harus menggunakan strategi kepemimpinan yang fleksibel dan berbasis empati untuk merajut keragaman ini menjadi sebuah tim super. Mari kita telaah tiga strategi utama untuk memimpin tim multi-generasi ini menuju kinerja puncak.

Mengapa Pendekatan One-Size-Fits-All Gagal Total

Kesalahan umum yang dilakukan manajer adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang sama kepada semua orang. Pendekatan ini gagal karena Milenial dan Gen Z merespons feedback, motivasi, dan pengakuan secara fundamental berbeda.

  • Milenial Mencari Mentorship dan Tujuan: Milenial (25--40 tahun) cenderung menghargai mentorship jangka panjang dari senior dan ingin melihat bagaimana pekerjaan mereka berkontribusi pada tujuan besar perusahaan. Mereka mencari pengembangan karier yang jelas.

  • Gen Z Menuntut Coaching dan Otentisitas: Gen Z (di bawah 25 tahun) lebih menyukai coaching yang cepat, feedback yang sering (real-time), dan membutuhkan keseimbangan kerja-hidup yang lebih ketat. Mereka cepat meninggalkan lingkungan yang mereka anggap toxic atau tidak transparan.

Pemimpin harus menyadari bahwa upaya untuk "memaksa" kesamaan justru akan memicu turnover (pergantian staf) dan menurunkan engagement. Sebaliknya, kita harus mengadopsi fleksibilitas sebagai prinsip utama manajemen.

3 Strategi Kunci Mengubah Perbedaan Generasi Jadi Kekuatan

Untuk membangun harmoni dan memanfaatkan keunggulan unik dari setiap generasi, kita perlu fokus pada strategi yang membangun jembatan komunikasi dan pengakuan. Tiga strategi kunci mengubah perbedaan generasi menjadi kekuatan adalah:

  1. Personalisasi Komunikasi dan Feedback: Strategi ini mengharuskan kita menggeser gaya komunikasi dari formalitas satu arah menjadi dialog yang disesuaikan dengan preferensi tiap individu. Manajer harus menjadi komunikator ulung yang mampu beralih saluran dan nada bicara sesuai kebutuhan. Untuk mempersonalisasi feedback dan komunikasi, manajer perlu memahami hal-hal ini:

    • Untuk Milenial: Tetapkan rapat one-on-one bulanan yang fokus pada strategi karier, project ownership, dan pengembangan kepemimpinan (mentorship). Gunakan email atau tool proyek untuk komunikasi detail.

    • Untuk Gen Z: Terapkan quick check-in mingguan atau dua mingguan yang singkat, fokus pada tugas spesifik dan hambatan saat ini. Gunakan platform pesan instan (chat) untuk feedback yang cepat dan informal.

  2. Menciptakan Ruang Kolaborasi yang Melampaui Tugas Harian: Strategi ini melibatkan perancangan proyek atau inisiatif yang secara sengaja membutuhkan kontribusi unik dari kedua generasi tersebut. Tujuannya adalah agar mereka tidak hanya bekerja di samping satu sama lain, tetapi bekerja dengan satu sama lain, mengakui kekuatan masing-masing. Ruang kolaborasi dapat diciptakan dengan mengintegrasikan keunggulan mereka:

    • Integrasi Kekuatan: Pasangkan Milenial (yang mahir dalam manajemen proyek dan stakeholder) dengan Gen Z (yang mahir dalam tool digital, analisis data cepat, dan tren media sosial) untuk memimpin proyek inovasi digital.

    • Reverse Mentoring: Dorong Gen Z untuk "melatih" Milenial dan senior dalam teknologi baru, media sosial, atau perspektif culture digital, sehingga Gen Z merasa dihargai sebagai expert.

  3. Memimpin dengan Value-Based Recognition dan Fleksibilitas Inti: Strategi ini memastikan bahwa motivasi dan pengakuan yang diberikan selaras dengan nilai-nilai yang paling dijunjung oleh setiap generasi. Karena keduanya menghargai makna dan keseimbangan, manajer harus menjadikan kedua nilai ini sebagai inti dari reward system. Strategi value-based recognition mencakup:

    • Prioritaskan Well-being (Kesejahteraan): Tawarkan fleksibilitas waktu atau lokasi kerja sebagai standar, bukan pengecualian, dan akui hasil kerja mereka, bukan jam kerja mereka.

    • Pengakuan Publik yang Disengaja: Berikan pengakuan di forum yang relevan. Milenial mungkin menghargai pengakuan atas leadership di depan tim senior, sementara Gen Z mungkin menghargai pengakuan publik atas orisinalitas ide dan otentisitas kerja mereka.

Menjadi Leader yang Fleksibel dan Adaptif

Peran seorang manajer di era multi-generasi ini telah berubah menjadi kurator bakat dan fasilitator hubungan. Keberhasilan Anda tidak lagi diukur dari seberapa ketat Anda mengontrol, tetapi seberapa baik Anda memberdayakan setiap anggota tim untuk berkontribusi sesuai dengan kekuatan dan gaya mereka.

Dengan menerapkan strategi kepemimpinan yang personal, membangun platform untuk kolaborasi yang otentik, dan mengakui nilai inti yang dibawa oleh Milenial dan Gen Z, kita mengubah potensi gesekan menjadi sinergi yang eksplosif. Tim yang memahami cara memanfaatkan perbedaan adalah tim yang siap memimpin di masa depan.

Kembangkan Keterampilan Kepemimpinan Anda di Era Multi-Generasi

Memimpin generasi yang beragam, menuntut otentisitas, dan menghargai fleksibilitas memerlukan skill kepemimpinan yang adaptif dan toolset manajemen yang modern. Jika Anda ingin mendalami cara meningkatkan strategi komunikasi antar generasi, menguasai skill coaching yang memberdayakan, atau membangun tim yang agile dan inklusif, banyak program tersedia untuk membantu Anda. Banyak profesional yang menyediakan panduan mendalam untuk mengoptimalkan diri. Informasi lebih lanjut bisa ditemukan di lokal-media.com yang memiliki banyak program untuk mengupas tuntas pengembangan diri di bidang profesional dan kewirausahaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun