Mohon tunggu...
Nami Otrapus
Nami Otrapus Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Menulis dan Membaca

Pegiat Menulis dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Belajar "Sport Ethics" dari Olahraga

20 Agustus 2021   15:57 Diperbarui: 20 Agustus 2021   16:17 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga memberi pelajaran kepada kita tentang "Sport Ethics"  ( Sumber Foto : Pixabay )

Atas pertanyaan itu, TIS mengutip   'Is Sportsmanship a Moral Category?' karya James W. Keating (1965). Keating  memang membedakan sportivitas di olahraga hobi dan profesional. Pembedaan ini didasarkan pada tuntutan akhir antara kedua olahraga itu. Olahraga hobi demi kesenangan, olahraga profesional berburu prestasi. Makanya standard etika yang sesuai untuk olahraga di tingkat rekreasi tidak setara dengan di tingkat kompetitif. Adakalanya  perilaku yang sesuai dengan olahraga hobi mungkin secara moral tidak pantas di tingkat kompetitif dan sebaliknya.

"Kita bisa membayangkan, saat bersama tetangga atau teman sekantor bermain bulu tangkis, wajar jika saling ngledek dengan teriakan-teriakan menyebalkan. Tak mungkinlah ngledek seperti itu terjadi olahraga profesional," katanya yang ternyata juga masih suka bermain badminton itu.

Saat ada keinginan untuk menang, ada kalanya menempuh jalan curang. Kecurangan ini mewakili, bahkan bentuk utama, dari kegagalan moral dalam olahraga. Namun kalau kita lihat di arena, curang dapat menjadi bagian dari ketrampilan dan strategi permainan. Di sepak bola yang paling dikenal adalah diving.

Teriak-teriak di lapangan sejatinya intimidasi terhadap lawan. Tetapi persoalannya, bila yang diteriakkan berupa kata-kata kasar, sudah barang tentu melanggar kode etik, walau bukanlah kecurangan. Kasus teriakan Chen bukanlah kecurangan, kalau ia sekadar berteriak biasa. Dari sisi ini tidak mencederai sport ethics. Begitu tahu bahwa Chen meneriakkan "Wo Cao" yang termasuk kata kasar, barulah jelas-jelas kasus Chen mencederai sport ethics.

Tentu saja kasus Chen perlu ada sanksi dari BWF. Sanksi ini sebagai upaya menyadarkan para olahragawan bahwa olahraga itu bukan sekadar permainan, tetapi mengandung unsur pendidikan di dalamnya.

Pengayaan Etika

Olahraga merupakan salah satu sarana pendidikan bagi anak-anak hingga remaja dalam rangka memberikan pengayaan etika. Cepat sekali mereka akan memahami suatu etika saat menonton laga olahraga. Sebab, menurut para filsuf moralis, mengajarkan etika dan nilai moral sebaiknya lebih bersifat contoh. Tindakan lebih baik dari kata-kata.

Event olahraga, seperti Olimpiade 2020 yang baru usai itu, merupakan ajang mencontohkan etika kepada masyarakat. Ketika atlet menunjukkan tindakan tidak beretika, seperti pebulutangkis China itu, maka masyarakat tidak patut mencontohnya alias memori atas "wo coa" dibuang begitu saja. Sebaliknya bilamana ada atlet mencontohkan tindakan beretika, selayaknya diresapi dan kemudian dipraktikkan.

Contohnya Apriyani Rahayu, pebulutangkis kita, telah memberikan contoh etika di lapangan. Ia kerap mencium tangan Greysia Polii, yang usianya lebih tua, sebagai tanda penghormatan  kepada senior. Apriyani tak pernah berkoar-koar, "Ayo cium tangan senior!". Ia cuma bertindak menuruti kata hatinya dan ternyata ini malah menjadi contoh tindakan yang bisa menyebar ke generasi muda.

Contoh lain ketika atlet Qatar dan Italia berbagi medali emas. Atlet lompat tinggi Qatar, Mutaz Essa Barshim, rela berbagi emas  bersama rivalnya, Gianmarco Tamberi yang berasal dari Italia. Mutaz memutuskan berbagi emas ketika Tamberi diketahui cedera. Padahal Mutaz punya kans untuk memenangi emas sendirian. Video kisah berbagi  emas ini banyak menuai pujian netizen.

Rahayu dan Mutaz telah menginspirasi penonton akan kebajikan etika. Masih banyak kisah-kisah kebajikan lain dari ajang Olimpiade tersebut. Inilah yang disebut oleh akademisi filsafat olahraga sebagai sport ethics. Begitulah olahraga, betapa kaya etika yang bisa digali sebagai contoh tindakan. Kata filsuf pendidikan Wendy Kohli (1995), olahraga punya peranan penting sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia.  (nami otrapus)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun