Mohon tunggu...
Najwa Jannatin
Najwa Jannatin Mohon Tunggu... Mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melestarikan Warisan Leluhur "Tradisi Mubeng Punden di Desa Bakaran Wetan"

14 Mei 2025   12:42 Diperbarui: 14 Mei 2025   12:52 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di era modern seperti sekarang ini, perubahan terus berlangsung di berbagai lini kehidupan. Inovasi teknologi dan digitalisasi telah mengubah cara manusia menjalani kehidupan sehari-hari, menjadikannya lebih cepat, mudah, dan efisien. Gaya hidup masyarakat pun turut berubah, cenderung lebih praktis dan instan. Namun, di tengah arus modernisasi yang begitu deras, masih ada segelintir masyarakat yang dengan teguh mempertahankan adat dan tradisi leluhur mereka. Salah satu contoh nyata dapat kita temukan di Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang hingga kini masih melaksanakan tradisi unik bernama Mubeng Punden.

Asal-Usul dan Makna Tradisi Mubeng Punden

Tradisi Mubeng Punden merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Bakaran Wetan yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang. Kata mubeng dalam bahasa Jawa berarti "mengelilingi", sedangkan punden adalah tempat yang dianggap keramat, biasanya berupa bangunan kecil atau peninggalan leluhur yang dijadikan simbol penghormatan. Maka, Mubeng Punden berarti kegiatan mengelilingi punden sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap leluhur.

Punden dalam konteks budaya Jawa merupakan tempat yang dianggap suci karena diyakini sebagai tempat bersemayamnya roh leluhur atau tokoh penting pendiri desa. Oleh sebab itu, tempat ini dijaga kesakralannya, dan masyarakat senantiasa menjaga norma-norma serta tata krama ketika berada di sekitarnya. Tradisi Mubeng Punden dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur, permohonan keselamatan, dan penghormatan kepada leluhur agar memberikan berkah dan perlindungan bagi masyarakat desa.

Waktu dan Alasan Pelaksanaan

Pelaksanaan tradisi Mubeng Punden tidak dilakukan setiap waktu, tetapi biasanya bertepatan dengan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Tradisi ini lazim dilakukan ketika ada warga yang sedang mengadakan hajatan besar seperti pernikahan atau kelahiran bayi. Masyarakat percaya bahwa dengan melakukan Mubeng Punden sebelum melangsungkan acara penting, mereka akan mendapat restu dari leluhur dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain itu, ada pula waktu-waktu tertentu dalam setahun yang dianggap baik untuk melaksanakan tradisi ini, misalnya pada bulan-bulan Jawa seperti Sura, Sapar, atau menjelang bulan Ramadan. Tradisi ini juga kadang dilaksanakan sebagai bentuk ritual tolak bala ketika desa sedang menghadapi musibah, wabah penyakit, atau kekeringan panjang.

Prosesi Pelaksanaan Mubeng Punden

Pelaksanaan tradisi Mubeng Punden diawali dengan persiapan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki hajatan. Mereka akan menyiapkan sesaji atau ubarampe yang terdiri dari nasi tumpeng, ingkung ayam, kembang telon (bunga setaman), kemenyan, serta aneka jajanan pasar. Sesaji ini disiapkan dengan penuh rasa hormat dan ketulusan sebagai bentuk persembahan kepada para leluhur.

Warga desa akan berkumpul di sekitar punden yang berada di tengah atau pinggir desa. Biasanya, punden dijaga oleh juru kunci atau sesepuh desa yang memiliki pengetahuan tentang sejarah dan tata cara pelaksanaan tradisi. Prosesi Mubeng dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat atau pemuka agama. Setelah itu, warga akan berjalan mengelilingi punden sebanyak jumlah tertentu (umumnya ganjil seperti tiga atau tujuh kali) sambil membawa sesaji.

