Saya sangat benci dengan paksaan tersebut, kala itu.Â
Buat saya, belajar tidak pernah menyenangkan karena harus selalu berhadapan dengan beragam sabetan. Pendidikan di sekolah sangat membosankan bagi saya.
Disana saya hanya boleh menghafal, kemudian melakukan apa yang diminta oleh guru. Belum lagi hasil saya begadang semalaman untuk mengerjakan tugas, hanya dinilai dari tebalnya lembaran kertas klipping.Â
Saya sama sekali tidak melihat manfaat dari belajar di sekolah. Saya lebih senang bekerja, karena langsung mendapatkan uang. Sehingga saya bisa membeli barang yang saya inginkan tanpa merepotkan mama.
Hanya satu guru, dari sekian guru yang ada, membuat saya semangat belajar. Beliau selalu mengajak murid-muridnya berdiskusi, dan menganalisis apa yang kami pelajari. Berikut dengan nilai ulangan, yang beliau lihat adalah kemampuan kami dalam berpikir, bukan sekedar menghafal, sampai titik koma dalam buku teks harus sama persis.
Mendengar tentang bagaimana cara para gurunya mengajar di sekolah, mama sempat membujuk hingga memaksa saya untuk pindah sekolah.
Tapi saya tidak mau, karena saya sudah senang dengan teman-temannya, ditambah biaya sekolah lain mahal. Belum lagi jam sekolahnya sangat panjang, membuat saya tidak bisa bekerja paruh waktu.Â
Jauh di lubuk hati juga saya sadari bahwa keinginan belajar saya sangat rendah. Saya tidak mau membebani mama, yang sudah bekerja sangat lelah demi keberlangsungan hidup kami, tapi hasilnya malah membuatnya kecewa.Â
Saat itu saya sama sekali tidak paham, alasan mama sangat ingin saya pindah ke sekolah yang lebih berkualitas, walaupun biaya lebih mahal jauh.
***
Mulai memahami maksud mama begitu keras terhadap kami, baik dalam pendidikan, serta bersikap pada orang lain, ketika saya mulai bekerja full time.Â