Beberapa jam yang akan datang, kita akan mendengarkan gema takbir di seluruh penjuru dunia yang merupakan tanda kemenangan umat Islam sekaligus pertanda berakhirnya Ramadan. Di saat inilah, kita tertawan ujian perasaan. Bagaimana tidak, Kawan? Di satu sisi, kita tentu sangat bahagia karena menyambut Hari Raya Idul Fitri yang tak datang setiap hari. Namun, di sisi lain kita juga pasti merasakan kesedihan berlebih karena berpisah dengan Ramadan yang penuh dengan kenangan, kenikmatan, dan keberkahan.
Akankah kita bertemu lagi dengan Ramadan di tahun depan?
Itulah pertanyaan yang selalu terlintas di benak kita semua saat Ramadan benar-benar meninggalkan dan tak akan memberikan kesempatan tambahan. Ramadan bukanlah baju, barang, atau jajanan di pasar tradisional yang bisa ditawar sesuka hati. Sekali meninggalkan, maka akan benar-benar meninggalkan, tanpa basa-basi berlebihan karena semua telah ditakar dan ditentukan oleh-Nya, termasuk penentuan akan berakhirnya Ramadan.
Sebelum Ramadan benar-benar berakhir dan berpisah dengan kita, aku ingin menyampaikan apa yang ada jauh di dalam lubuk hatiku. Hanya pesan sederhana untuk Ramadan yang setia menemani selama 30 hari terakhir ini, memberikan banyak pelajaran dan pengalaman yang tak akan terulang kembali.
Teruntuk Ramadan; aku ingin menyampaikan 3 (tiga) kata ajaib yang sering kali terlupakan bagaikan nun mati di antara idgham bilaghunnah alias terlihat, tapi tak dianggap.
Pesan Pertama: Maaf
Sebelum beranjak terlalu jauh dalam menyampaikan pesan cinta untuk Ramadan tahun depan, kata pertama yang ingin ku sampaikan adalah maaf. Iya, betul. Meminta maaf. Tidak hanya momentum lebaran yang mengharuskan kita bermaaf-maafan, ku rasa maaf juga sangat layak diterima oleh Ramadan yang sering kali ku kecewakan.
Dear Ramadan, maaf karena aku terlalu sering mengecewakanmu, menyia-nyiakan kehadiranmu, dan tidak memaksimalkan kesempatan yang telah kau berikan. Masih banyak sekali kekuranganku yang tentu mengecewakanmu, Ramadan. Waktu yang terbuang sia-sia karena scroll sosial media, ibadah yang tak sepenuh hati, bacaan Qur'an yang masih tak beraturan, tarawih yang masih ada bolong dan celah, dan kekurangan-kekurangan lain yang banyaknya bukan main.
Dear Ramadan, maaf karena aku belum bisa menyambutmu dengan sebaik mungkin, padahal aku tahu bahwa Ramadan adalah tamu VVIP (Very Very Important Person) yang hanya datang setahun sekali, itu pun dengan kurun waktu yang sependek jari jemari anak bayi.
Entah apakah pantas jika aku meminta maaf seperti ini setelah banyak kekecewaan telah kau terima, Ramadan. Akan tetapi, tak ada kata lain yang bisa mewakili perasaanku selain kata maaf. Bisakah kau terima permintaan maafku, wahai Ramadan?
Pesan Kedua: Tolong
Setelah menyampaikan permintaan maaf yang sepertinya jauh dari kata sempurna, maka selanjutnya aku akan meminta tolong kepada Ramadan. Iya, nggak salah lagi. Jika kita terbiasa meminta tolong saat dalam keadaan kepepet dan sedikit terpaksa karena tak tahu lagi harus minta bantuan ke mana, maka permintaan tolong yang satu ini benar-benar bentuk permintaan tolong yang tak terpaksa.
Dear Ramadan, tolong terima permintaan maafku, ya? Tolong bukakan pintu maaf yang lebar untukku dan untuk seluruh umat Islam di dunia ini, ya? Tolong terima permintaan maaf kami semua dengan segala kekurangannya.