Suasana prosesi sangat khidmat. Tidak diperkenankan berbicara keras, bersenda gurau, atau melakukan tindakan tidak sopan selama prosesi berlangsung. Setelah selesai mengelilingi punden, sesaji diletakkan di tempat yang telah disediakan dan acara ditutup dengan doa permohonan keselamatan serta ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para leluhur.

Nilai Sosial dan Budaya dalam Tradisi Mubeng Punden

Tradisi Mubeng Punden menyimpan berbagai nilai sosial dan budaya yang masih relevan hingga kini. Pertama, dari sisi sosial, kegiatan ini mempererat hubungan antarmasyarakat. Gotong royong dalam menyiapkan acara, kebersamaan dalam pelaksanaan prosesi, serta saling berbagi makanan menjadi wujud nyata dari nilai solidaritas dan kekeluargaan.

Kedua, dari sisi budaya, Mubeng Punden mencerminkan identitas lokal dan rasa hormat terhadap sejarah desa. Ini menjadi bentuk pendidikan budaya yang ditanamkan sejak dini kepada generasi muda. Melalui tradisi ini, mereka belajar untuk menghargai warisan leluhur, menjaga nilai-nilai spiritual, dan tetap berpijak pada akar budaya sendiri meskipun hidup di zaman modern.

Tradisi ini juga memperlihatkan bagaimana masyarakat mampu menjaga keseimbangan antara kehidupan spiritual dan duniawi. Mereka percaya bahwa hidup tidak hanya bergantung pada upaya manusia, tetapi juga dipengaruhi oleh kekuatan alam dan restu leluhur. Oleh sebab itu, sikap rendah hati dan menghargai alam serta leluhur menjadi nilai penting dalam pelaksanaan tradisi ini.

Tantangan dalam Pelestarian Tradisi

Meskipun memiliki nilai luhur, tradisi Mubeng Punden menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perubahan pola pikir generasi muda. Banyak di antara mereka yang menganggap tradisi semacam ini sudah kuno dan tidak relevan dengan kehidupan masa kini. Kurangnya pemahaman terhadap makna dan filosofi di balik tradisi ini membuat minat mereka untuk terlibat semakin menurun.

Selain itu, arus modernisasi dan masuknya budaya luar yang semakin kuat juga menjadi ancaman terhadap eksistensi tradisi ini. Jika tidak ada upaya pelestarian yang serius, bukan tidak mungkin tradisi Mubeng Punden akan hilang ditelan zaman.

Upaya Pelestarian dan Harapan ke Depan

Untuk menjaga agar tradisi Mubeng Punden tetap hidup, perlu adanya upaya kolektif dari berbagai pihak. Pemerintah desa dapat mendukung dengan membuat kebijakan yang melindungi dan memfasilitasi kegiatan adat. Sekolah-sekolah di daerah juga dapat memasukkan muatan lokal dalam kurikulum untuk mengenalkan budaya daerah kepada siswa.

Peran tokoh masyarakat dan sesepuh desa sangat penting dalam mentransfer pengetahuan budaya ini kepada generasi berikutnya. Dokumentasi dalam bentuk tulisan, foto, maupun video juga bisa menjadi cara efektif untuk memperkenalkan dan melestarikan tradisi ini secara lebih luas.

Harapannya, tradisi Mubeng Punden tidak hanya menjadi ritual seremonial semata, tetapi juga menjadi bagian integral dari pendidikan karakter masyarakat. Dengan memahami dan melestarikan tradisi ini, masyarakat tidak hanya menjaga identitas budayanya, tetapi juga ikut memperkaya keberagaman budaya bangsa Indonesia.

Melalui pelestarian tradisi seperti Mubeng Punden, kita belajar bahwa kemajuan tidak selalu harus berarti meninggalkan masa lalu. Justru dengan menghargai warisan budaya leluhur, kita bisa membangun masa depan yang lebih berakar, bermakna, dan berjati diri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun